Menjaga Tradisi Ramadhan Demi Meraih Kebahagian

Oleh :Ustadz H. Muhari Al Madury, S. Ag, M.I.Kom

0

KUMANDANG alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil menggema, menggelora dan membahana  se-antero Banua hingga ke segenap pelosok alam dunia. Pekikan suara itu, ialah ungkapan tulus dari seorang hamba atas keberhasilannya berjuang melawan hawa nafsu, menakan angkara murka, mengalahkan syetan durjana, lebih peduli pada sesama, dan menjadi pribadi mulia demi satu tujuan yang sama, yakni mengejar reward dari sang maha kuasa, yakni meraih piala anuegrah takwa. (Al Qur an 2 :183)

PERJUANGAN itu akhirnya tak sia-sia. Saat dinanti pun tiba. Yakni kemenangan yang tiada tara. Hari ini kita menang.  Menang  mengikuti segala ajaran puasa. Mengalahkan  ego yang kerap mendera manusia, dan mementingkan bersihnya jiwa, melalui serangkaian ritual puasa dengan ikhlas dan pertimbangan mengharap ridha Allah azza wajjalla.

Maka pantas jika kita larut dengan suka cita menyambut hari raya, dengan ungkapan pengagungan kepada Allah akan kemahakebesarannya, kemahasuciannya dan keesaannya, sebagai penggenggam jiwa kita, dan penguasa jagat raya.

Hal ini senada dengan ungkapan Allah dalam firman-Nya ( Al Baqarah: 2:184) : “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

Ini juga diperkuat dengan statmen Rasulullah SAW dalam sabdanya :“Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”

Takbir, tahmid, tasbih dan tahlil adalah pernyataan lisan dari ekpresi jiwa, yang mengidamkan pribadi takwa, yang diperoleh dari ikhtiar puasa, menjaga hawa nafsunya, menjaga pancaindaranya, mengisi kalbunya dengan kekuatan qiyamul lail, dengan kekuatan interaksi bersama quran, dengan kekuatan jalianan kedekatan dengan Tuhannya (Al Quran : 2 : 185), dan kekuatan hubungan yang mesra dengan manusia melalui kepedualiaan sosial, lewat pintu zakat dan sedekah buat sesama.

Dan kita memang diajarkan, kunci sukses hidup ialah dengan membangun dua hubungan, yakni hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia. ( Ali Imran : 3 :112)

Kenangan Ramadhan

Tanpa terasa, sebulan kita berpuasa. Rasanya baru kemarin kita menerima tamu agung Ramadhan. Tapi kini, ia telah pergi meninggalkan kita semua. Tak ada lagi suasana berbuka bersama, tak ada lagi suasana hikmat tarawih bersama, kita akan kehilangan suara indah tadarusan di mushalla/di masjid/dirumah, dan tak ada lagi bacaan quran dari sahabat sahabat kita dikantor, maupun ditempat manapun.

Suasana sahur yang penuh berkah, juga tak bisa kita jumpai lagi. Bahkan qiyamul lain disepertiga akhir malam, terutama di malam-malam ganjil, akan menjadi kenangan manis saja.

Bagi kita yang telah banyak mengikuti pelajaran bersama Ramadhan selama sebulan ini, maka tentulah kita akan  sedih, ditandai dengan tetesan air mata. Kita menangis, karena Ramadhan tercinta telah pergi selama setahun lamanya. Dan menjempui kita, saat Allah masih memberikan kita nafas, dan memberi kita umur panjang.

Namun jika tidak, maka Ramadhan tadi, adalah Ramadhan terakhir kita. Ramadhan tadi adalah bekal kita menghadap sang maha kuasa. Beruntunglah yang sudah mendapat derajat takwa, karena telah takwanya menjadi bekalnya didalam kuburnya. Dan itulah sebaik-baik bekal di dunia untuk kita bawa dalam perjalanan ke alam barzakh,  akhirat dan hari pembalasan-Nya ( Al Baqarah :2 : 197).

