AJI Palu Kutuk Keras Sikap Oknum Polisi yang Mengumpat dan Melakukan Kekerasan Fisik

0

ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu memprotes umpatan dan kekerasan fisik yang dilakukan oknum anggota Polri yang bertugas di Polda Sulawesi Tengah yang tidak profesional dan angkuh terhadap Ketua AJI Palu Mohammad Iqbal, ketika tengah melintas di depan Pura Agung Wana Kertha Jagatnatha, Palu, Sabtu (23/6/2018).

SAAT kejadian,  anggota kepolisian Polsek Palu Timur sedang menggelar razia. Ketika itu, korban Iqbal sedang tidak membawa surat kendaraan kemudian terjaring razia. Sadar akan kesalahannya, Iqbal kemudian menyerahkan motor yang dikendarainya  kepada petugas.

Oleh polisi yang menanyainya,  ia diminta mengambil STNK kendaraan di kediamannya. Kemudian, Iqbal lalu menghubungi rekan kerjanya fery Fajrien di Redaksi Radar TV untuk menjemputnya.

Saat sedang menunggu jemputan dari rekannya itu, ia didatangi beberapa anggota polisi. Kemudian  menghardik, membentak dan mengeluarkan bahasa kasar bahkan melakukan kekerasan, mencekik leher, menarik kerak baju secara kasar.

Merasa diperlakukan kasar, Iqbal terlibat debat kecil atas perlakuan kasar yang dialaminya. Sikap kasar dan tidak simpatik oknum polisi saat menjalankan tugasnya tersebut,  adalah bentuk perlawanan nyata  terhadap kebijakan Kapolri  Jenderal Polisi Tito Karnavian yang sedang membangun nilai-nilai profesionalitas bagi anggota Polri yakni polisi profesional, moderen dan terpercaya (promoter).

Dalam siaran pers yang diterima jejakrekam.com, Minggu (24/6/2018), Sekretaris AJI Palu Yardin Hasan dan Koordinator Divisi Advokasi AJI Palu, Fauzy Lamboka menyatakan sikap mengutuk keras sikap oknum polisi di Polsek Palu Timur yang semena-mena terhadap masyarakat umum.

“Kami meminta Kapolda Sulteng Brigjen Pol Ermi Widyatno menindak tegas oknum polisi tersebut, di samping sanksi administratif dan etik yang berlaku di internal korps kepolisian RI,” ucap Fauzy Lamboka dan Yardin Hasan dalam siaran persnya tersebut.

Mereka juga meminta agar aparat kepolisian dalam tugas penegakkan hukum, apa lagi hanya sebatas razia SIM tetap mengedepankan sikap simpatik, tidak semena-mena atau bersikap angkuh apalagi jika berhadapan dengan rakyat kecil yang lemah secara hukum

“Polisi harus respek dan terhadap profesi lain. Tidak menganggap dirinya lebih mulia dari profesinya dengan mengeluarkan bahasa  yang tidak simpatik.  Dalam penegakan hukum, polisi sebaiknya mempunyai pemahaman HAM yang memadai. Sehingga tidak ada proses penegakkan hukum dengan melanggar hak orang lain,” tegas mereka.

Ini kronologis kejadiannya :  

Pada 23 Juni 2018, sekitar Pukul 21.00 WIT, M Iqbal pulang dari kantor Radar Group yang terletak di jalan Yos Sudarso Nomor 09, di Jalan Jabal Nur tepatnya di depan Pura Agung Wana Kertha Jagatnatha.

“Saya diberhentikan oleh petugas kepolisian yang sedang melakukan razia.  Oleh oknum polisi tersebut saya dimintakan STNK. Dompet dan tas kerja, saya titip dengan istri yang pulang terlebih dahulu. Kepada polisi, saya mengaku tidak membawa surat surat satupun bahkan tanda pengenal,” ucap Iqbal.

Oleh oknum polisi tersebut, Iqbal dipersilahkan untuk balik ke rumah mengambil STNK untuk keperluan mengambil sepeda motor yang terjaring razia. Mendapat instruksi seperti itu, Iqbal kemudian langsung menghubungi rekan kerja Fery Fajrien untuk menjemput.

