Islam Solusi Tuntas Pendidikan Generasi

Oleh : Irma Sulaiman

0

SALAH satu persoalan pelik yang dihadapi oleh masyarakat, selain ekonomi dan politik adalah persoalan pendidikan. Ketika tawuran antar pelajar marak terjadi di berbagai kota, ditambah dengan sejumlah perilaku mereka yang sudah tergolong kriminal sebagaimana aksi geng motor diberbagai kota besar bahkan berujung kematian, penyalah gunaan narkoba, meningkatnya aksi seks bebas di kalangan remaja.

PENDIDIKAN ini nampak pada UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab A tentang jalur jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 bunyinya “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejurusan, akademik, profesi, adrokasi, keagamaan dan khusus” terlihat antara pendidikan agama dan pendidikan umum dimana pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama dan pesantren dikelola oleh Kementerian Agama.

Sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah dan kejuruan dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan kini perguruan tinggi di bawah Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (IPTEK) dilakukan Kemendikbud dan Kemenristekdikti, dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama yang masing-masing berdiri sendiri. Sementara pendidikan karakter yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan disini justru kurang tergarap secara serius. Agama tetap mendapat tempat tetapi, dengan perannya yang sangat minimal, bukan menjadi landasan dan rujukan dari seluruh aspek.

Di sisi lain, pengajaran agama dan persoalan keagamaan digarap dibawah naungan Kementerian Agama, terkesan pendidikan Islami identik dengan pengajaran agama Islam saja. Adanya pesantren yang dalam banyak aspek acap dipuji sebagai sebuah bentuk pendidikan Islam alternatif, dalam perspektif ini sungguh makin mengukuhkan dikotomi pendidikan itu.

Pendidikan yang sekuler –matrealistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains teknologi melalui “pendidikan umum” tapi kebanyakan gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan tsaqofah Islam.berapa banyak lulusan pendidikan umum yang tetap saja “buta agama” dan rapuh kepribadiannya? Sementara mereka yang belajar d ilingkungan “Pendidikan Agama”, memang di samping menguasai tsaqofah  Islam.

Secara relatif sisi kepribadiannya tergarap baik, tapi disisi lain buta terhadap kemajuan zaman serta perkembangan sains dan teknologi akhirnya sektor-sektor modern (industri manufaktur, perdagangan dan jasa) masih diisi oleh orang-orang yang relatif awam terhadap agama karena orang-orang yang mengerti agama terkumpul di dunianya sendiri (madrasah, dosen/ guru agama, Kemenag) tidak mampu terjun di sektor modern.

Di sisi lain pendidikan sekuler-matrealistik terukur serba materi, disadari atau tidak berkembang penilaian bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikkan investasi yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan, agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual,  nilai transendental dirasa tidak perlu atau perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan.

Berbagai permasalahan pendidikan yang ada menuntut adanya penyelesaian sesegera mungkin, tapi lebih dari itu yang dibutuhkan adalah solusi yang fundamental yakni dengan mengubah paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma pendidikan islam yang menjadi pondasi disini adalah Akidah Islam yang tidak mengenal adanya dikatomi pendidikan umum dan agama. Bagaimana Akidah Islam mampu memunculkan berbagai pemecahan permasalahan yang bukan hanya masalah pendidikan, pelaku pendidikan bahkan sitem yang lain misalnya sistem ekonomi, politik, pergaulan dan lainnya.

Sistem pendidikan sekuler dan matrealistik merupakan bagian dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler aturan-aturan, pandangan, nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.

Agama Islam sebagaimana dulu pengertian barat hanya di tempatkan dalam urusan individu dengan Tuhannya saja. Maka, ditengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang upoltunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragam yang sinkretistik termasuk pendidikan dengan paradigmanya yang metrealistik.

Pendidikan dalam Pandangan Islam

Pendidikan dalam pandangan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur serta sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdulullah dan khalifah Allah di muka bumi. Pendidikan harus nampak bagian yang tak terpisahkan dari sistem hidup islam. Sebagai bagian integral dari sistem kehidupan islam.

Sementara sub-sub sistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan pendidikan itu sendiri anak didik (pelajar/mahasiswa), kurikulum, tenaga, pendidikan, pengajar dan pelaksana, untuk mewujudkan generasi yang berkualitas.

Selanjutnya, dari hasil pendidikan ditambah literasi, sistem pendidikan memperoleh umpan balik yang dapat dijumpai untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses pendidikan. Dengan demikian diketahui kesinambungan tujuan pendidikan dalam setiap jenjang pendidikan sekolah (formal) sangatlah penting dan itu akan mempengaruhi kemampuan anak didik dalam menjalani proses pendidikan.

