Musyawaratutthalibin, Ruh Perjuangan Organisasi Islam Terbesar di Tanah Kalimantan

0

RUH pergerakan berbasis Islam maupun nasionalis di Tanah Banjar sangat kental. Di bumi Antasari ini lahir beberapa organisasi Islam lokal bercorak perlawanan terhadap aksi kolonialisme Belanda dan memupuk semangat kebangsaan. Salah satunya adalah Musyawaratutthalibin atau dalam ejaan tempo dulu Moesjawaratoetthalibin.

ORGANISASI berbasis Islam di era masa pergerakan kebangsaan ini dinilai peneliti sejarah Banjar, Wajidi Amberi adalah terbesar dan pertama kali didirikan para pribumi Kalimantan Selatan.

“Musyawaratutthalibin adalah terbesar karena memiliki anggota dan cabang yang sangat banyak di daerah lain terutama di daerah komunitas Banjar berada seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, pesisir Sumatera seperti Tembilahan, Enok, Sapat dan Kuala Tungkal,” ucap Wajidi Amberi kepada jejakrekam.com, Jumat (4/5/2018).

Atas dasar itu, Wajidi mengatakan cabang organisasi ini sampai ke luar Kalsel, sehingga wajar ketika Musyawaratutthalibin sebagai organisasi nasional seperti halnya Sarekat Islam, NU atau Muhammadiyah.

Ia menjelaskan secara harfiah, Musyawaratutthalibin berarti organisasi para pelajar atau kaum terpelajar yang menginginkan adanya permusyawaratan. “Keinginan itu lahir karena meluasnya percekcokan dalam masyarakat, terutama menyangkut soal-soal agama antara kaum tua dan kaum muda,” papar pria yang juga jebolan sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat ini.

Menurut Wajidi, Musyawaratutthalibin berdiri di Banjarmasin pada 2 Januari 1931. Tokoh-tokoh pendiri seperti Haji Ridwan Syahrani, Haji Majedi Effendi, Haji Amin dan mendapat dukungan dari para alim ulama, guru-guru agama, penuntut-penuntut ilmu di Banjarmasin.

Wajidi menerangkan organisasi ini berpaham keagamaan yang berdasarkan Islam, dan tujuannya sebagaimana tercantum dalam statuten-nya pasal dua antara lain bekerja untuk kesempurnaan umat Islam dengan jalan membangunkan persatuan Islam terutama guru-guru, ulama-ulama, penuntut-penuntut ilmu khususnya dan kaum muslimin umumnya, dan memajukan dan menggembirakan cara hidup dengam mengamalkan segala perintah Islam.

“Ya, seperti kata Haji Ridwan Syahrani pada saat pembentukan organisasi ini bahwa dibentuknya Musyawaratutthalibin ini adalah untuk membentengi paham ahlussunnah wal jamaah dengan mewujudkan dan menggembirakan cara hidup dan kehidupan dengan mengamalkan segala perintah Allah yang sudah umum dikerjakan oleh ummat Islam di Indonesia dengan mazhab Imam Syafii berdasar Quran, Hadis, Idjma dan Qiasy,” tuturnya.

Dengan begitu, masih menurut Wajidi, organisasi ini bermaksud membangun persatuan Islam jelaslah adanya keinginan akan kerukunan dalam beragama oleh masyarakat, maka mulai dari golongan pemuda dan pelajar beramai-ramai memasuki Musyawaratutthalibin.

Dalam perkembangannya organisasi mempunyai cabang yang sangat banyak di Kalimantan Selatan, bahkan sampai ke pesisir Sumatera seperti Tembilahan, Enok dan Kuala Tungkal, di tempat mana terdapat permukiman orang-orang Banjar perantauan.

Adapun cabang-cabang yang sudah berdiri sampai tahun 1936 adalah cabang–cabang Banjarmasin, Kuin, Kandangan, Barabai, Amuntai, Kalua, Samarinda, Balikpapan, Sanga-Sanga Dalam, Kotabaru, Samuda, Senakin, Alabio dan cabang Tembilahan.

