Jajakan Penganan Manis, Pengayuh Sepeda Tapai Gambut Setia Menjemput Para Peminat

0

KE Bandung, tak lengkap tanpa merasakan pueyeum. Tapai singkong atau ubi kayu ini menjadi oleh-oleh khas asal Kota Kembang, Jawa Barat. Bedanya jika pueyeum dalam bentuk gelondongan atau utuh, lain lagi dengan tapai Gambut. Penganan berasa manis khas  Kelurahan Gambut, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar ini dalam bentuk potongan kecil ini, sudah tersohor seantero Banua.

TAK mengherankan, jika kudapan tradisional  Banjar hasil fermentasi dari singkong yang dikenal dengan sebutan tapai Gambut tetap bertahan di tengah gempuran kuliner modern. Sentra pembuatan tapai Gambut berada di kawasan Jalan Pematang Panjang, Gambut. Saking lengketnya dengan identitas itu, akhirnya menu tapai Gambut menjadi salah satu pilihan dari kuliner yang dijual warga tersebut, di samping nasi itik yang bertabur bumbu masak habang (merah) khas Banjar.

Identitas para penjual tapai Gambut ini mudah dikenali. Mereka biasanya menjajakan penganan manis ini dengan mengayuh sepeda onthel. Mereka pun kerap disebut dengan paman tapai Gambut. Sedangkan, sepeda lawas itu dikenal masyarakat Banjar, sebagai sepeda tapai.

Salah satu pedagang tapai Gambut yang masih bertahan adalah Utuh Sabran. Pria yang kini sudah menginjak 61 tahuni, sudah menggeluti berjualan tapai Gambut ini sedari tahun 1998. Dengan sepeda onthel, Utuh Sabran pun mendatangi pelosok kampung yang ada di Banjarmasin.

“Ya, ciri khas penjual tapai Gambut, ya bersepeda onthel. Makanya, sepeda ini lalu disebut dengan sepeda tapai,” ucap Utuh Sabran kepada jejakrekam.com, Sabtu (21/7/2018).

Sehari-hari, Utuh Sabran membawa sedikitnya 15 kilogram tapai Gambut yang ditaruh di bagian jok belakang sepeda tuanya itu. Berjualan sejak pagi hingga menjelang malam, Utuh Sabran tetap sabar menyapa para pembeli.

Dengan garpu, tapai Gambut yang dibungkus daun pisang itu dijual dari harga Rp 1.000, tergantung kocek pada pembelinya. Menurut Utuh Sabran, hingga sekarang, terutama di sepanjang Jalan Pematang Panjang, Gambut, masih berdiri industri rumah tangga pembuatan tapai Gambut, baik berbahan singkong maupun ketan.

“Tiap hari itu, sedikitnya ada empat pickup yang membawa singkong untuk diolah menjadi tapai Gambut. Makanya, banyak penjual tapai, dari yang bersepeda motor hingga bersepeda pancal seperti saya,” kata Utuh Sabran.

Dalam sehari-hari, warga Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar ini mengaku bisa membawa uang puluhan hingga ratusan ribu, cukup untuk mengepul asap dapurnya. “Ya, saya termasuk yang sedikit membawa tapai Gambut. Ada yang membawa 20 kilogram hingga 40 kilogram. Alhamdulillah, bisa habis dalam sehari, apalagi saat musim panas seperti sekarang. Tapai Gambut ini bisa menjadi penghangat badan di malam hari,” tuturnya.

Tak hanya Utuh Sabran yang menjemput pelanggan, tapai Gambut pun didistribusikan ke seluruh pasar tradisional yang ada di Banjarmasin, Martapura, Banjarbaru dan kota-kota lainya di Kalsel.  “Kalau di Banjarmasin, tapai Gambut ini banyak dijual di Pasar Sentra Antasari dan Pasar Kalindo Belitung,” ucap Utuh Sabran.

Ia pun mengaku senang ternyata para penggemar tapai Gambut masih bertahan. Mereka dari generasi ke generasi tetap bisa merasakan penganan manis buah tangan dari para pengrajin asal Jalan Pematang Panjang, Gambut. “Alhamdulillah, sampai sekarang tapai Gambut tetap diminati. Padahal, zaman sekarang banyak pilihan makanan ringan di Banjarmasin,” tandasnya.(jejakrekam)

 

 

 

Penulis DidI GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.