Sistem Rusak, Bunuh Diri Kian Merebak

Oleh: Pahriati, S.Si

0

KASUS bunuh diri kembali terjadi. Seorang polisi yang bertugas di Satlantas Polresta Banjarmasin ditemukan tewas gantung diri di teras PAUD/TK Kemala Bhayangkara, Banjarmasin Tengah (9/7/2018). Sehari sebelumnya (8/7/2018), seorang ibu dua anak di Sungai Andai, Banjarmasin juga ditemukan tewas gantung diri. (jejakrekam.com, 9/7/2018)

DUA kasus itu hanyalah sedikit bagian dari rentetan kasus bunuh diri yang terjadi di Banua kita. Pelakunya dari orang dewasa hingga remaja, bahkan anak-anak. Banyak hal yang menjadi pemicunya. Masalah asmara, beban ekonomi, beban kerja, beban sosial, sakit yang tak kunjung sembuh, atau masalah lainnya.

Beragam alasan melatarbelakangi tindakan mereka. Namun jika dikerucutkan, setidaknya ada dua faktor utama yang menjadi penyebabnya. Pertama, lemahnya keimanan individu. Kedua, rusaknya sistem kehidupan saat ini.

Lemahnya keimanan membuat sesorang gampang frustasi bahkan depresi. Saat menghadapi masalah hidup, dia hanya bertumpu pada kemampuan dirinya. Hingga saat menemui jalan buntu, dia merasa hidup tak ada gunanya lagi. Akhirnya berpikir dengan bunuh diri masalah akan selesai. Padahal, dia akan menghadapi masalah berikutnya dalam dimensi yang lain.

Berbeda dengan orang yang beriman. Bila mendapat kenikmatan, dia akan bersyukur. Bila mendapat musibah, cobaan atau masalah, dia bersabar. Dia percaya setiap masalah ada jalan keluar. Dia yakin ada Allah yang akan membantunya.

Sayangnya, kondisi saat ini justru menjadikan hidup kita jauh dari agama. Kehidupan di keluarga minim nilai agama. Sibuk mengejar dunia, lupa dengan Tuhannya. Ditambah sistem pendidikan yang kering dengan nilai ruhiyah. Terlahirlah manusia yang menguasai teknologi namun berjiwa rapuh.

Di sisi lain, aturan yang rusak saat ini menjadikan hidup terasa semakin sulit. Penerapan ekonomi kapitalis membuat tuntutan kehidupan makin meninggi. Sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan tambahan yang lain makin hari makin tak terjangkau. Liberalisme membawa rusaknya tatanan sosial. Hukum yang lemah dan tak berkeadilan menjadikan kriminalitas merajalela, keamananpun menjadi barang langka. Lengkaplah sudah masalah hidup yang mendera setiap waktu.

Inilah efek dari penerapan sekularisme. Agama hanya dipakai untuk pelengkap hidup. Peranannya dikerdilkan, bahkan nyaris diabaikan. Aturannya hanya dipakai untuk mengatur ibadah semata. Sedangkan kehidupan yang umum diatur berdasarkan kesepakatan manusia.

Padahal kita tentu menyadari bahwa manusia sangat lemah dan memiliki banyak keterbatasan. Apa yang dianggap baik hari ini, belum tentu baik ke depannya. Demikian sebaliknya. Belum lagi ketika membuat aturan sarat dengan kepentingan masing-masing. Di sinilah pentingnya bagi kita dalam menentukan hukum harus merujuk pada aturan Sang Pencipta. Zat yang mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.

Tak salah kiranya jika kemudian kaum muslim menawarkan solusi berupa Syariah Islam untuk menyelesaikan problematika yang kini melanda negeri ini. Islam adalah agama yang sempurna, punya aturan menyeluruh seperti sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem pergaulan, sistem peradilan (hukum), termasuk sistem pemerintahan.

Berkenaan dengan maraknya kasus bunuh diri, Islam mempunyai mekanisme pencegahannya. Pertama, dengan penanaman aqidah Islam kepada setiap individu. Penanaman dilakukan dari keluarga, didukung sekolah dan lingkungan masyarakat. Islam telah menegaskan tindakan bunuh diri adalah perbuatan yang diharamkan. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” [An-Nisâ’ (4): 29]

Kedua, yang tak kalah penting adalah peranan negara yang menciptakan suasana kehidupan yang kondusif, sehingga menjauhkan masyarakat dari sikap putus asa. Hal ini hanya bisa terwujud dengan penerapan Syariat Islam secara menyeluruh.

Penerapan Syariah Islam bukanlah ancaman atas keberagaman bangsa. Perbedaan suku, bahasa, ras, dan agama akan tetap terlindungi. Tidak ada paksaan masuk agama Islam. Orang-orang non muslim akan tetap diizinkan beribadah sesuai keyakinannya. Hanya saja dari aturan yang umum, terikat dengan Islam yang diterapkan oleh negara.

Kehadiran aturan tersebut bukan untuk mengeksploitasi atau menyakiti kaum minoritas. Tapi ditujukan untuk kesejahteraan seluruh warga negara. Jelaslah bahwa Islam bukan pembawa masalah, melainkan penebar berkah. Justru sistem sekuler kapitalis itulah yang menjadi sumber keresahan dan keputusasaan masyarakat, yang menjadikan mereka memilih mengakhiri hidup dengan tragis.

Bukankah Allah telah mengingatkan kita: “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” [Al-A’raf (7):  96] Lantas apa yang mesti kita lakukan? Tetap bertahan dengan sekularisme, atau menjadikan aturan Allah sebagai pedoman kehidupan? Pilihan ada di tangan kita.(jejakrekam)

Penulis adalah Pengajar Ponpes Al Islam Kambitin, Tabalong

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.