Jihad Antasari Dimulai Saat Ramadhan, Sebuah Epik dari Tanah Banjar

Oleh : Mansyur 'Sammy'

1

BEBERAPA hari Ramadhan telah berlalu dalam dentang jam dan rajutan hari. Masih terdapat kalangan muslim yang menjalankannya berpersepsi Ramadhan identik dengan rasa malas, loyo, lesu hingga kurang semangat. Parahnya lagi, shaum ramadhan dilihat dalam sudut pandang kerja menghambat produktivitas. Persepsi ini tentunya harus dihapus.

BANYAK peristiwa penting Umat Islam yang ternyata justru terjadi di momen indah Ramadhan. Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islamiy Wa Adillatuh, menuliskan banyak kejadian penting yang terjadi pada bulan Ramadhan sepanjang sejarah Islam. Ramadhan identik dengan heroisme, semangat juang dan tekat kuat untuk melakukan hal-hal besar.

Terdapat Perang Badar Al-Kubra, perang penentuan bagi embrio Islam, terjadi pada hari Jumat tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H. Belum lagi peristiwa Fathu Makkah, kemenangan besar umat Islam yang mampu meruntuhkan sistem dan bangunan kesyirikan Mekah. Peristiwa ini terjadi pada hari Jumat tanggal 20 atau 21 Ramadhan tahun 8 H.

Kemudian sebagian rangkaian perang Tabuk justru terjadi pada Ramadhan tahun 9 H. Lalu, Perang Qadisiyah dan perang Buwaib juga terjadi pada bulan Ramadhan. Catatan yang cukup panjang hingga Perang Az-Zallaqah di Andalusia, dimana pasukan Islam pimpinan Yusuf bin Tasyfin mengalahkan pasukan kerajaan Castile yang dipimpin Alfonso VI. Momen ini terjadi Jumat pagi, 25 Ramadhan 479 H.

Demikian halnya dalam perjalanan sejarah Banjar. Ramadhan pun menjadi momentum jihad Pangeran Antasari, ketika Perang Banjar Meletus untuk pertama kali pada hari kamis, 28 April 1859 M atau bertepatan dengan bulan suci umat Islam 24 Ramadhan 1275 H. Dari sinilah narasi sejarah Banjar tertulis, bahwa panji yang dikibarkan Antasari untuk mengusir penjajah adalah satu, yaitu panji jihad fi sabilillah.

Perang Banjar (1859-1905) merupakan salah satu epic perlawanan masyarakat Banjar terhadap kolonial Belanda. Perang Banjar dimulai dengan penyerangan Benteng Oranje Nassau di Pengaron dengan pimpinan Pangeran Antasari.

Perang Banjar dalam versi Belanda akan mencapai titik nadir ketika Pangeran Hidayatullah ditipu Belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian beliau pada hari Minggu, 2 Maret 1862 dibawa dari Martapura dan diasingkan ke Cianjur. Bertepatan dengan awal puasa yakni 1 Ramadhan 1278 H.

Setelah Pangeran Hidayatullah diasingkan, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari. Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan melawan penjajah di wilayah Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka momentum Ramadhan pun dipakai untuk pentahbisannya.

Pada hari Jumat, l 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, Seluruh rakyat, para panglima Dayak, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar; dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi “Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin”. Pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi. Satu kalimat heroik sebagai pembuka momentum ini yakni ketika Antasari memulainya dengan seruan: “ Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!”

Walaupun demikian, pada sisi lain tidak hanya kisah semanis madu yang terukir di bulan Ramadhan dalam narasi sejarah Banjar. Hingga, 33 tahun sebelum dimulainya perang Banjar, ditandatangani perjanjian antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Adam. Perjanjian itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Tatas, Banjarmasin. Lagi lagi momen Ramadhan menjadi pilihan. Perjanjian ini ditandatangani pada Kamis, tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H. Sayangnya bukan kisah manis yang diukir di atas kertas.

Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kesultanan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman. Berdasarkan perjanjian ini maka kedaulatan kerajaan keluar negeri hilang sama sekali, sedangkan kekuasaan ke dalam tetap berkuasa dengan beberapa pembatasan dan Residen berperan sebagai agen politik pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Dengan dasar perjanjian dengan VOC yang terdahulu, dan berdasarkan perjanjian ini, maka Belanda dapat mencampuri pengaturan permasalahan mengenai pengangkatan Putra Mahkota dan Mangkubumi. Hal inilah yang mengakibatkan rusaknya adat kerajaan dalam bidang ini, yang kemudian menjadikan salah satu penyebab pecahnya Perang Banjar.

Selain itu 36 tahun sebelumnya Sultan Sulaiman, Banjarmasin juga pernah mengirimkan surat Gubernur Jenderal VOC, Willem Arnold Alting, juga mengambil momentum Ramadhan. Beliau mengirim surat pada hari selasa yang bertepatan dengan 2 Ramadhan 1206 H. atau 24 April 1792. Isi suratnya membicarakan harga barang-barang yang ditukar antara kedua pihak, serta keluhan bahwa hak Sultan atas separuh cukai tidak mau dibayar oleh Fetor setempat.

Terlepas dari kisah pahit manis,derai tawa dan air mata, yang ada dalam catatan historis Sejarah Banjar, bisa ditarik benang merah bahwa Ramadhan menjadi momentum jihad. Menjadi pemicu untuk berjuang di jalan Allah. Jihad yang bersifat produktif dalam konteks sekarang adalah bagaimana mengisi kemerdekaan dengan potensi yang dimiliki umat. Arah jihad untuk melahirkan kemaslahatan bagi warga Banua Banjar. Baik jihad melawan hawa nafsu, jihad dalam pendidikan, maupun kesejahteraan sosial.(jejakrekam)

Penulis adalah Staf Pengajar Prodi Sejarah FKIP ULM

Sekretaris Pusat Kajian Budaya dan Sejarah Banjar Universitas Lambung Mangkurat

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan

 

 

1 Komentar
  1. Gusti Normaulana berkata

    Koreksi, ; …
    Tertulis,….
    Setelah Pangeran Hidayatullah diasingkan, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari. Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar.

    Menurut Silsilah keluarga, yang benar ‘ Pangeran Antasari adalah Paman dari Pangeran Hidayat.’ demikian informasinya, dan terimakasih, atas tulisan peduli Thdp P.Antasari, Kesultanan Banjar smg bermanfaat.

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.