Diguyur Hujan Lebat, Drainase Mampet, Pusat Banjarmasin Digenangi Air

0

HUJAN yang mengguyur dengan durasi lebih dari dua jam, membuat sejumlah ruas di Kota Banjarmasin terendam, Rabu (25/4/2018). Terparah justru berada di pusat ibukota Provinsi Kalimantan Selatan, seperti di Jalan Pangeran Antasari, Jalan Pangeran Samudera dan Jalan Lambung Mangkurat dengan ketinggian mata kaki orang dewasa, hingga hampir 30 centimeter.

PANTAUAN jejakrekam.com, di lapangan, ruas Jalan Pangeran Antasari yang sebelumnya drainase telah diperbaiki Pemkot Banjarmasin justru tak mampu menyalurkan limpahan air hujan. Ironisnya lagi, air sudah berbau limbah Pasar Sentra Antasari, hingga menimbulkan bau tak sedap.

“Biasanya, kalau hujan lebat seperti ini, maka ruas Jalan Pangeran Antasari kebanjiran. Air yang merendam ini cukup lama untuk sore. Kalau hujan mulai siang hari, baru sore hari surut,” ucap Syafruddin, warga Banjarmasin kepada jejakrekam.com, Rabu (25/4/2018).

Pria yang sehari-hari berprofesi pengojek ini menduga gara-gara air tak turun dan menciptakan banjir hingga perempatan Jalan Pangeran Antasari-Jalan Kolonel Soegiono itu, akibat mampetnya saluran drainase. “Ini ditambah lagi, air Sungai Martapura dan Sungai Kelayan lagi pasang. Jadi, air tak bisa turun cepat,” kata warga yang tinggal di Komplek Ratu Zaleha ini.

Senada Syafruddin, Husaini yang juga juru parkir di kawasan pertokoan Jalan Pangeran Antasari mengakui tiap kali hujan lebat, maka banjir tak bisa dihindari. “Istilah kita memang calap. Tapi, calap ini sangat lama, apalagi banyak saluran drainase tertutup sampah dan mampet,” kata Husaini.

Menurut dia, jika air Sungai Martapura dan Sungai Kelayan yang menjadi tumpuan pembuangan air  mengalami pasang, maka calap pun berlangsung lama. “Baru surut pada sore nanti. Memang ini cukup menyusahkan warga saat melintas di Jalan Pangeran Antasari,” ucapnya.

Sementara itu, pengamat kota Subhan Syarief mengungkapkan lamanya air surut, apalagi ketika diguyur hujan lebat karena banyak matinya wadah penampung alami air. “Ini merupakan kegagalan kita dalam menjaga sungai. Padahal, sungai merupakan embung atau wadah air alami, sehingga wajar jika air lama surut saat banjir atau calap dalam bahasa Banjar,” tutur kandidat doktor Universitas Islam Sultan Agung Semarang ini.

Subhan yang juga Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kalsel pun area resapan air juga telah beralih fungsi menjadi perumahan dan pertokoan, ditambah lagi pola urukan menjadi pilihan dalam pembangunan ruko dan pusat perbelanjaan.

“Banjarmasin memang butuh kajian komprehensif dan terpadu, dalam membuat sistem drainase. Dengan kondisi yang terus terulang, saya yakin banjir yang akan dialami Banjarmasin akan semakin parah, jika salah mengambil langkah,” imbuh magister teknik jebolan ITS Surabaya ini.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.