Para Kandidat Jangan Halalkan Segala Cara untuk Menangkan Kontestasi Politik

0

TAHUN politik 2018 yang berlanjut pada 2019 makin memanas. Kontestasi politik pun sudah dimulai, para kandidat dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) terutama di empat kabupaten yakni Tanah Laut, Hulu Sungai Selatan (HSS), Tabalong dan Tapin meski hanya menyuguhkan calon tunggal, mulai terasa hawa politiknya. Tak beberapa lama, akan dilanjutkan pemilihan presiden, anggota DPD, DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten dan kota dalam Pemilu 2019.

DIREKTUR Eksekutif Lembaga Kajian Hukum dan Kebijakan Publik (LKHKP) Kalsel, Muhammad Dedy Permana pun berharap agar para kandidat memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat, sebab dengan begitu akan memacu dan menumbuhkan kesadaran politik pentingnya berdemokrasi di tengah masyarakat.

“Salah satu contoh yang bisa diberikan para kandidat adalah komunikasi politik verbal maupun non verbal yang beretika. Jangan sampai justru memberi contoh untuk melanggar peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku di masyarakat,” ucap Deddy Permana kepada jejakrekam.com, Jumat (6/4/2018).

Alumnis Lemhanas ini mengungkapkan kampanye pemilihan bupati-wakil bupati pada 2018 mendatang memasuki bulan Ramadhan 1439 Hijriyah, sehingga masa mempromosikan diri tak boleh melanggar kekhusyukan umat Islam saat menjalankan ibadah puasa dan lainnya.

“Kampanye di siang hari jangan terbuka makan dan minumnya. Apabila malam hari, jangan sampai menjadi shalat Tarawih menjadi ajang kampanye para calon untuk mencari simpatik pemilih. Kami ingatkan jangan kampanye dengan menghalalkan segala cara,” papar Deddy.

Begitupula, menurut dia, jelang masa pendaftaran calon legislatif (caleg) dalam Pemilu 2019, para kandidat pun akan terus mencari simpatik pemilih. Deddy pun menyebut hal ini sudah terasa, meski belum ditetapkan ternyata gerilya politik sudah berlangsung di lapangan.

“Apalagi, ketika sudah ditetapkan KPU, tentu para calon akan melakukan kampanye. Hal itu bisa saja melanggar hukum dan etika, tentu berdampak pada sistem kepemiluan yang dibangun lebih baik menjadi lepas dari tujuannya,” tutur mahasiswa magister hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

Deddy yang juga aktif di organisasi kemasyarakatan ini berharap para calon tetap menjaga etik dan nilai hukum, sehingga bisa melahirkan para eksekutif dan legislatif yang berkualitas, integritas dan amanah. “Di sinilah, pentingnya pendidikan politik yang baik diberikan para calon di tengah terus tergerusnya kepercayaan publik pada lembaga legislatif dan eksekutif,” cetusnya.

Praktisi hukum ini pun mengungkapkan akan terus mengkampanyekan kepada masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang jujur, berkualitas dan amanah. Bagaimana pun, menurut Deddy, ketika memilih calon eksekutif dan legislatif yang baik, tentu akan membawa perubahan pada sistem kehidupan kenegaraan baik tingkat nasional maupun lokal.

“Kami juga berharap agar KPU dan Bawaslu bersama jaringannya harus proaktif sebagai lembaga penyelenggara dan pengawas menjaga independensi. Sebab, di kedua lembaga ini diamanahkan agar menjaga tercipta pemilu yang baik dan bersih. Sekali lagi, KPU dan Bawaslu harus menjunjungi tinggi independensi sistem kepemiluan, tak boleh berpihak ke satu kelompok pun,” urai sarjana hukum jebolan STIH Sultan Adam Banjarmasin ini.

Menghadapi fenomena politik uang (money politics) yang diyakini makin menggila di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, Deddy pun kembali menekankan agar kesadaran masyarakat terus dibangun, terutama tak memilih calon yang membeli suara dengan uang.

“Masyarakat harus selektif dalam memilih pemimpin. Jika memilih pemimpin yang baik, justru dia akan mampu mengayomi kepentingan masyarakat, bukan berpikir untuk balik modal karena bermain politik uang,” imbuh Deddy.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.