Pria yang pernah bekerja di Balitbangda Provinsi Kalsel ini mengungkapkan sampai tahun 1942 organisasi Musyawaratutthalibin melaksanakan beberapa kali kongres yakni Kongres I tahun 1934 di Banjarmasin, Kongres II tahun 1936 di Kandangan, Kongres III tahun 1937 di Amuntai dan Kongres IV tahun 1938 di Balikpapan.

“Hasil Kongres keempat di Balikpapan, selain memperbaharui pengurus baru juga berhasil memantapkan struktur organisasi yang terdiri dari: Pengurus Besar yang membawahi Pengurus Harian dan Pengurus Bagian (Departemen) yang terdiri dari badan-badan yakni Badan Majelis Syar’iy, Badan Majelis Pengajaran dan Pendidikan, Badan Propaganda, Badan Komisi Mengumpul Rancangan-Rancangan Aturan Nasrul Umum, Badan Pengurus Stapeldrukkerij, Badan Pendirian Drukkerij M.Th (Musyawaratutthalibin), Badan Pers Commisie dan Badan Perpustakaan,” urai Wajidi.

Melalui badan-badan itu, Wajidi mengatakan selain bergerak dalam bidang keagamaan juga bergerak di bidang sosial antara lain dengan mengadakan kursus-kursus kerajinan, pemberantasan buta huruf. Bagian terkenal dari organisasi ini adalah badan majelis pengajaran dan pendidikan yang program kerjanya menggiatkan berdirinya sekolah-sekolah.

“Sekolah-sekolah yang dibina oleh Musyawaratutthalibin seperti sekolah-sekolah Safiiyah, Kepanduan Nasrul Umum untuk bidang kepemudaan dan Dawatutthalibin untuk kelompok laki-laki serta Jami’iyyatunnisa untuk kelompok wanitanya yang bergerak di bidang propaganda agama,” sebut Wajidi.

Bahkan, menurut dia, melalui Badan Majelis Proganda yang dipimpin oleh Haji Abdullah Sidiq, melakukan propaganda-propaganda agama dalam rangka menjunjung tinggi Alquran, Hadist, Ijma dan Qiasy serta menolak keras serangan ahlul bid’ah waddhalalah baik di tempat terbuka, di masjid maupun langgar.

Wajidi juga menambahkan usaha Musyawaratutthalibin di bidang agama ditemui pula pada pembentukan kader-kadernya di setiap sekolah “musyawarah” yang terdapat pada setiap cabang-cabangnya di daerah.

Bahkan, di bidang sosial kegiatan Musyawaratthalibin selain dilaksanakan melalui badan-badan juga melalui organisasi seperti Kepanduan Nasrul Umum, Dawatutthalibin, dan Jami’iyyatunnisa. “Mereka melaksanakan kursus-kursus buta huruf, kerajinan tangan, dan mengumpulkan biaya pendidikan bagi anak yang cerdas yang kesulitan biaya, bahkan mengadakan percetakan dan menerbitkan surat kabar yakni “Suara MTh atau Suara Musyawarah” meski tidak lama umurnya,” papar Wajidi.

Terhadap Pemerintah Hindia Belanda, Wajidi mencatat bahwa Musyawaratutthalibin juga mengeluarkan mosi tahun 1938 yang isinya agar bea pemotongan hewan buat aqiqah dan qurban dibebaskan. Mosi itu disampaikan kepada pemerintah, kantor voor Mohammadaan-zaken, Volksraad dan pers Indonesia.

Di bidang pendidikan, perjuangan Musyawaratutthalibin terlihat dari adanya Sekolah Musyawarah yang didirikan di hampir semua cabang organisasi ini. Di samping itu, organisasi ini juga mendirikan sekolah agama yang lain seperti Qismul-Mudarisien di Kandangan dan Normal Islam di Rantau.

Selain itu, masih menurut dia, Musyawaratutthalibin berhasil menyatukan dua perguruan yakni Persatuan Perguruan Islam di Birayang dengan Sekolah Musyawarah, sehingga kerjasama itu dapat meningkatkan mutu kerja guru-guru dan murid di samping hubungan organisasi ini dengan perhimpunan lainnya menjadi lebih erat (jejakrekam)

Pencarian populer:Musyawaratutthalibin nu dan Muhammadiyah
Penulis Didi GS
Editor Ddi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.