‘Ambung’ Duit Logam, Ritual Batumbang Tradisi Ulang Tahun Batita di Angkinang

0

MAKNA ritual Batumbang sangat dalam. Tradisi tahunan usai menggelar shalat Ied dari masjid terus dilakoni warga Desa Telaga Sili-Sili, Kecamatan Angkinang, Kecamatan Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan, Jumat (15/6/2018). Tradisi untuk memperingati hari kelahiran atau ulang tahun anak ini sangat kental dengan nuansa budaya Banjar, tersentuh nafas Islami.

TRADISI Batumbang ini digelar untuk batita atau bayi yang baru lahir dari satu tahun hingga tiga tahun. Menu utama dalam ritual Batumbang adalah kue apam, kue basah yang terbuat dari tepung beras dengan campuran gula merah, rasanya manis dan sedikit asam.

Keluarga besar Makmur, seorang pengusaha konstruksi di Kandangan, Hulu Sungai Selatan tetap menjalankan ritual tahunan usai shalat Ied dengan mengumpulkan warga desa di depan rumah keluarganya. Kue apam yang dibungkus daun pisang itu kemudian diletakkan di atas kepala sang batita, disertai dengan doa segala kebaikan. Kemudian, uang logam dilempar ke atas, yang telah disambut warga yang berkumpul di halaman rumah dengan lantunan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

“Uang logam yang dihamburkan atau diambung dalam bahasa Banjar, sangat kental dengan nilai filosofinya. Yakni, kita berdoa agar kelak anak menjadi orang yang jujur dan peduli terhadap sesama. Rezeki yang datang dari Allah SWT itu seperti uang yang berhamburan, tinggal kita bisa menjemputnya,” ucap Makmur kepada jejakrekam.com, Jumat (16/6/2018).

Sedangkan, menurut Makmur, kue apam yang dibungkus dengan daun pisang ini dimaksudkan untuk memberi rasa kebersamaan yang menyertai kehidupan seorang manusia. “Jadi, kue apam itu adalah mendidik agar kita menjaga kebersamaan. Jadi, sejak dini anak-anak dididik agar peduli dengan masyarakat, melalui semangat dari membuat kue apam, dan dibagikan sebagai hidangan acara Batumbang,” tutur Makmur lagi.

Usai acara ‘baambung’ duit logam, warga Desa Telaga Sili-Sili baik orang dewasa maupun anak-anak pun kemudian naik ke rumah pengundang. Mereka pun kemudian menyatap hidangan penutup yang disiapkan tuan rumah seperti ketupat, lontong, dan soto. Sebelumnya, acara itu ditutup untuk mencari keberkahan dengan doa selamat yang dipanjatkan dan dipimpin seorang tokoh agama desa setempat.

“Bagi kami, agenda tahunan tradisional ini harus terus dihidupkan dan bisa menjadi tradisi daerah. Sebab, ritual Batumbang ini adalah tradisi memperingati hari kelahiran anak yang baru lahir dari tahun pertama hingga berumur tiga tahun,” tutur Makmur.(jejakrekam)

 

Penulis Didi GS
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.