Syakban Berpotensi Digenapkan 30 Hari, Awal Ramadhan Diprediksi Kamis 17 Mei 2018

PIMPINAN Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadhan 1439 atau awal puasa Ramadhan jatuh pada Kamis, 17 Mei 2018. Ormas Islam ini pun memutuskan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1439 Hijriyah pada Jumat, 15 Juni 2018 dan Idul Adha, 10 Zulhijah, akan bertepatan dengan Rabu, 22 Agustus 2018.

BAGAIMANA dengan ormas Islam, Nahdlatul Ulama (NU)? Meski Pengurus Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Kalsel belum terbentuk, namun proses penghitungan awal Ramadhan 1439 Hijriyah sudah dilakukan pengurus periode 2012-2017.

Mantan Ketua LFNU Kalsel periode 2012-2017, Akhmad Syaikhu dalam siaran persnya di grup WA Keluarga Besar NU Kalsel, Senin (14/5/2018) mengungkapkan perlu informasi bagi warga Nahdliyin dan umat Islam tentang akhir Syakban dan masuknya awal Ramadhan 1439 Hijriyah dari segi ilmu falak.

“Berdasar hasil hisab yang kami lakukan, maka ijtimak akhir Syakban 1439 H atau hari ke-29 terjadi pada Selasa Kliwon 15 Mei 2018 M pukul 19:47:39 WITA atau terjadi sesudah matahari terbenam (ijtima’ ba’dal ghurub),” ucap dosen UIN Antasari Banjarmasin ini.

Menurut Syaikhu, berdasar data hisab di lokasi observasi hilal pada 29 Syakban 1439 H/15 Mei 2018 M  pada dua tempat, yaitu di Gunung Kayangan Desa Ambungan Pelaihari Tanah Laut (titik koordinat 3.7167° LS – 114.7513° BT) dan Gedung BPD Banjarmasin atau Bank Kalsel (titik koordinat 3.3257° LS – 114.590° BT).

“Dari data hisab kedua lokasi rukyah itu adalah di Gunung Kayangan. Matahari terbenam pukul 18:15:45 Wita, sedangkan bulan terbenam pada  18:15:09 Wita dengan sudut jarak matahari-bulan (elongation)  4.94 derajat,” kata ahli ilmu falak ini.

Ia menjelaskan matahari dari lokasi observasi terbenam di azimut 288.88 derajat, sementara posisi bulan saat matahari terbenam berada di azimut 283.99 derajat. “Tinggi hilal mar’i  adalah -0.148 derajat  atau masih di bawah ufuk, usia bulan -1.53 jam,” ujar Syaikhu.

Sementara itu, di Gedung Bank Kalsel di Banjarmasin, Syaikhu menjelaskan matahari terbenam pukul 18:16:56 WITA, bulan terbenam pada  18:15:47 WITA, jarak matahari-bulan 4.94 derajat, matahari terbenam di azimut 288.89 derajat, posisi bulan saat matahari terbenam di azimut 283.99 derajat, tinggi hilal mar’i -0.29 derajat, usia hilal -1.51 jam.

Sedangkan, masih menurut dia, dari data hisab secara nasional, NU menerapkan prinsip wilayah al-hukmi  di dalam pemberlakuan hasil rukyah. Yakni, apabila di salah satu titik observasi di Indonesia menyaksikan hilal, maka kesaksian tersebut berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. “Dengan demikian, untuk menganalisis masuknya awal bulan, selain data hisab lokal juga diperlukan data hisab secara nasional,” tutur Syaikhu.

Magister ilmu falak astronomi jebolan Semarang ini mengungkapkan data hisab secara nasional menunjukkan bahwa peristiwa itjimak di seluruh Indonesia terjadi sesudah matahari terbenam. Kemudian, di seluruh wilayah Indonesia bulan terbenam lebih awal dari matahari, artinya ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia negatif, yaitu berkisar pada ketinggian antara -1.64  derajat di Sulawesi Utara dan -0.05 derajat di Pelabuhan Ratu Jabar;

“Sudut jarak matahari dan bulan dari lokasi pengamatan di Indonesia berkisar antara 4.74 derajat  di Sumatera Barat sampai dengan 5.37 di Jaya Pura. Kemudian, usia hilal sejak peristiwa ijtima’ hingga terbenam matahari di Indonesia berkisar -3.35 jam di Merauke dan -0.02 jam di Sabang,” paparnya.

Atas dasar itu, Syaikhu mengungkapkan analisis berdasarkan kriteria Imkanurrukyah MABIMS yakni kriteria imkan al-rukyah yang disepakati Forum Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) menyaratkan untuk rukyah harus memenuhi kreteria kumulatif.

“Syaratnya adalah tinggi hilal minimal 2 derajat, jarak sudut bulan-matahari minimal 3 derajat  atau umur bulan minimal 8 jam (disebut kreteria: 2-3-8).  Data hisab pada 29 Syakban 1439 H di Indonesia menunjukkan bahwa hilal dari aspek ketinggian dan usia bulan tidak memenuhi kreteria imkan al-ru’yah,” ungkap Syaikhu.

Dengan begitu, Syaikhu mengatakan dapat diambil kesimpulan pada15 Mei 2018 bertepatan 29 Syakban 1439 H, berdasarkan hasil hisab posisi hilal mustahil dapat diamati di lokasi observasi  Gunung Kayangan Pelaihari dan Bank BPD Kalsel Banjarmasin, demikian pula dari seluruh lokasi observasi di seluruh Indonesia.

“Dengan posisi hilal mustahil bisa diamati, bilangan bulan Syakban 1439 H sesuai dalil-dalil syar’i yang digunakan dalam manhaj Nahdlatul Ulama digenapkan menjadi 30 hari. Insya Allah, 1 Ramadhan  jatuh pada Kamis 17 Mei 2018,” ujarnya.

Dengan demikian, papar Syaikhu, berdasarkan hisab, hilal itu dapat diamati atau tidak, NU tetap melakukan rukyah pada hari ke-29 Syakban 1439 H / Selasa 15 Mei 2018 M. “NU dalam hal ini tidak dalam kapasitas menetapkan (itsbat) awal bulan Ramadan, namun hanya memberikan  laporan (ikhbar) keberhasilan atau ketidakberhasilan rukyatul hilal. Penetapan awal bulan diserahkan kepada pemerintah RI,” imbuhnya.(jejakrekam)

 

 

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Ruangan komen telah ditutup.