Seandainya kita tahu, bahwa Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir kita, maka kita akan menyesal, mengapa selama Ramadhan menjumpai kita, kita tidak maksimal mengerjakan kebaikan di bulan Ramadhan, namun justru kita menunjukkan sikap cuek, jauh dari ibadah, bahkan ada sebagian yang memilih sikap tak puasa dan melupakan Allah sang maha kuasa.

Bukankah orang yang lupa dan suka berpaling dari Allah, maka Allah akan berikan kehidupan yang sempit (Toha, 20 : 124), tapi jika kita mampu beramal soleh, maka Allah memberikan kehidupan yang baik dan berkualitas (Annahal, 16 : 97).

Ramadhan memang banyak menawarkan keistimewaan, tak hanya obral pahala dan ampunan, namun kita dimanjakan dengan fasilitas ibadah yang sama nilainya dengan 1000 bulan atau setara dengan 83 tahun 4 bulan, itulah lailatul qadar. Dan kesedihan kita akan semakin terasa, ketika kita sadar, bahwa Lailatul Qadar hanya ada dalam bulan Ramadhan. Artinya kita akan mendapatinya kembali tahun depan.

Lalu siapa yang merasa kehilangan akan bulan Ramadhan? Yakni mereka yang jiwanya telah kembali ke fitri, jiwa yang dibasuh dengan rangkaian ibadah Ramadhan, jiwa yang  diisi dengan shaum, dengan qiyamul lail, dengan qira’atul quran, dengan zakat, infaq dan sedeqah, dengan silaturrahim, dengan i’tikaf, dan dengan dzikir kepada Allah.

Bagi hati yang kembali fitri, perasaan kehilangan ialah sesuatu yang pasti. Ketika Ramadhan telah tiada, maka baru terasa, bahwa kehadirannya, sungguhlah berharga. Dalam hatinya, akan berkata “ Sungguh berat aku rasa, kehilangan dia, sungguh berat aku rasa, hidup tanpa dia.” Dialah Ramadhan dengan segala keistimewaan, yang tak hanya membawa kebaikan dunia tapi kebaikan akhirat.

Pengalaman Ramadhan sungguh tak terlupakan. Kebaikan Ramadhan telah menghantarkan kita pada zona belajar dan berlatih.   Belajar dan berlatih untuk apa?. Untuk mengarungi samudera makrifat, samudera mengenal lebih dekat dengan Allah, mengenal hakikat cinta, cinta pada Allah dan cinta pada sesama. Puasa, telah melatih rasa dan jiwa kita, untuk tak takluk pada godaan dunia yang kerap menipu dan penuh senda gurau belaka. (Al Hadid : 20)

Menjaga Tradisi Ramadhan

Kesedihan akan kepergiaan Ramadhan, tak boleh lama dalam jiwa. Walau Dia telah pergi, tapi kepergiannya penuh senyum bahagia, karena tuan rumah yang dikunjunginya, telah mengamalkan pesan-pesan dan nasihatnya. Bahkan pelajaran Ramadhan mampu mewarnai jiwanya  selama 11 bulan mendatang.

Dan Ramadhanpun dengan bangganya, akan datang lagi tahun depan, membawa oleh-oleh, yakni oleh oleh berupa paket kebahagiaan  dunia dan akhirat. Dia akan menyetrum dan mengisi kekuatan jiwa kita dengan etos ibadah,  dan dia akan basuh jiwa kita dengan hujan rahmah, magfirah dan berkah.

Lalu apa indikator atau tanda-tanda bahwa kita telah sukses dan berhasil menjalani ibadah Ramadhan? Jawabannya sangat simpel, yakni jika di 11 bulan mendatang kita tetap istiqamah melanjutkan kebiasaan ibadah Ramadhan, maka itu pertanda, bahwa kita telah berhasil mendapatkan reward takwa, dan insya Allah mendapat lailatul qadar.

Namun, jika 11 bulan mendatang ibadah kita, jutru  jatuh pada titik degradasi alias turun dan mengalami kemunduran, maka alamat, kita telah mengalami kegagalan cinta bersama bulan Ramadhan. Kecintaan kita pada keagungan Ramadhan, akan pupus ketika amaliah Ramadhan, terhenti pasca datangnya idul fitri.

