Galuh Cempaka Beroperasi Lagi di Banjarbaru, Ini Catatan dari Walhi Kalsel

0

RENCANA aktivitas pertambangan intan alluvial dan pabrik pengolahan intan PT Galuh Cempaka dengan areal konsesi 2.944 hektare, dengan kapasitas produksi 865.947 karat kembali di Kelurahan Palam dan Kelurahan Bangkal, Kecamatan Cempaka dan Kelurahan Guntung Manggis, Kecamatan Landasan Ulin, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, kembali digodok.

HIDUPNYA kembali aktivitas PT Galuh Cempaka ini setelah melakukan pembaharuan kontrak karya generasi ke-7 seluas 7.470 hektare mengacu ke Keputusan Presiden Nomor B.53/Pres/I/1998. Pembahasan draft dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan penyusunan draft dokumen Andal RKL-RPL dilakukan Tim Teknis Komisi Amdal Kota Banjarbaru dengan melibatkan sejumlah pihak berlangsung di Aula Gawi Sabarataan Setdakot Banjarbaru, Kamis (7/6/2018).

Ketua Tim Komisi Amdal dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarbaru Gusriansyah, mengundangkan sejumlah akademisi, elemen masyarakat termasuk aktivitas lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel. Usai pembahasan teknis, dilanjutkan dengan tinjauan lapangan lokasi konsesi tambang PT Galuh Cempaka yang berada di dua kecamatan di Banjarbaru.

“Memang, kunjungan lapangan sangat sebentar dilakukan di lokasi tambang yang akan digarap PT Galuh Cempaka,” ucap Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono kepada jejakrekam.com, Kamis (7/6/2018).

Ada beberapa catatan yang diberikan Walhi Kalsel. Menurut Kisworo, pemerintah dan perusahaan tambang perlu mengakui wilayah kelola rakyat (WKR), apalagi masih banyak warga di lokasi tambang justru legalitas lahannya belum kuat. “Kami menyarankan agar bisa menggunakan program nasional tanah objek reforma agraria (TORA),” ucap Kisworo.

Menurut dia, luas wilayah PT Galuh Cempaka juga harus diperjelas dan segera dilakukan tata batas dengan WKR. Jadi, kata Kisworo, harus ada penciutan dan kejelasan luasan, apalagi dalam dokumen luasan PT Galuh Cempaka ada 7.470 hektare, 3.920 hektare, dan 2.944 hektare.

“Kami melihat dampak lingkungan yang dulu sampai sekarang belum jelas penyelesaiannya, mengapa harus bikin amdal baru lagi?” cecar sarjana pertanian Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

Kisworo juga mengingatkan sistem cara menambang dengan bor yang masih pertama di dunia, tentu harus betul-betul dijadikan acuan untuk melakukan antisipasi dampak negatif. “Sebab, di lokasi PT Galuh Cempaka itu ada para petani, perikanan, pengrajin purun, pemukiman dan lainnya. Jangan sampai aktivitas tambang justru mengganggu dan merusak tatanan ruang hidup rakyat yang sudah ada,” tegas Cak Kiss-sapaan akrab aktivitis berambut gondrong ini.

Ia juga mengingatkan belajar dari pengalaman sebelumnya, PT Galuh Cempaka dalam perekrutan tenaga kerja jangan hanya tenaga kerja kasar. “Kami berharap PT Galuh Cempaka bisa menjaga kawasan di tempat itu, jangan sampai menganggu Handil Kiayi, Handil Bamban, dan Handil Gantung,” tuturnya.

Cak Kiss juga mengingatkan agar PT Galuh Cempak harus tetap patuh dan tunduk dengan aturan yang ada serta menghormati kearifan lokal. “Untuk itu, PT Galuh Cempak harus tetap memperbaiki dan menyempurnakan dokumen amdal. Dalam masalah, Walhi Kalsel akan selalu mengawal proses ini,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.