Omzet Penjualan Menurun, Daya Beli Rendah, Pedagang Konveksi di Banjarmasin Mengeluh

0

SERBA naik, tarif dasar listrik naik, bahan bakar minyak (BBM) juga tergerek, membuat daya beli masyarakat makin rendah. Hal ini dirasakan para pedagang konveksi di kawasan Pasar Samudera Baru dan Pasar Cempaka Banjarmasin yang mengeluhkan menurunnya omzet penjualan beberapa tahun belakangan ini.

SAAT bulan Ramadhan dan jelang lebaran Idul Fitri 1439 Hijriyah yang lalu, para pedagang busana muslim mengaku terjadi penurunan sangat drastis, akibat rendahnya daya beli masyarakat akibat terhimpit berbagai kenaikan harga seperti tarif dasar listrik dan BBM.

“Memang secara tidak langsung sangat berpengaruh, karena barang yang dijual dari agen atau distributor juga ikutan naik. Mereka akhirnya membebani kami yang menjual barang-barang pabrikan itu,” ucap Adi, pemilik Toko Wahidah di Pasar Samudera Baru kepada jejakrekam.com, Kamis (5/7/2018).

Dia mencontohkan biasanya saat Ramadhan dan lebaran, angka pembelian busana muslim akan naik. Faktanya, justru menurun dratis. “Omzetnya turun lebih 30 hingga 50 persen. Ini ditambah lagi, saat lebaran itu berdekatan dengan tahun ajaran baru 2018-2019, sehingga banyak orangtua menahan diri untuk membeli pakaian baru,” ucap Adi.

Celakanya lagi, Adi mengungkapkan harga sewa toko pun makin naik, sehingga berimbas pada harga barang yang dijual kepada para konsumen terpaksa ikut dinaikkan. “Harga tingkat eceran juga kita naikkan. Mau apa lagi? Semua ini akibat daya beli masyarakat masih rendah serta sulitnya mencari uang,” kata Adi.

Dia pun mengaku pembelian baju bola meski saat ini tengah demam Piala Dunia 2018 di Rusia juga tidak berpengaruh terhadap omzet penjualan pakaian olahraga. “Ya, kita berharap saat 17 Agustusan nanti, semoga saja banyak pembeliannya. Sekarang, kami hanya mampu menahan stok yang ada,” ujar Adi.

Senada Adi, pemilik Toko Mahkota Agung, Lukman mengungkapkan saat musim masuk sekolah, juga tak segaris lurus dengan kenaikan omzet penjualan pakaian sekolah. Padahal, Toko Mahkota Agung yang berada di kawasan Pasar Samudera Baru ini termasuk toko grosir seragam sekolah dari SD, SMP hingga SMA.

“Memang, tarif dasar listrik dan BBM yang naik sangat berimbas. Para distributor juga menaikkan harga, terpaksa kami turut menaikkan harga. Seperti listrik terkait dengan biaya menjahit, sedangkan BBM itu berkenaan dengan ongkos angkut,” ucap Lukman.

Di Toko Mahkota Agung ini menyediakan aneka seragam sekolah dengan berbagai bahan kain dari tetoron, osfoot, pamatex, drill, dan termahal larici. Kisaran harga termurah Rp 50 ribu per setel pakaian dan termahal mencapai Rp 102 ribu untuk harga grosir. “Kalau eceran terpaksa kita naikkan sekitar Rp 10 ribu atau lebih per setel. Ya, untuk menutup biaya sewa toko, listrik dan upah angkut ke toko ini,” kata Lukman.

Ia pun memperkirakan masyarakat lebih menahan diri di tengah rendahnya pendapatan, sehingga untuk membeli barang yang belum menjadi kebutuhan pokok ditunda dulu. “Ini sudah kami rasakan beberapa tahun belakangan ini, ketika semua naik,” imbuh Lukman.

Begitupula, Iqbal, penjaga Toko Teladan di kawasan Pasar Cempaka Baru yang khusus menyediakan pakaian seragam anak sekolah ini mengakui penurunan omzet penjualan meski sekarang tengah memasuki tahun ajaran baru 2018-2019.  Meski produk Teladan ini terkenal sebagai penyedia pakaian seragam berkualitas dengan kisaran harga Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu per setel, tetap saja angka penjualan tak begitu bergairah. “Ya, toko ini memang salah satu agen Teladan asal Surabaya. Namun, daya beli masyarakat rendah, omzet penjualan memang menurun,” kata Iqbal.(jejakrekam)

 

 

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.