Sambut RUU Masyarakat Hukum Adat, Pemda di Kalsel Didorong Bikin Perda

0

PEMBAHASAN Undang Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat (MHA) terus berlangsung di DPR RI. Penggodokan regulasi nasonal ini pun melibatkan Badan Legislasi DPR RI dengan Menteri Dalam Negri, Menteri KLHK, Menteri ATR, Menteri PDT, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Hukum dan HAM disambut gembira Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

SEKRETARIS Jenderal AMAN, Rukka Simbolingi mengatakan pihaknya menyambut hangat hasil pembahasan RUU MHA yang memerlukan waktu tiga tahun untuk dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

“Namun, masih banyak pasal-pasal dalam RUU ini yang tidak mencerminkan semangat UUD 1945. Mari kita bekerja keras demi lahirnya sebuah undang-undang yang mampu menjawab berbagai persoalan masyarakat adat,” ucap Rukka Simbolingi dalam siaran pers yang diterima jejakrekam.com, Jumat (20/7/2018)

Ia berharap UU MHA ini bisa mewujudkan masyarakat adat dan bangsa Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya.

Terpisah aktivis senior yang konsen mengadvokasi masyarakat adat Dayak di Kalimantan Selatan, Budi Kurniawan mengapresiasi pembahasan RUU MHA yang perlu terus dikawal dan diawasi,  terutama dalam hal substansi yang akan dimasukkan dalam produk hukum itu.

“Persoalan yang menimpa masyarakat adat sudah terlalu banyak, bahkan berlangsung panjang apalagi di tingkat lokal. Isu masyarakat adat lebih sering dipandang sebelah mata” ucap jurnasil senior ini.

Budi menuturkan permasalahan masyarakat adat, terutama menyangkut sumber-sumber ekonomi. Dia menyebut untuk pengakuan wilayah adat saja, pemerintah lokal berbeda-beda sikapnya, lebih-lebih lagi di tingkat provinsi.

“Soal hutan adat saja, pemerintah lokal dan dinas terkait terlihat bersikap setengah hati. Mereka misalnya lebih senang dengan skema bukan hutan adat, karena alih fungsi lahan akan lebih sulit dilakukan jika bentuknya hutan adat,” ucap Manajer Data dan Kampanye Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) Kalsel.

Budi  mengungkapkan di beberapa daerah di Kalsel, memang ada parlemen lokal yang mendorong peraturan daerah (perda) hutan adat atau masyarakat adat. Hanya saja, diakui Budi, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. “Sementara, di tingkat provinsi hampir tak ada produk hukum atau perda yang mengakui bahkan melindungi masyarakat adat beserta sumber-sumber ekonominya,” tutur penulis buku ini.
Padahal, beber dia, ancaman terbesar bagi masyarakat adat bukan sekadar soal pengakuan. Namun, juga perlindungan dan kepastian amannya sumber-sumber ekonomi masyarakat adat.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.