Apa saja indikasi keberhasilan dan kegagalan kita bersama Ramadhan? Mari kita ulang kaji pelajaran Ramadhan yang telah kita jalani sebulan penuh. Setidaknya saya simpulkan ada 6 tradisi Ramadhan yang harus tetap kita pelihara dan menjadi habit atau kebiasaan kita, yakni sebagai berikut :

  1. Ibadah Puasa

Berpuasa selama bulan Ramdhan tentu banya faedahnya, baik dari kesehatan fisik maupun rohani. Pendek kata, puasa menuntun manusia sehat jiwa, dan sehat raga. Keberhasilan puasa, akan terlihat jika kita mampu menjaga prilaku puasa, setelah Ramdhan berlalu, yakni melalui ibadah puasa sunnah yang diajarkan Rasulullah, seperti puasa Syawwal, puasa senin kamis, puasa pertengahan bulan (ayyamul bith) 13,14, dan 15, atau puasa Daud.

Dalam berpuasa, tentu yang dituntut bukan hanya puasa secara lahir, namun kita juga harus mampu berpuasa secara bathin, yakni menjaga hati dan semua pancaindra kita dari sesuatu yang dilarang Allah. Jika jiwa kita sehat, apalagi jasmani kita. Jadi tradisi puasa ini adalah salah satu solusi terhindar dari sakit.

Untuk menghidari kegagalan puasa Ramadhan marilah kita lanjutkan mengerjakan tradiri Ramadhan, dengan puasa sunnah seperti yang diajarkan baginda Nabi kita Muhammad SAW.

  1. Ibadah Malam

Keistimewaan Ramadhan terletak pada dimensi ibadah malamnya atau disebut qiyamul lail. Bahkan Allah mengampuni dosa kita, jika kita mampu tegak berdiri, beribadah di malam malam Ramadhan. Kita akan berhasil puasanya, jika usai Ramadhan kita mampu mempertahankan melakukan ibadah malam, baik sebelum tidur maupun setelah tidur atau yang dinamakan shalat tahajjud.

Kebiasaan shalat malam seperti tarawih atau tahajjud, sebenarnya bekal kita untuk terbiasa shalat malam di 11 bulan mendatang. Jika kita mampu istiqamah ibadah malam, maka kita mendapat kemuliaan atau maqam yang terpuji, baik di hadapan Allah maupun dimata manusia (surah Al Isra : 17 : ayat 97)

  1. Qiratul Quran

Pesona keindahan Ramadhan sangat terlihat dari kilauan cahaya Al Quran yang turun pada malam Ramadhan. Bahkan Ramadhan satu satunya bulan yang digandengkan dengan Al Quran (2 : 184). Dan karena itulah Ramadhan disebut syahrul quran, bulan Quran. Untuk itu, umat Islam berlomba-lomba membaca, dan mengakaji kehebatan kandungan Quran pada bulan Ramadhan.

Beragam cara kita berinteraksi dengan Al Quran, baik melalui tadarus, kajian tafsirnya, maupun kegiatan tadabbur Al Quran. Namun sayang biasanya, animo sebagian kita dalam mendekati Al Quran ini, tensinya menurun, grafik spiritnya jatuh pada level terendah, bahkan al Quran tak pernah disentuh dan dibaca kembali, ketika usai Ramadhan.

Apakah ini bentuk kegagalan kita dalam menyerap misi Ramadhan dalam jiwa kita? Jawabannya, iya. Karena kita telah gagal memelihara pesan Ramadhan.  Untuk itu, mari kita kembali kepada Al quran melalui kegemaran membaca Al Quran dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Agar kita tidak  gagal, maka teruslah perbanyak membaca Al Quran, dimanapun kita berada, terutama dirumah-rumah kita. “ Terangilah rumahmu dengan shalat dan bacaan Quran ” demikian sabda Nabi Muhammad SAW, yang mesti kita amalkan. Apa manfaatnya? Manfaatnya, Alquran tak hanya menjadi huda atau petunjuk, namun memberikan kebaikan sampai di akhirat nanti.

