SK Pencabutan Izin Sebuku Group ‘Rontok’, Kuasa Hukum Gubernur Nilai Hakim Tak Fair

0

MAJELIS hakim PTUN Banjarmasin yang menyidangkan gugatan PT Sebuku Tanjung Coal terhadap Gubernur Kalimantan Selatan H Sahbirin Noor atas pencabutan izin usaha pertambangan operasi pertambangan (IUP-OP), kembali mengeluarkan penetapan. Majelis hakim yang diketuai Retno Widowati berpendapat SK bernomor 503/121/DPMPTSP/2018, tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk melakukan eksekusi penghentian operasional PT Sebuku Tanjung Coal di lapangan.

DASAR pertimbangan majelis hakim dalam penetapan yang dibacakan Retno Widowati selaku hakim anggota, didampingi dua hakim anggota, Bernelya Nainggolan dan Trisoko Sugeng, menilai pencabutan izin yang dilakukan pihak tergugat (Gubernur Kalsel) tidak berkaitan dengan pembangunan untuk kepentingan umum.

Amar penetapan ini pun didengar kedua belah pihak baik penggugat maupun tergugat, Kamis (19/4/2018), hakim ketua Retno Widowati juga menyatakan pencabutan izin tambang PT Sebuku Tanjung Coal juga bukan hal mendesak, mengakibatkan kerugian bagi penggugat.

Penetapan dair majelis hakim yang menyidangkan perkara bernomor 5/G/2018/PTUN BJM juga senada dengan penetapan perkara pertama PT Sebuku Batubai Coal. Untuk itu, majelis hakim pun memerintahkan agar penetapan ditaati kedua belah, khususnya pihak tergugat dalam hal ini Gubernur Kalsel. Untuk diketahui, PT Sebuku Tanjung Coal memiliki wilayah konsesi tambang seluas 8.990,38 hektare di Pulau Laut Tengah dan Pulau Laut Utara.

Mendengar penetapan dari majelis hakim PTUN Banjarmasin, kuasa hukum Gubernur Kalsel Andi M Nasrun mengatakan kecewa karena hanya mendengarkan pihak penggugat, dengan alat bukti yang disampaikan. “Seharusnya, kalau majelis hakim mau fair, seharusnya alat bukti kedua belah itu didengarkan. Tapi, hanya dalil-dalil yang dipakai hanya penggugat, bukan pihak tergugat,” cetus Asrun.

Pria yang pernah menjadi tim kuasa hukum Jokowi-Jusuf Kalla ini mengatakan jika majelis hakim hanya mempertimbangkan kerugian finansial atau bisnis, maka masyarakat di sekitar areal tambang itu juga merasakannya. “Masalah ini sudah sangat krusial, karena sudah lama masyarakat yang menjadi korban. Kami akan mengajukan alat bukti, agar majelis hakim bisa berpikir dua atau tiga kali. Sungguh, baru kali ini, saya menemukan peradilan semacam ini,” tegas Asrun.

Ketua Forum Pengacara Konstitusi ini memastikan akan melakukan perlawanan hukum, karena terbukti alat bukti yang diajukan pihak tergugat justru tak jadi pertimabngan dari majelis hakim. “Seharusnya, kalau ingin melakukan penetapan skorsing (penangguhan) itu awal, tapi ini proses persidangan sudah memasuki babak akhir. Kami akan mencari celah hukum untuk melakukan perlawanan,” tandasnya.(jejakrekam)

 

Penulis Syahminan
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.