Ketika sedang menunggu jemputan, Iqbal kembali didatangi oleh oknum polisi lain  dan meminta kunci motor yang akan dibawa ke Mako Polsek Palu Timur. “Karena sebelumnya saya sudah mendapat instruksi dari oknum polisi lain,  saya menolak untuk menyerahkan kunci motor. Tidak terima dengan sikap saya, oknum polisi itu kemudian memanggil atasannya. Yang belakangan, saya ketahui adalah Kanit Binmas Polsek Palu Timur dan menyebut saya tidak kooperatif,” ungkap Iqbal.

Kemudian, Iqbal didatangi oleh Kanit Binmas dan langsung bertanya dengan nada keras.  “Apa kau!! kau kenapa??”  saya kemudian balik bertanya “saya kenapa, Pak?” .  Terjadi perdebatan kecil. Tidak lama kemudian, ia kemudian menarik leher baju saya dan memegang wajah saya sambil bertanya “kamu mabuk ya?”

Menurut Iqbal, dirinya membantah dan memberikan reaksi tidak senang. Melihat gelagat tersebut, Kanit Binmas kemudian berteriak memanggil beberapa orang anggota polisi lain untuk mengamankan dan membawanya ke kantor Polsek Palu Timur.

Lalu tiba tiba, Iqbal dicekik oleh anggotan polisi dari arah belakang.  Dan beberapa lainnya memegangi Iqbal sambil terus menyeretnya menjauh dari bahu jalan. Ketika mencekik tersebut, Iqbal terus berusaha mengklarifikasi kesalahan saya dan akhirnya memperkenalkan profesi, jika saya seorang wartawan.

Kemudian, Iqbal ditarik menjauh dari jalan ke tempat yang agak gelap sambil terus dicecar dengan bentakan dari beberapa oknum polisi lain.  “Saya berusaha menjawabnya dan oleh polisi lain saya diminta diam. Saya menuruti permintaan tersebut untuk diam.  Tapi karena terus dibentak saya, akhirnya kembali bersuara dan protes dengan aksi mereka,” ucap Iqbal.

Sekitar lima menit di tempat tersebut, Iqbal akhirnya menuruti permintaan salah seorang anggota polisi yang tidak berseragam untuk mengalah dan meninggalkan tempat tersebut.  Ketika itu, Iqbal mengenakan helm dan mengambil helm istrinya di motor yang sudah ditahan. “Ternyata, saya kembali didatangi oleh Kanit Binmas dan beberapa anggota lain yang terus marah-marah.Saya berbalik dan menjawab tuduhan tuduhan mereka. Kanit Binmas juga mendekati saya dan  berkali-kali meminta ID Card saya dengan nada membentak,” cerita Iqbal.

Polisi juga menantang saya untuk melaporkan ulahnya tersebut kepada kenalan dirinya yang menurutnya memiliki pangkat paling tinggi.  “Ketika mencoba menjawab, dia tiba-tiba maju dan mencekik leher saya dan tangan satunya terkepal hendak memukul namun dia urungkan. Merasa terancam, saya kemudian bereaksi dengan membuka helm kembali,” bebernya.

Ternyata, aksi membuka helm tersebut dianggap sebagai sikap menantang sehingga Iqbal kembali dikerubuti. Ketika hendak naik motor,  beberapa dari mereka kemudian dengan nada keras mulai mengejek dan mengeluarkan kata-kata, “Dasar wartawan kemarin sore,” “Wartawan jangan bakase tunjuk jago di sini tidak ada gunanya”.

Kemudian, Iqbal kembali memperkenalkan posisi dan tempatnya bekerja. “Jika Bapak menyebut saya wartawan kemarin, saya beritahukan kepada bapak, saya adalah Pemimpin Redaksi Radar TV. Saya kemudian meninggalkan tempat tersebut,” beber Iqbal lagi.(jejakrekam)

 

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.