Efek Domino Bahaya Utang

Oleh : Norma Rachman, S.Pi

0

MASIHKAH negara Indonesia ini ada dalam beberapa tahun ke depan? Bagi sebagian orang, mungkin ini adalah pertanyaan yang aneh. Tapi melihat utang Indonesia yang terus bertambah bukan tidak mungkin negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini akan tinggal nama. Ada pertambahan utang yang fantastis saat rezim Jokowi berkuasa.

BERDASARKAN data Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah di akhir 2014 tercatat Rp. 2.604,93 triliun. Hingga akhir Mei 2017 lalu, jumlah total utang luar negeri Indonesia mencapai Rp 3.672,33 triliun. Terjadi peningkatan Rp 1.067,4 triliun sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2014 hingga Mei 2017 (2,5 tahun). Ini belum termasuk utang dalam negeri.

Kalau dihitung berdasarkan data terbaru yakni akhir Juli 2017, utang itu tambah banyak lagi. Utang itu tercatat Rp 3.779,98 triliun atau mengalami kenaikan 73,47 triliun dibandingkan dengan utang di bulan Juni yang sebesar Rp 3.706,52 triliun.  Jumlah penambahan utang ini hampir setara dengan utang yang dilakukan rezim Susilo Bambang Yudhoyono  (SBY) selama 5 tahun terakhir pemerintahannya (periode 2010 – 2014). Dan ini adalah rekor utang tertinggi dalam waktu singkat bagi penguasa negeri ini.

Tahun ini saja,  pemerintah harus membayar bunga utang sebesar Rp 218,6 triliun. Itu baru bunganya. Jika ditambah dengan pokoknya, uang yang harus disediakan pada Oktober ini sekitar Rp 500 triliun. Sementara utang jatuh tempo yang harus dibayar tahun 2018 dan 2019, menurut Direktorat Jenderal pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, sebesar  Rp 810 triliun. Terdiri atas utang jatuh tempo 2018 mencapai Rp 390 triliun dan pada tahun 2019 sekitar Rp 420 triliun.  Jumlah ini merupakan yang tertinggi dibanding tahun – tahun sebelumnya.

ULN : Bahaya Laten

Pengamat Politik ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan,Bank Dunia telah menempatkan utang luar negeri  Indonesia di level bahaya.  Sebab, fluktuasinya sudah diatas 30 persen.  Dan selama negara didikte oleh asing, maka Indonesia sampai 2040 tak akan mampu menghadapi kekuatan asing.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut total  utang Indonesia yang mencapai Rp 4.180 triliun hingga akhir April 2018 masih berada di bawah batas aman. Dengan asumsi Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini sebesar Rp14 ribu triliun, batas aman  utang Indonesia sesuai Undang-Undang (UU) mencapai Rp8.400 triliun.  Sri Mulyani menjelaskan bahwa utang masa lalu Indonesia sebenarnya telah dibayarkan. Namun, terdapat utang baru yang dibutuhkan untuk pembangunan. Di sisi lain, Sri Mulyani juga menekankan defisit anggaran Indonesia terus mengalami tren penurunan dari tahun ke tahun. Tahun ini, defisit anggaran ditargetkan mencapai 2,19 persen terhadap PDB, turun dari tahun lalu 2,55 persen dan 2016 sebesar 2,99 persen .

Pemerintah ketika mengatakan bahwa utang dalam kondisi aman adalah peruntukan utang yang produktif, seperti infrastruktur. Benarkah demikian adanya? Indikator penting untuk mengetahui kebenaran hal ini tentunya adalah mengikuti aliran utang tersebut  mengalir. Setiap kali terdapat utang baru selalu diikuti dengan pembayaran suku bunga (riba) yang dibayar.  Dimana rasio pembayaran suku  bunganya terdapat  jumlah  utang baru  yang diambil mencapai 60 persen. Logika sederhana dari fakta ini, untuk apa  mengambil  utang  baru, jika kemudian 60 persen dari 60 persen utang tersebut  justru bakal tidak bisa digunakan karena harus bayar bunganya kembali.  Inilah yang dikenal di masyarakat luas dengan sebutan gali lubang tutup lubang, alias terjebak utang. Fakta tersebut di atas sebenarnya sudah cukup kuat membantah alasan pemerintah bahwa utang untuk keperluan produktif.

Islam sebagai Solusi

Mengatur urusan negara tidak boleh main-main. Disana ada amanah, baik amanah dari Sang Pencipta maupun amanah rakyat. Tidak cukup hanya mengandalkan keahlian  manajemen ekonomi dan finansial, lebih dari itu butuh  pengetahuan  tentang agama.  Dalam  pandangan Islam, urusan  negara pun ada aturan mainnya.  Para pemimpin yang mengurusi umat ini  pun ancamannya paling besar di sisi Allah jika mereka meninggalkan ajaran  Islam dalam mengelola negara.  Hanya pemimipin yang adil  yang  mendapatkan  perlindungan dari Allah SWT di akhirat kelak.

Terkait pengelolaan keuangan negara, ketidakcukupan anggaran belanja  negara alias defisit anggaran . Dapat dilakukan dengan menata ulang  perencanaan  penyusunan  Anggaran Pendapatan dan Belanja  Negara (APBN) yaitu dengan  mengikuti  tuntunan yang  telah  digariskan dalam APBN  Islam.

Jika  APBN  dirancang tanpa utang, tentu harus ditata kembali adalah dari aspek sumber penerimaannya.  Dalam APBN Islam, sumber penerimaan negara bukanlah pajak, tetapi ada 3 sumber utama :

Pertama, dari kepemilikan individu, seperti : zakat, infaq, shadaqah.  Kedua, dari kepemilikan umum, seperti : Pertambangan emas,perak,tembaga, nikel, minyak, gas batu bara, hutan, dan lain sebagainya, ketiga, dari kepemilikan negara, seperti : ganimah, fa’i, jizyah, kharaj, khumus dan lain sebagainya.

Dilihat dari sumber penerimaan yang kedua, yaitu kepemilikan umum, maka dapat dilihat bahwa indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah ruah. Terlebih lagi, dengan dukungan SDA tersebut dapat diolah lagi dan ditingkatkan nilai tambahnya, sehingga akan menjadi sumber penerimaan yang sangat besar bagi pemerintah Indonesia.

Ketentuan dalam APBN Islam itu, baik dari aspek sumber penerimaannya, maupun dari aspek pembelanjaannya, sudah ditentukan berdasrkan dalil-dalil Alquran dan As-sunnah yang berasal dari Allah SWT, sang pencipta manusia dan seluruh alam semesta ini.  Dengan demikian, pemerintah yang mau melaksanakan APBN Islam tersebut tentu saja adalah pemerintahan yang mau beriman kepada Alquran dan As-Sunnah tersebut. Semuanya itu tentu akan ada pertanggung jawabannya di sisi Allah SWT, besok di hari akhir. Wallahu a’lam.(jejakrekam)

Penulis adalah Guru SMKN 1 Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.