Diserukan Kisruh Pilrek ULM Berujung Laporan Polisi Dituntaskan Lewat Mediasi

0

KISRUH pemilihan Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang bergulir ke ranah hukum dengan dugaan pencemaran nama baik, diupayakan untuk dituntaskan lewat jadi mediasi. Beberapa terlapor dan saksi pun kini telah dikorek tim penyidik Subdit II Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel.

BERMULA dari laporan sang rektor, Prof Dr Sutarto Hadi terkait dengan dugaan pencemaran nama baik dengan memasang UU ITE, sengkarut ini pun terus berlanjut.

“Memang, setiap orang untuk melapor ke polisi. Namun, alangkah baiknya, jika masalah semacam ini diselesaikan secara internal. Ini menyangkut pihak-pihak terlibat juga berasal dari kalangan akademika ULM, baik guru besar, dosen maupun karyawan, termasuk rekan-rekan media yang turut terseret,” ucap penasihat hukum para terlapor, Muhammad Pazri dalam jumpa pers di Rumah Makan Kudus, Jalan Gatot Subroto Banjarmasin, Rabu (1/8/2018).

Didampingi guru besar Fakultas Kedokteran Prof Dr Ruslan Muhyi, dosen muda Fakultas Hukum ULM Daddy Fahmanadie, serta Ketua Forum ULM Bersih Wahyu Firmansyah, kembali lagi Pazri mempertanyakan begitu cepatnya proses penyelidikan dilakukan pihak kepolisian.

“Bayangkan saja, sesuai standar operasional prosedur (SOP), seharusnya masuk dumas (pengaduan masyarakat), namun begitu pelapor mengajukan aduan langsung diproses dalam bentuk laporan polisi (LP) tertanggal 11 Juli 2018,” tutur Pazri.

Ia mengakui masalah yang berbuntut ke ranah hukum ini bermula dari isu dugaan penggunaan dana IDB dalam suksesi rektor. “Kenapa dari dulu tidak diklarifikasi para pihak yang berstatemen. Sedangkan, SH punya hak mengklarifikasi dan hak jawab,” papar Pazri.

Menurut Pazri, jika masalah ini terkait dengan pemberitaan sepatutnya yang digunakan adalah UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Silakan Pak SH menjawab baik melalui hak jawab atau hak koreksi sesuai UU Pers,” tegasnya.

Presiden Direktur Borneo Law Firm (BLF) ini mengungkapkan para kliennya sebagai pihak terlapor tetap tunduk terhadap hukum, terbukti memenuhi panggilan klarifikasi ke Ditreskrimsus Polda Kalsel.

“Namun, mengingat ini menyangkut hak hukum, tentu kami pun akan memasukkan permohonan ke Komnas HAM dan surat perlindungan hukum kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Kami memohon perlindungan hukum,” ucapnya.

Belajar dari beberapa kasus UU ITE, Pazri mengungkapkan sejak tahun 2016, setiap ada pengaduan atau beberapa kasus menyangkut pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan sebagainya terkait UU ITE justru pihak kepolisian tidak langsung memprosesnya hingga berbentuk LP. “Seharusnya dumas. Namun, masalah LP atau tidak memang kewenangan kepolisian. Kami kaget jua, kenapa bisa langsung LP?” cecar Pazri.

Meski begitu, Pazri memastikan pihaknya tetap punya ‘perlawanan hukum’ terhadap laporan sang rektor, dengan mengajukan laporan balik ke polisi. “Kami juga kemungkinan mengajukan gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum. Ini meyangkut aparatur sipil negara (ASN) dan para dosen sesuai undang-undang pendidikan tinggi seharusnya dibina terlebih dahulu,” papar Pazri lagi.

Dia mengambil contoh kisruh serupa yang terjadi di Univeritas Indonesia (UI) atau perguruan tinggi negeri lainnya, yang justru bisa diselesaikan secara internal. “Mereka juga kritis terhadap isu yang berkembang. Hal itu wajar dalam dunia akademis. Memang, kehadiran UU ITE menjadi sebuah warning bagi kami agar tidak serta meng-share dan memberikan berita yang tidak benar,” kata alumni Fakultas Hukum ULM.

Advokat muda ini pun mengajak agar 58 anggota Senat ULM untuk bergerak, jangan sampai ini jadi bola liar. “Kalau ada jalan mediasi, kami buka peluang duduk bersama, tapi jika ini naik ke penyidikan, maka kami mengambil upaya melaporkan balik. Sekali lagi, ini bukan ancaman, tapi karena menggunakan hak hukum yang diatur dalam UU,” tegas Pazri lagi.

Sementara, salah satu terlapor, Daddy Fahmadanie menambahkan, jika disebut dirinya menyerang salah satu calon rektor melalui pemberitaan sangat tidak tepat atau pembunuhan karakter.

Sebab, menurut dia, dirinya tidak pernah menyebut siapa nama calon rektor. “Tidak tepat jika kami dibilang merugikan pribadi seseorang, karena dalam pemberitaan tidak ada menyebutkan nama,” ujar master hukum jebolan Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

Sementara itu, guru besar Fakultas Kedokteran ULM Prof Dr Ruslan Muhyi pun meminta agar masalah internal ini bisa dituntaskan dalam suasana kekeluargaan. “Saya juga merupakan anggota Senat ULM, dan meminta agar masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan,” tandasnya.(jejakrekam)

 

Penulis Sayyidil Ahmada
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.