Dan kelak menurut Nabi, bacaan al Quran kita, akan memberikan syafaat dihari kiamat. Untuk itu, ayo kampanyekan gerakan cinta al Quran, dengan cara mengajarkannya, belajar membaca Al Quran,  mendengarkan, membaca, menghayati, mengamalkan, dan menghafalkannya.

“Hidup dalam bayang-bayang Al Quran itu nikmat, tidak  ada yang tahu, kecuali bagi yang merasakannya”       

  1. Sedeqah

Ramadhan tidaknya menjalin hubungan dengan Allah secara vertikal tapi juga membangun hubungan horizontal, dengan sesama. Hubungan dengan sesama, dilakukan melalui pintu zakat, infak maupun sedeqah. Pada bulan Ramadhan, kita banyak memburu pahala dengan berlomba-lomba mengeluarkan harta demi membantu sesama. Kebiasaan baik ini, harus terus berlanjut hingga 11 bulan mendatang. Jika kita memiliki kelebihan reski, berbagilah pada kaum tak punya, karena kebiasaan ini, dapat menyuburkan harta dan membuat hidup kita lebih berkah.

  1. Silaturrahim

Keindahan Ramadhan dapat terlihat dari silaturrahim atau komunikasi yang intens dengan anggota keluarga, dengan tetangga, sahabat, dan berbagai kalangan. Keakraban itu tergambar dari shalat tarawih, tadarusan, buka puasa bersama, bahkan sahur bersama. Pada malam ganjil kita juga menemukan sebagian kita bersama-sama shalat malam secara berjamaah.

Inilah realitas sosial yang penuh dengan kedamainan dan kerukunan dalam bingkai persatuan dan persaudaraan. Usai Ramadhan, kekompakan dan kehormanisan ini harus kita pelihara, agar skat-skat perbedaan  diantara kita,  bukan menyebabkan kita berpecah belah, tapi justru menjadi kekuatan untuk kemajuan kita bersama.

  1. Dzikir

Dalam Ramadhan kita diajarkan banyak berdzikir, baik dzikir dengan beristighfar menjelang berbuka, istighfar saat shalat malam, dan dzikir lainnya.  Setelah Ramadhan kebiasaan ini harus tetap menjadi kebiasaan, agar hati kita terus sehat, karena mendapat asupan gizi melalui dzikir kepada Allah SWT.

Kebiasaan berdzikir menjadi barometer, perbedaan antara orang hidup dan yang mati. Jika kita ingin dikatakan hidup dihadapan Allah yuk, lazimkan dzikir kepada Nya. Orang  yang tak berdzikir, maka ia seoalah-olah mati bagi Allah.

Dan dengan dzikir inilah yang dapat membuat ketenangan dalam jiwa (Arra’du :13 : 28). Dan tradisi berdzikir ini ialah kebiasaan orang yang beriman, yang selalu memperbanyak ingat kepada Allah  di waktu pagi dan petang (Al Ahzab :33: 41-42)

Enam kebiasaan Ramadhan ini, tidak akan membekas dalam jiwa, jika kita tidak istiqamah dengan menjaga, merawat dan memelihara semangat Ramadhan dalam jiwa kita. Kita harus meramadhan hati kita sepanjang hayat, agar hidup kita menjadi lebih bermakna dan bertakwa.

Lalu apa yang mestinya kita lakukan supaya kebiasaan tradisi ibadah Ramadhan itu, benar-benar menjadi prilaku / habit kita? Berikut  trik atau kiat-kiatnya sebagai berikut :

  1. Kita harus kommitmen untuk istiqamah atau tetap dalam pendirian dalam ibadah, dengan tetap menjaga dan memelihara kebiasaan Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang istiqamah, maka ganjarannya, Allah utus malaikat kepada kita, untuk menghilangkan kekhawatiran, kegundahan, kerisauan dan rasa takut dalam jiwa, dan Allah sediakan surga bagi orang – orang yang istiqamah. (Fusshilat : 41 : 30)
  2. Menurut teori prilaku, kebiasan bersikap itu akan menjadi karakter, menjadi tabiat, menjadi watak, jika dilakukan 40 hari lamanya. Masa 40 hari waktu minimal membentuk mainset, dan membentuk akhlak.

