Teater adalah Senjata, dan Masyarakatlah yang Harus Menggunakannya

0

SETIAP tanggal 27 Maret, kalangan seniman memperingati Hari Teater se-Dunia. Peringatan ini digagas International Theater Institute (ITI), yang merupakan organisasi teater terbesar di dunia dan berada di bawah UNESCO. Hari Teater se-Dunia mulai dicetuskan sejak 1961 silam.

MISI yang dibawa Hari Teater adalah perdamaian, melalui seni dan panggung pertunjukan. Gustavo Boal pernah mengatakan bahwa “teater adalah senjata, dan masyarakatlah yang harus menggunakannya”.

Kalimat ini seakan menjelaskan bahwa teater adalah sebuah ruang yang mampu menberikan dampak terhadap sebuah keadaan. Pada kenyataan, sebaliknya di ruang yang lebih kecil, seperti Kalimantan Selatan, teater seperti mengalami anti klimaks. Hanya berputar pada sebuah jalur aman dan nyaman melakukan repetisi pertunjukan. Yang berbeda hanya genre.

Tidak hanya teater yang digarap seniman, namun teater kampus dan pelajar juga ikut meramaikan bahkan membentuk ekosistem dan eksistensi kekaryaan yang bisa dijumpai pada setiap akhir pekan, sepanjang tahun.

Hal ini menjadi pertanyaan besar kemudian, apakah sudah kehilangan nalar dan perspektif terhadap ruang kekaryaan teater? Atau apakah hanya sekedar ingin menghadirkan euforia pragmatis tanpa dampak setelahnya?

Terkait hal itu, pada Forum #6 NSA Movement berharap seluruh kalangan diminta berwakaf pikir tentang ide, konsep, dan konteks teater di Kalimantan Selatan. Rencananya, Forum #6 digelar pada Rabu (25 April 2018) malam, di Rampa Taman Budaya Kalimantan Selatan, dimulai pukul 20.00 Wita.

Diskusi mengambil tema “Teater adalah Senjata, dan Masyarakatlah yang Harus Menggunakannya”. Pemantik diskusi Edi Sutardi (akademisi dan pelaku teater), serta Muhammad Ramadhani Albanjari (penggiat teater), dengan moderator Ahmad Hafiz (Dapur Teater Kalimantan Selatan).(jejakrekam)

Penulis Andi Oktaviani
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.