Untuk menjaga kesinambungan proses pendidikan, penjabaran capaian tujuan pendidikan melalui kurikulum pendidikan, dengan guru/dosen dan budaya pendidikan yang mudah.

Kurikulum pendidikan Islam sendiri sangatlah khas, unik, sehingga bertujuan untuk membentuk manusia yang berkepribadian islam, menguasai tsaqofah Islam, menguasai ilmu kehidupan (sains dan teknologi), yang pada hakikatnya merupakan perwujudan dari konsekuensi seorang muslim, yakni bahwa sebagai muslim ia harus memegang erat identitas keislamannya dalam seluruh aspek dan aktivitas kehidupannya. Identitas ini menjadi kepribadian yang tampak pada pola fikir (aqliyah) dan sikapnya (nafsiyyah) yang dilandaskan pada ajaran Islam.

Pada prinsipnya ada tiga langkah untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian islam pada diri seseorang sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Pertama, menanamkan aqidah islam. Kedua, mengajaknya bertekad bulat untuk senantiasa menegakkan bagaimana cara berfikir dan perilakunya diatas pondasi ajaran islam semata. Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan cara membuka semangatnya untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqofah islamiyyah dan mengamalkan serta memperjuangkan dalam seluruh aspek kehidupan sebagai wujud ketakwaan kepada Allah SWT dan wujud ketaatan itu adalah ikhlas.

Dalam sistem Islam masyarakat merupakan salah satu elemen penting penyangga tegaknya sistem selain terwujudnya ketakwaan individu dan keluarga, serta keberadaan negara sebagai pelaksana syariat Islam. Masyarakat berperan mengawasi anggota masyarakat lain dan penguasa dalam pelaksanaan hukum syariat Islam. Masyarakat islam akan terbentuk dari individu-individu yang dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran, dan peraturan islam tadi yang mengikat mereka sehingga menjadi masyarakat yang solid.

Lebih dari itu masyarakat islam memiliki kepekaan indera bagaikan pekanya anggota tubuh terhadap sentuhan benda asing. Tubuh yang hidup akan turut merasakan sakit saat anggota tubuh lain terluka, kemudian bereaksi dan berusaha melawan rasa sakit tersebut sehingga lenyap. Dari sinilah amar ma’ruf nahi munkar menjadi bagian yang paling esensial yang sekaligus membedakan masyarakat islam dengan masyarakat lain.

Ketakwaan individu, keluargapun bertaqwa sehingga anggota masyarakat mempengaruhi interaksinya ditengah masyarakat. Seseorang yang berbuat maksiat tidak akan terima melakukan secara terang-terangan, atau bahkan tidak terima melakukan sama sekali. Kalaupun ada yang tergoda untuk berbuat maksiat, ia akan berusaha melakukan secara sembunyi-sembunyi. Begitupun ketika sadar telah melakukan kesalahan ia akan terdorong segera bertobat atas kekhilafannya.

Kisah Ma’iz Al-Aslami dan Ghonidiyah r.a yang langsung menghadap Nabi SAW sebagai kepala negara, ketika itu untuk meminta hukuman sesaat setelah berzina, ini merupakan contoh nyata gambaran dari ketiga ketakwaan individu dalam msyarakat.

Dari sinilah akan lahir generasi unggul yang tak hanya menguasai sains, teknologi saja tetapi juga akan mampu dalam pemahaman ilmu-ilmu Islam yang akan membentengi mereka dari berbagai akhlak yang buruk dan dalam politik pendidikan Islam yang berbasis akidah tanpa dikatomi ini telah terbukti berhasil melahirkan ribuan ulama sekaligus ilmuwan pada berbagai disiplin ilmu.

Pada masa kejayaan (khilafah) Islam, sebutlah di antaranya Ibnu Sina (seorang ahli kedokteran yang buku-bukunya terus dijadikan referensi oleh para ilmuan Barat), Al Khawarizmi (seorang penemu angka nol), Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Al Haitsami dan lainnya.  Mereka adalah ilmuan sekaligus ulama dan mereka ada di generasi terdahulu yaitu generasi takwa. Wallahu a’lam.(jejakrekam)

 

Penulis adalah Ibu Rumah Tangga

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2018/06/12/islam-solusi-tuntas-pendidikan-generasi/,solusi pendidikan dari sudut pandang islam

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.