Taman, Penghijauan dan Sungai

Oleh: Akbar Rahman

0

PENELITIAN kenyamanan kota menarik untuk dikupas, agar kita tidak salah kaprah dalam memahami pentingnya green city. Berbagai penelitian tentang kenyamanan kota yang berkaitan tentang aspek fisik pembentuk kota telah dilakukan. Urban Heat Island (UHI) dalam suatu kota benar-benar terbukti adanya. Seperti yang pernah dibuktikan melalui pengukuran termal oleh G. J. Steeneveld, dkk (2011) di Kota Nederlands, dan telah dipublikasikan di Journal Geophysical Research Atmospheres.

TEORI ini disebutkan dalam buku Heating, Cooling, and Lighting oleh Norbert Lechner (2005). Berbagai pembuktian tersebut menyimpulkan bahwa nilai UHI menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap termal kawasan urban dan rural. Semakin ke pusat kota maka termal semakin tinggi termalnya, atau semakin panas. Namun ada fenomena menarik pada skala kota tertentu (bagian kota) memiliki termal yang lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya. Penelitian membuktikan bahwa hal ini disebabkan ‘adanya’ ruang terbuka dan penghijauan di bagian kota tersebut yang mampu menurunkan nilai termal, atau menurunkan panas kota.

Dasar itulah yang menyebabkan kota-kota maju merubah wajah kotanya menjadi ‘green city’ tadi, green bukan berarti memberi warna hijau, tapi dalam makna melakukan penghijauan melalui penanaman pohon-pohon. Paling ekstrim yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Seoul, yang mengalih fungsi jalan menjadi pedestrian ways kota dengan pepohonan dan taman-taman, ruang publik ini dikenal dengan disebut Seoullo 7017, kombinasi antara tahun dibangunnya jalan dan berubahnya jalan menjadi ruang terbuka hijau.

Sebelumnya Kota Seoul juga sukses membuat sungai Cheonggyecheon menjadi landmark baru di kota tersebut. Sungai yang membelah kota ini, tadinya sumber masalah karena kekumuhannya. Melalui penataan dan penghijauan disekitar sungai, membuat sungai ini lebih indah dan menjadi destinasi yang banyak dikunjungi oleh turis yang datang di kota ini.

Penghijauan kota wajib dilakukan untuk mengontrol termal agar tetap pada zona nyaman, dan serial vision yang estetis adalah bonusnya, jika kita mampu menata dengan baik dan benar. Kawasan-kawasan ruang terbuka kota hendaknya ditanami pepohonan. Namun, jika tingkat kepadatan kota sudah sangat tinggi, sehingga ruang terbuka di pusat kota semakin kecil.

Maka, desain ‘green building’ menjadi jawabannya. Bangunan wajib memiliki dan menyediakan ruang untuk vegetasinya, yang juga bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Roof garden, wall garden adalah contoh pilihan bagi seorang perencana bangunan (arsitek). Ditunjang dengan regulasi dan kebijakan pemerintah kota, maka akan mampu mengarahkan para arsitek untuk merancang bangunan dengan memperhatikan konsep green building tersebut.

Berbeda dengan kota-kota yang terletak di 4 musim. Kota-kota di Indonesia memiliki iklim yang spesial yang membutuhkan perlakuan khusus pula. Panas sepanjang tahun dengan kelembaban relatif yang cukup tinggi, rata-rata 75%-85%. Kelembaban yang cukup tinggi tersebut, kita sudah akan merasa ‘gerah’ (uncomfort), meskipun suhu udara tidak begitu tinggi. F.P. Ellis dalam hasil penelitiannya pada tahun 1952 dan Aisyah pada tahun 2015,

keduanya masing-masing dipublikasikan di Journal of Hygiene, Cambridge dan Building and Environment, Volume 109, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, bahwa kenyamanan suhu udara di wilayah iklim tropis lembab berkisar antara 24,5 C-27,5 C. Berdasarkan hasil pengukuran suhu udara di dalam ruangan menunjukkan nilai suhu rata-rata di atas 27,5 C pada siang hari, dan akan lebih tinggi  di ruang terbuka tanpa peneduh.

