Menguak UU Anti Teroris, Membidik Siapa?

Oleh : drg Soffy Wineta

0

JAWA Timur gempar, menjelang bulan Ramadhan 1439 H ini serentetan aksi bom bunuh diri menghentak di beberapa kota. Surabaya, ibukota Provinsi Jawa Timur dilanda teror bom pada 13-14 Mei 2018. Sasaran serangan bom Surabaya itu yakni tiga gereja dan satu kantor polisi.  Ledakan pertama terjadi di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Ngagel Surabaya, Minggu pagi 13 Mei 2018. Selang beberapa menit, bom juga meledak di dua gereja lain, yakni GKI Diponegoro dan Gereja Pentakosta.

PADA malam harinya, giliran Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, Jawa Timur yang jadi sasaran. Sebuah bom meledak di lantai 5 rusunawa itu.  Lalu pada 14 Mei 2018, terjadi juga ledakan oleh pengendara sepeda motor yang mencoba melintas di kantor Polrestabes Surabaya (Liputan6.com, 15 Mei 2018).

Dan gong dari semua aksi pengeboman tersebut adalah diketok palu pengesahan UU Anti Terorisme sebagai revisi dari UU no 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Terorisme pada Jum’at, 25 Mei 2018 walau hanya dihadiri 99 anggota DPR dari jumlah keseluruhan 560 anggota, terhitung yang tidak hadir 461 anggota, sebuah angka yang fantastis (Detiknews).

Anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam masih mengkhawatirkan adanya potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Undang-Undang Antiterorisme.  Choirul mengatakan, kemungkinan pelanggaran HAM terkait motif politik yang berpotensi bersifat subversif. “Orang tiba-tiba ditangkap, tiba-tiba diadili, tiba-tiba ditahan tanpa sesuatu yang jelas. Makanya, kami concern terhadap motif politik ini, bagaimana pengaturannya,” kata Choirul saat ditemui di CIkini, Jakarta, (Republika.com, Sabtu 26/5).

Ketua Setara Institute Hendardi menilai sebelum revisi UU Antiterorisme disahkan, kinerja Ppolri seringkali dipersoalkan berpotensi menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).  Kini dengan adanya revisi, Polri memiliki kewenangan yang besar dalam menindak orang yang dicurigai sebagai pelaku teror.  “Dengan kewenangan preventive justice yang dimiliki Polri setelah RUU Antiterorisme disahkan, maka kekwatiran (melanggar HAM) akan semakin kuat,” ucap Hendardi (Kompas.com, 26 Mei 2018).

Sebelumnya masyarakat disuguhi adanya perlakuan yang semena-mena terhadap santri yang pulang kampung digeledah tas yang dibawa hanya karena santri bawa sebilah belati, juga tuduhan teroris melayang kepada muslimah bercadar yang naik bus dan diturunkan hanya karena tuduhan tak beralasan membawa bom, ditambah juga dengan di Surabaya terjadi pemeriksaan satu persatu jama’ah sholat tarawih di masjid Baiturrahman dalam lingkungan Polrestabes  pada tgl 16 Mei (Aktual.com,17/5/18), membuat tuduhan teroris mengena ke kaum muslimin.

Stigmatisasi terhadap kaum muslim ini menambah ketakutan kaum muslim terhadap agamanya dan tindak saling mencurigai sesama muslim mencuat. Hal inilah yang menyayat hati, rasa ukhuwah yang semestinya dijaga apalagi ketika di bulan suci Ramadhan, ternoda dengan stigmatisasi dan ketakutan yang tidak beralasan antar sesama muslim. Banyak pihak mencurigai ajaran islam sebagai ajaran yang radikal/keras ketika yang dibahas jihad dan khilafah. Dengan alasan adanya bom bunuh diri yang terjadi kemarin bertujuan untuk jihad dan upaya mendirikan negara Islam (ISIS).

Jihad dan khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam yang harus dipahami dengan benar sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW, karena jika dikenal sepintas bisa disalahgunakan untuk kepentingan orang-orang yang memusuhi Islam dengan mencemarkan nama baik Islam itu sendiri.

Jihad adalah salah satu perintah syara’ yang dibebankan kepada laki-laki bhaligh dan mampu ketika sudah nyata penyerangan terhadap kaum muslim seperti kondisi di Suriah, Palestina, Rohingya dan negeri muslim lain yang terdholimi kaum muslimnya. Perintah tersebut berlaku baik ada negara Islam atau belum ada.  Sementara jika sudah ada negara Islam (khilafah) maka jihad merupakan metode penyebaran Islam sebagai Rahmatal lil ‘alamiin dilakukan baik dalam kondisi diserang atau tidak. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Swt :

“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah”.

(TQS.Al-Anfal :39)

“Siapkanlah oleh kalian untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggetarkan musuh Allah, musuh kalian, dan orang-orang selain mereka yang tidak kalian ketahui sedangkan Allah mengetahuinya” (TQS.Al-Anfal :60).

Maka setelah Rasul hijrah ke Madinah dan mendirikan sistem Islam dan beliau menjadi pemimpin, banyak pasukan yang dikirim ke berbagai negeri dalam rangka menyebarka Islam.  Ada 3 tahapan yang dilakukan :

  1. Diseru secara damai, menerima Islam sebagai agamanya dan menjadi bagian dari wilayah negara Islam yang dilindungi harta dan jiwanya
  2. Menolak memeluk Islam sebagai agama tetapi bersedia menjadi bagian wilayah khilafah dengan bukti ketundukannya membayar jizyah (kewajiban bagi orang kafir dhimmi yang dibayar setahun sekali bagi laki-laki bhaligh dan mampu membayar).
  3. Menolak poin 1 dan 2 , maka menunjukkan perlawanan dengan jihad di medan perang, dan yang diperangi adalah pasukan musuh (kaum laki-laki) yang dijumpai di medan perang, sedangkan penduduk sipil, wanita dan anak-anak tetap terlindungi.

Hal ini sangat jauh berbeda dengan opini yang berkembang bahwa jihad merupakan tindakan mengorbankan jiwa orang-orang kafir yang ada tanpa memandang kondisi tempat dilakukan jihad itu sendiri. Inilah kesalahpahaman yang harus diluruskan di tengah masyarakat agar mereka bisa mempelajari Islam secara utuh bukan sepenggal-penggal menurut opini yang tersebar. Juga adanya definisi negara Islam sesuai tuntunan Rasulullah adalah sebuah negara yang berdasar Al-qur’an dan As-Sunnah yang didirikan dengan dukungan umat bukan melalui pemaksaan/tindak kekerasan lainnya.  Hal ini diwujudkan sebagai bukti ketaatan dan keimanan kepada Allah Swt sebagai Sang Pencipta dan Sang Pembuat Hukum dengan mengamalkan hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah secara menyeluruh, tidak dipilah-pilih.

Firman Allah Swt :

“Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan berhati-hatilah terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepadamu. (TQS.Al-Maidah:49)

Keyakinan bahwa Islam Rahmat lil’alaamin membuat kaum muslim tidak terjebak dengan opini dan usaha/makar yang dibuat pihak-pihak yang memusuhi Islam, justru seharusnya menguatkan kesatuan ukhuwah islamiyah dengan mengkaji Islam Kaffah untuk mewujudkan ketaatan kepada Allah Swt. secara totalitas. Wallahu a’laam bisshowab.(jejakrekam)

Penulis adalah  Praktisi Kesehatan, Komunitas Ibu Peduli Negeri, Muarasari, Bogor Selatan

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.