Rotan Irit asal Muara Plantau di Tengah Kelesuan Industri Rotan Kalimantan

0

BERTAHAN di tengah kelesuan permintaan pasar industri rotan dirasakan warga Desa Muara Plantau, Kecamatan Pemantau Kurau, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Meski begitu, pembelian rotan cukup menjanjikan datang dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

KEBANYAKAN warga Desa Muara Plantau merupakan para petani rotan hutan jenis irit yang dipergunakan untuk kerajinan furniture atau mebel. Tak mengherankan, jika keseharian warga di desa tepian sungai beraktivitas membersihkan rotan-rotan yang diambil dari hutan desa.

“Untuk harga rotan atau pekat basah jenis irit dijual rata-rata seharga Rp 2 ribu per kilogram atau Rp 200 ribu per kwintal. Memang, rotan menjadi mata pencaharian utama warga Desa Muara Plantau, di samping mencari ikan air tawar,” ucap Mugni, warga RT 4 Desa Muara Plantau kepada jejakrekam.com, Mingu (15/4/2018).

Ia mengakui awalnya pasokan rotan itu kebanyakan untuk keperluan industri kerajinan lampit di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Namun seiring waktu, ketika kejayaan lampit mulai meredup, ditambah masalah perdagangan akhirnya warga Desa Muara Plantau lebih memilih menjualnya ke Banjarmasin.

“Kebanyakan pembeli datang dari Banjarmasin, terutama dari Pekauman dan Basirih. Mungkin, rotan ini dikirim ke Pulau Jawa atau dibuat jadi bahan kerajinan,” ucap Mugni.

Dia pun menjamin pasokan rotan di Desa Muara Plantau masih tersedia, karena di hutan sekitar desa banyak dibudidayakan warga desa. “Intinya, kami menyiapkan tergantung permintaan. Sebab, setiap keluarga punya pasokan rotan. Ya, sedikitnya ada 10 ton hingga 30 ton,” tutur Mugni.

Menariknya, ketika permintaan rotan sedikit menurun, pada bulan Juli-Agustus, warga memilih mencari ikan air tawar yang potensinya juga tak lah menggiurkan. “Biasanya, banyak para pedagang ikan yang datang ke desa. Mereka membeli untuk dibawa ke berbagai daerah, termasuk ke Banjarmasin,” ujar Mugni.

Sebelumnya, Wakil Ketua Perkumpulan Petani, Pedagang dan Industri Rotan Kalimantan (Pepprika), Amla Ichsan tak memungkiri industri kerajinan rotan seperti tikar lampit terus meredup, tak lagi bisa mengembalikan kejayaan era 1970 dan 1980-an.

Dia menyebut beberapa perusahaan besar yang berdiri di Banjarmasin dan sekitarnya seperti Sam Sega, Chandra Utama, Setia Komando Usaha, dan lainnya yang harus gulung tikar, akibat berbagai kebijakan pemerintah pusat. “Makanya, untuk recovery industri rotan, dari hulu hingga hilir di Kalimantan, khususnya Kalsel dan Kalteng membutuhkan waktu yang panjang,” kata Amal. (jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.