Faktor iklim yang lembab dan cenderung panas  menyebabkan, orang Indonesia lebih suka beraktivitas di luar ruangan atau rumah, seperti bercenkrama dengan kerabat. Tapi, aktivitas di luar ruangan tersebut harus di bawah elemen peneduh atau naungan. Kenapa harus di luar? tujuannya untuk ‘mencari’ udara yang lebih nyaman, dan lebih ber-angin. Namun seiring perkembangan kebutuhan, pertumbuhan bangunan, menyebabkan kota semakin padat, ruang luar yang tadinya nyaman semakin terdegradasi. Tingkat kebisingan dan polusi udara semakin tinggi sehingga aktivitas di luar ruangan semakin menurun, dan berbanding lurus dengan permasalahan UHI tadi.

Bertolak dari uraian di atas. Hal yang perlu diperhatikan sebelum kita melakukan pembenahan kawasan kota adalah mengetahui esensi permasalahan. Seperti halnya di Banjarmasin dengan 1000 sungainya. Disadari atau tidak, Sungai adalah ruang terbuka kota. Ruang sungai dapat memberikan nilai potensi yang baik, dapat pula sebaliknya. Kecepatan pergerakan aliran angin disekitar sungai dapat memberikan efek iklim mikro yang nyaman pada saat-saat tertentu.

Dengan simulasi termal, menunjukkan UHI sekitar sungai lebih rendah meskipun berada di pusat kota dan akan selalu pada zona nyaman pada ruang-ruang terbuka disekitar sungai yang banyak ditumbuhi pepohonan. Seperti dalam penelitian saya yang berjudul: Analisis of Thermal Comfort SNI 03-6572 in Green Open Space Siring Tendean Banjarmasin-Indonesia yang dipublikasikan oleh Dignified Researchers Publications and Excellence in Research & Innovation, in Paris (2017), menunjukkan penurunan suhu udara dalam skala temperatur efektif sebesar 0,7. Hasil ini cukup signifikan membuktikan UHI ruang terbuka hijau telah merubah iklim mikro kota, yang tadinya panas menjadi kurang panas.

Membuat kota yang ramah bagi warga kota dapat dilakukan dengan membuat ruang-ruang publik yang nyaman bagi warga kota untuk beraktivitas sambil menikmati keindahan kota. Sinar matahari yang terik hingga mencapai 1200 watt/m2 pada kondisi puncak menunjukkan bahwa pilihan kita dalam membuat taman adalah dengan penanaman pohon peneduh yang lebih banyak selain sarana peneduh ketika hujan turun. Taman-taman yang hanya kumpulan berbagai tanaman hias kurang efektif untuk menurunkan UHI atau meningkatkan kenyamanan kota, kecuali hanya sekadar visual.

Dan dengan tingginya radiasi matahari tersebut, maka perawatan tanaman hias cukup sulit, karena harus disiram air apalagi di musim kemarau. Namun berbeda jika taman-taman hias dibuat di bawah pohon-pohon yang rindang.

Bayangan pohon akan menaungi tanaman hias dan aktivitas di bawah pohon akan semakin nyaman (selain termalnya, vistanya juga dapat). Apalagi jika itu dilakukan di tepian sungai: pohon-pohon teduh yang berjejeran di sepanjang jalur pejalan kaki atau bike-track dan kursi-kursi taman dengan peneduh alami atau buatan.

Jadi dari judul di atas, melakukan penghijauan kota harus dimulai dari pemahaman, mengapa kota harus ‘green’? mengerti karakteristik kota penting adanya. Di wilayah Indonesia dengan iklim tropis lembab, tanaman-tanaman hias kurang efektif di tanam di ruang terbuka tanpa peneduh atau terkena sinar matahari langsung, karena intensitas radiasi yang tinggi membuat tanaman hias tersebut gampang ‘haus’. Sungai merupakan bagian kota yang memiliki potensi dalam menurunkan UHI, dan akan lebih maksimal jika dilakukan penghijauan dengan pohon-pohon yang tepat pada tempat yang benar.(jejakrekam)

Penulis adalah Pelajar Urban Design di Saga University Japan

Pengajar di Prodi Arsitektur Fakultas Teknik ULM

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.