Ada Kuriding, Mengangkat Seni Banjar yang Memudar di Dinding Jalan Tunjung Maya

0

SENI mural bisa menjadi media penyampai pesan moral di ruang publik. Terutama, membenahi wajah kota yang makin semrawut. Seni visual dari goresan jemari telaten ini menciptakan sebuah dinding kosong kini seperti galeri hidup layaknya pameran lukisan, hingga mempercantik kawasan yang awalnya terabaikan.

PESAN moral di dinding pembatas ini pun diwujudkan warga Jalan Tunjung Maya, Kecamatan Karang Mekar, Banjarmasin Timur dengan hiasan lukisan mural. Menariknya, dinding kampung yang kusam telah disulap menjadi pemandangan nan indah. Pesan dari dinding itu punya berlatar belakang kesenian Banjar  yang mulai luntur ditelan arus budaya modern.

Ali bersama warga serta Samad, salah satu  ketua RT di Tunjung Maya pun berinisiatif mempermak dinding jalan yang biasa dijadikan tempat  berkumpul setiap malamnya. Ali dan kawan-kawan pun mengenalkan lagi kesenian Banjar kepada masyarakat, maupun anak-anak yang berada di wilayahnya, agar tak ditelan zaman.

Ali menyakini seni mural adalah media visual terbaik bagi anak-anak usia dini dalam memberikan edukasi. Menurut dia, dengan menyelipkan pesan budaya secara visual dalam mural ini, diharapkan anak-anak bisa mengenal lebih jauh berbagai macam kesenian Banjar.

Dengan menggunakan cat jenis akrilik dalam melukis, pemilik salon Ali Seven ini mengungkapkan, dengan kolaborasi para warga dan beberapa kawannya yang merupakan komunitas seni lukis dari Sanggar Solihin ini ingin memunculkan kembali kesenian Banjar yang mulai hilang.

“Ibaratnya, seperti mengangkat batang yang terendam untuk dimunculkan. Banyak kegiatan kesenian yang belum tentu diketahui generasi sekarang. Maka dari itu, saya meminta komunitas seni lukis di Taman Budaya untuk turut membantu,” ujar Ali kepada jejakrekam.com, Kamis (17/5/2018).

Seniman yang aktif di Sanggar Solihin ini mengimbau kepada pelukis dalam menulis mural ini tidak asal-asalan, dan lebih megutamakan penyampaian edukasi. Ini agar sekolah-sekolah bisa mendatangi tempatnya sebagai ilmu pengetahuan berkesenian di Banjar.

“Seharusnya menggambar hal berkaitan dengan kesenian Banjar sudah hampir punah. Tentunya lebih mengedukasi. Kalau musik panting itu kan sudah familiar, jadi mintanya yang hampir hilang,” kata Ali.

Ia membeberkan, tadinya target pembuatan mural ini diperkirakan selesai sebulan dikerjakan sambil bersantai. Namun, setelah diviralkan oleh warga sekitar, banyak orang berdatangan untuk melihat lokasi tersebut diperkirakan bisa terselesaikan dalam sepekan.

Dengan ketertinggalan generasi sekarang kurang mengetahui kesenian di Banjarmasin, Ali berharap ketika orang melihat mural bisa lebih mengenal kesenian banjar. “Bukan harus mencintai seni, tetapi tujuan saya hanya ingin memperkenal kesenian agar tidak hilang,” katanya.

Senada dengan Ali, seniman lukis Aswin Noor memberikan apresiasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda yang belum mengetahui tentang kesenian. Misalnya, kuriding yang hanya dikenal pada lirik lagu Ampat Lima ciptaan Anang Ardiansyah.

Bagi Aswin, kuriding mulai gencar disosialisasikan, apalagi alat musik tradisional yang terbuat dari pelepah enau ini terdaftar di warisan budaya tak benda (WBTB) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

“Sempat hampir punah. kuriding ini kembali dihidupkan berkat seniman sekaligus budayawan Kalsel Mukhlis Maman yang akrab disapa Julak Larau,” ujarnya.

Pelukis yang aktif di Sanggar Solihin ini berharap suatu saat, masyarakat maupun generasi muda bisa terpancing untuk melihat langsung bagaimana bentuk aslinya dan mau mempelajari lebih dalam mengenai kesenian Banjar. “Kita ini lemah dalam pertahanan budaya. Jadi, banyak kesenian kita telah hilang. Contohnya seni bertutur seperti petik berdongeng, baandi-andi yang sudah tidak ada lagi,” ujarnya.

Lurah Karang Mekar Taufik Natsir mengungkapkan kegiatan yang mayoritasnya dilakoni para seniman ini murni dari dukungan masyarakat yang berinisiatif, tanpa adanya campur tangan pemerintah. Untuk memunculkan kembali kesenian budaya Banjar yang kini mulai hilang, Taufik mengatakan sangat mendukung penuh dengan menciptakan satu penggalian potensi melalui media dinding.

“Tentunya masyarakat kita bisa mengenal bahwa inilah kesenian Banjar yang perlu dilestarikan. Terutama sebagai edukasi bagi anak-anak sekolah,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.