AJI Balikpapan Prihatin atas Kematian M Yusuf, Dukung Komnas HAM Bentuk Tim Investigasi

0

ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan menyatakan dukacita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Saudara Muhammad Yusuf, jurnalis media online Kemajuan Rakyat (kemajuanrakyat.co.id) di Kotabaru, Kalimantan Selatan.  Kemudian, AJI Balikpapan mendoakan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.

KETUA AJI Kota Balikpapan Devi Alamsyah dalam pernyataan sikapnya melihat topik berita yang ditulis almarhum M Yusuf tercermin keberanian yang luar biasa.

“Almarhum memberi suara bagi yang tidak bisa bersuara dengan mengabarkan peristiwa-peristiwa yang tidak setiap media dengan mudah memuatnya. Kami sangat menghormati upaya mendiang tersebut,” ucap Devi Alamsyah kepada jejakrekam.com, Selasa (12/6/2018).

Sebab itu, menurut dia, meninggalnya M Yusuf di RSUD Kotabaru saat masih berstatus tahanan dan terdakwa dalam kasus pencemaran nama, sebab berita-berita yang dibuatnya sungguh membuat AJI Balikpapan turut prihatin.

“Terlepas dari kualitas berita dan hal yang menyebabkan saudara Yusuf menjadi terdakwa dan ditahan, AJI Balikpapan mendukung upaya Komnas HAM yang membentuk tim investigasi untuk mengungkap fakta-fakta dari kasus meninggalnya Saudara Yusuf tersebut,” tegas Devi Alamsyah.

Pria yang juga sehari-hari menjabat Manager Iklan Kaltim Post Group ini mengatakan AJI Balikpapan juga sangat memahami apa yang disampaikan Dewan Pers dalam rilisnya mengenai kasus ini.  “Aparat hukum sampai sejauh ini sudah mengikuti prosedur yang seharusnya, di mana polisi meminta pendapat Dewan Pers dalam kasus saudara M Yusuf, sebelum menentukan jalan perkara,” ucap Devi Alamsyah lagi.

Hal ini, menurut dia, sesuai dengan nota kesepahaman antara Kapolri dengan Dewan Pers, di mana bila ada kasus yang disebabkan atau berkenaan dengan pemberitaan maka polisi pertama-tama akan berkonsultasi dengan Dewan Pers, selanjutnya Dewan Pers akan menelaah berita yang dipersoalkan dan akan memberikan kesimpulannya.

Masih menurut Devi, Dewan Pers juga dengan bersandar kepada Kode Etik Jurnalistik dan profesionalisme jurnalis,  kemudian melakukan penelitian dan telaah yang mendalam mengenai berita-berita yang dipersoalkan dalam kasus Muhammad Yusuf, dan sudah pula membuat kesimpulan yang dapat dibaca pada rilis tersebut.

“AJI Balikpapan juga menyerukan agar kawan-kawan jurnalis bekerja dengan profesional, terutama dengan mematuhi panduan yang diberikan Kode Etik Jurnalistik.  Satu tanda profesionalisme itu adalah jurnalis  bekerja untuk kepentingan umum,” cetus Devi Alamsyah.

Kemudian, ungkap Devi, jurnalis juga bekerja untuk memenuhi hak asasi publik untuk tahu untuk kesejahteraan dan kemashlahatan bersama, bukan untuk kepentingan golongan tertentu yang dicirikan dengan berita yang faktanya diuji (cek dan ricek), meliput dan memberi porsi yang sama pada pihak-pihak yang menjadi obyek liputan (konfirmasi), dan tidak menghakimi—sebab tugas jurnalis adalah pemberi kabar, bukan hakim.

Dalam kesempatan itu, Devi Alamsyah juga menjelaskan bahwa AJI Kota Balikpapan adalah organisasi profesi jurnalis otonom di bawah AJI Indonesia. AJI Balikpapan memiliki anggota yang tersebar tidak hanya di Balikpapan, Kalimantan Timur, tetapi juga ada di Samarinda, Bontang, hingga Nunukan di Kalimantan Utara, dan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

“Saat ini, sedang dipersiapkan pembentukan AJI Biro Banjarmasin dan AJI Biro Samarinda. AJI memperjuangkan kesejahteraan jurnalis melalui jalur profesionalisme dan independensi,” tegas Devi.

Menurut dia, peningkatan profesionalisme itu di antaranya dengan mengadakan uji komptensi jurnalis secara berkala dan sejumlah pelatihan keterampilan jurnalistik dengan bekerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten.

“AJI percaya, hanya dengan profesionalisme yang baik, tugas-tugas jurnalis sebagai pilar demokrasi yang keempat, mengawasi pelaksanaan amanah kekuasaan dari rakyat, dapat dikerjakan dengan benar,” pungkasnya.

Senada Devi,  MPO AJI Balikpapan Novi Abdi juga mengungkapkan dalam kasus pemberitaan yang menyeret wartawan M Yusuf, sepatutnya pimpinan redaksi yang bertanggungjawab, bukan wartawannya.(jejakrekam)

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.