Jika kita telah menjalankan tradisi Ramadhan selama 30 hari, maka tambahlah 10 hari lagi usai idul fitri, tanpa putus. Artinya satu hari setelah 1 Syawwal kita puasa sunnah syawwal, dilanjutkan puasa sunnah lainnya atau mengganti puasa yang ditinggalkan.  Kemudian, ibadah qiyamul lail, qiratul  quran, sedeqah dan dzikir, hendaknya tetap diteruskan 10 hari hari mendatang.

  1. Guru pondok pesantren saya, KH M. Abdul Hamid Marzuki, pimpinan ponpes Walisongo, pernah berpesan, jika kita mau amaliah Ramadhan tetap menjadi kebiasaan kita, maka lakukan jurus “dipaksa, terbiasa, bisa, dan luar biasa”.

Penurunan ibadah pasca Ramadhan memang dipengaruhi oleh berbagai godaan dunia, maka melawan itu semua, dimulai dengan dipaksa untuk tetap beribadah walau dalam kondisi malas. Setelah itu mulailah dikerjakan secara kontinu, maka kita akan mulai terbiasa, dan seterusnya menjadi bisa atau menjadi pola kebiasaan/habit.  Efeknya adalah jika sudah istiqamah, maka kita berada pada fase luar biasa, dimana kita akan menikmati lezatnya ibadah, dengan memperoleh ketenangan dan kebahagiaan bathin yang tiada tara.

Semoga kita dapat terus memelihara pesan atau tradisi Ramadhan sampai akhir hayat kita.  Jangan pernah kita menyerah untuk menjaga pesan itu. Sekali kita menyerah dan mulai meninggalkan tradisi itu, maka level iman dan ketakwaan kita mulai turun, jika sudah turun maka kita akan mudah larut dalam kenikmatan dunia dan melupakan tujuan hakiki kita yakni kebahagiaan akhirat. Jika itu terjadi, kita siap – siap, akan menerima azab buruk dari Allah, baik di dunia maupun diakhirat.

Untuk itu, marilah kita jaga hati kita yang sudah suci ini, dengan tetap menjadikan tradisi Ramadhan menjadi kebiasaan kita di 11 bulan mendatang. Dengan cara meramadhan hati sepanjang hayat, agar ketakwaan kita tetap stabil pada puncaknya, sehingga pada saatnya Allah akan turunkan keberkahan dari langit dan bumi (al A’raf : 7 : 96). Dan balasan Allah bagi orang bertitel takwa, ialah, dengan memberikannya fasilitas kemudahan berupa solusi dari segala persoalan dan kesulitan hidup, dengan terus mengalirkan reski dari jalan yang tak disangka-sangkanya. (Atthalaq 65 : 2-3)

Dan faidah kita yang telah menjaga tradisi Ramadhan ini, kelak akan menjadi bekal kita di akhirat nanti, dimana tidak manfaat apa yang kita punya, kecuali takwa, yakni mereka yang memiliki qalbun salim (hati yang selamat), yakni hati yang terus taat pada Allah, yang mencintai ibadah kepada Nya, dan tak lepas dari dzikir kepada Nya. (Asyu’ara : 26 : 88-90).(jejakrekam)

Penulis adalah  Rohaniawan RSUD Ulin dan Rumah Sakit Siaga.

  • Sedang menyelesaikan studi akhir S3
  • Ketua Majelis Taklim Al Muhajirin Alamanda Kota Citra Graha
  • Muballigh / dai
  • Pengurus Ponpes Walisongo Banjarbaru
  • Ketua kerohanian AMPI Kalsel
  • Jamiyah Manakib Syekh Abdul Qodir Jeilani
  • Jamiyyah Majelis Tahfidz Baital Hikmah Banjarbaru.
  • Pengurus DPD BKPRMI Kota Banjarbaru.
  • Pengasuh program Cahaya Kalbu Banjar TV.

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.