Membangun Budaya Anti Korupsi di Keluarga

Oleh : Reja Fahlevi

0

TANTANGAN bangsa Indonesia untuk memberangus korupsi masih terus berlajut. Saat ini, sadar atau tidak sadar, korupsi sudah merasuk ke segala sendi-sendi kehidupan bangsa kita. Perilaku dan tabiat ini sangat susah luar biasa ditanggulangi, perlu upaya luar biasa juga untuk memberangusnya dari bumi Indonesia.

DALAM upaya pemberantasan korupsi yang lebih massif dalam perspektif pencegahaan maka perlu suatu formulasi gagasan pembangunan budaya anti korupsi di keluarga. Karena, keluarga merupakan tempat pertama seseorang mengenyam pendidikan dan pondasi awal dalam pembentukan karakter. Ibarat sebuah rumah, bangunan yang pertama kali dibuat adalah pondasi rumah, pondasi yang kuat akan membuat rumah tidak mudah roboh meski diterjang angin kencang.

Di rumah juga merupakan penanaman ideologi seseorang terbentuk pertama kalinya. Oleh karena itu, keluarga menjadi alat yang sangat efektif dan sangat fundamental dalam menumbuhkan budaya anti korupsi di Indonesia.

Bila melihat peran keluarga dalam membentuk karakter seseorang, maka semua anggota keluarga mempunyai andil yang sama. Peran ayah dan ibu sebagai otoritas tertinggi dalam rumah tangga menjadi sangat sentral, terutama peran ibu, karena sebagian waktu anak dihabiskan di rumah. Dari keluarga, penanaman nilai-nilai karakter termasuk di dalamnya nilai kejujuran dan anti korupsi diteladani anak dari perilaku orangtuanya.

Jika ditelisik, sebenarnya ada tiga keprihatinan yang mengemuka, bila melihat berbagai kasus korupsi yang terjadi. Pertama, anggota atau bagian keluarga kini, menjadi bagian dari pelaku kejahatan korupsi. Itulah sebabnya, ada anak dan ayah, ada istri dan anak serta ada keluarga yang bersama-sama melakukan kejahatan korupsi. Kedua, ada banyak pelaku kejahatan yang masih dalam kualifikasi sebagai pemuda, bukan hanya pejabat penyelenggara negara tertentu yang mempunyai kewenangan yang potensial disalahgunakan.

Ketiga, sebagian masyarakat mempunyai banyak istilah, peribahasa, praktik dan kebiasaan yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat yang ternyata punya konotasi sebagai perilaku koruptif.

Bagaimana mungkin upaya pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan melibatkan partisipasi publik secara luas bila tidak dipahami peta dan potret kondisi keluarga serta persepsi dan perilaku mereka terhadap korupsi. Hal ini pula yang menjadi salah satu penyebab ada satu dinasti keluarga yang terjerat kasus korupsi. Bahkan ada kasus sebagian anggota keluarganya sudah dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan korupsi tapi anggota keluarga lainya dari dinasti tersebut, masih tetap dapat terpilih menjadi anggota dewan dan kepala daerah.

Pola Asuh Anti Korupsi

Pola asuh anti korupsi ini lebih lengkap bila diimbangi dengan sikap hidup sederhana meskipun serba ada. Kesederhanaan ini yang menjadi ‘benteng’ bila diserang dengan serangan-serangan uang, karena bila orang bersikap sederhana tentu akan berimbas pada rasa syukur dan cukup terhadap rezeki yang sudah diberikanTuhan yang Maha Esa. Tentu kita tidak meragukan besarnya gaji-gaji birokrat tingkat pusat, dari ratusan juta hingga miliaran tapi kenapa mereka masih saja mau menerima uanghasil korupsi? Jawabanya karena mereka tidak mempunyai rasa syukur dan rasa cukup terhadap gaji dan penghasilan yang sudah mereka dapatkan sebagai abdi negara.

Di dalam kerangka mengoptimalisasi peran keluarga agar dapat aktif melakukan pemberantasan korupsi dalam perspektif pencegahan korupsi maka perlu dibangun suatu budaya anti korupsi. Syarat utamanya adalah lembaga-lembaga anti korupsi seperti KPK harus memiliki informasi berupa pemetaan kondisi kelaurga, persepsinya terhadap korupsi dan perilaku kesehariaanya terhadap korupsi. Informasi dimaksud akan dijadikan referensi dalam penyusunan konsep intervensi Program Pembangunan Budaya Antikorupsi Berbasis Keluarga.

Sebetulnya pada tahun 2014, KPK sudah meluncurkan suatu Baseline Study berupa program yakni Program Penegahan Korupsi Berberbasis Keluarga  di Kota Yogyakarta, Solo dan Bali. Kolega dari Direktorat Penelitian dan Pembangunan KPK telah melakukan kajian yang luar biasa dan sangat menarik. Hasil awal dari kajian telahd itemukan beberapa hal penting, seperti : terindentifikasinya Key Audience Groups, diketahuinya persepsi anggota keluarga terkait korupsi dan KPK, dapat diindetifikasi pola dan metode interaksi dan komunikasi di dalam keluarga sehingga dapat dirumuskan strategi dan metode komunikasi yang tepat untuk membangun budaya anti korupsi melalui keluarga.

Tentu upaya pecegahan korupsi ini tidak akan maksimal jika seluruh elemen penegak hukum, masyarakat dan keluarga tidak saling bersinergi untuk sama-sama melawan dan mencegah tindak pidana korupsi. Langkah di atas merupakan langkah pertama untuk pencegahan yang bisa kita lakukan dengan memulai membangun keluarga anti korupsi.(jejakrekam)

Penulis adalah Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance ULM Banjarmasin

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.