Pelayanan Publik Harus Bisa Diakses Kalangan Disabilitas

0

MENYINERGIKAN penyelenggaraan layanan publik agar maksimal, Pemkot Banjarmasin gelar Forum Konsultasi Publik tahun 2018.

KEPALA Ombudsman RI Perwakilan Kalsel Noorhalis Majid mengungkapkan, Pemkot Banjarmasin menyampaikan program dan inovasi, serta prestasinya melalui forum konsultasi tahun 2018, sehingga publik bisa mengetahui apa saja yang selama ini dikerjakan. “Apabila ada kritik maupun saran bisa disampaikan. Jadi, forum konsultasi ini ditujukan agar bisa diketahui publik,” katanya.

Dijelaskannya, dari parameter-parameter yang sudah dibuat, Pemkot Banjarmasin sejak 2016 sudah masuk dalam zona hijau, kemudian melakukan dengan indepsersi masyarakat. “Jadi bagaimana masyarakat menilai tentang pelayanan publik di Banjarmasin,” ujarnya.

Menurutnya, maladministrasi di Banjarmasin terbilang rendah dan kemungkinan penyimpangan-penyimpangan atau keluar dari prosedur, minim terjadi.

Mantan Ketua KPU Banjarmasin ini mengatakan, pada 15 Juli 2018, Pemkot Banjarmasin menjadi satu dari delapan kota yang akan mensosialisakan atau memasyarakatkan budaya lapor. “Jadi, masyarakat bisa lapor dengan aplikasi yang sudah disiapkan oleh pemerintah,” katanya.

Noorhalis menjelaskan tentang pandangan ombudsman tentang pelayanan publik, kemudian menegaskan kembali apa yang telah dicapai oleh Pemkot. Ia mengingatkan apa yang dilakukan Pemkot menyangkut pelayanan publik akan dinilai oleh generasi selanjutnya. “Siapapun pejabat yang bertugas akan dinilai setelah melanjutkan tugas dia. Oleh karena itu, mumpung pejabat tersebut masih menjabat, maka lakukanlah inovasi ataupun perbaikan-perbaikan tentang pelayanan publik. Sehingga setelah dia tidak menjabat lagi, maka orang akan mengingat bahwa ada perubahan yang dibawanya,” ucapnya.

Bagi dia, seluruh pelayanan publik yang baik, bisa diukur dari aksebilitas ketika penyandang disabilitas bisa mengakses. “Sekarang kita bisa melihat secara kasat mata sudah bagus, tetapi akses atau tidaknya bagi penyandang disabilitas,” katanya.

Dilanjutkannya lagi, seluruh fasilitas pelayanan publik ini bisa dikomunikasikan atau dikonsultasikan oleh penyandang difabel, sehingga menjadi bagian dan memberi masukan bagaimana semestinya pelayanan publik itu diselenggarakan.

Menurutnya, sementara ini masih ada sebagian pelayanan publik yang belum bisa diakses, baik di kantor pelayanannya maupun trotoarnya dengan layanan publik masih jauh dari akses disabilitas.

Ia menjelaskan, lebih penting lagi petugas yang paham tentang penyandang disabilitas itu hampir-hampir tidak ada. Yang paham bahasa isyarat itu hampir-hampir tidak ada. “Nah, ketika tidak ada kelompok bisu atau tuli ingin mengakses layanan publik itu belum bisa, karena tidak ada yang paham tentang bahasa isyarat tersebut,” katanya.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.