Jika Merugikan Pemkot Banjarmasin, Aset Daerah Lebih Baik Diambilalih

0

DESAKAN agar kerjasama pengelolaan aset milik Pemkot Banjarmasin yang kini dikuasai pihak ketiga atau swasta, ditinjau ulang bahkan bisa dihentikan makin menguat. Pengamat hukum tata negara asal Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Ahmad Fikri Hadin mengatakan jika ternyata aset milik daerah tak menguntungkan daerah, tentu upaya peninjauan ulang bahkan pengambilalihan bisa ditempuh Pemkot Banjarmasin.

FIKRI Hadin mengungkapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, telah mengatur secara detail soal aset daerah yang bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga.

“Dalam ini, kewenangan yang sangat menentukan apakah aset itu dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kepala daerah. Untuk Banjarmasin, tentu kewenangan itu di tangan Walikota Ibnu Sina,” ucap Fikri Hadin kepada jejakrekam.com, Kamis (22/3/2018).

Dengan power yang ada, beber magister hukum jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini, maka seorang Walikota Banjarmasin tentu punya kewenangan apakah akan meninjau ulang bahkan menghentikan kerjasama pengelolaan aset, atau malah memperpanjangnya.

“Dari informasi yang ada, status lahan dengan hak guna bangunan (HGB) yang kini ditempati Mitra Plaza akan berakhir pada 2018. Termasuk, ada beberapa aset lainnya, mengacu ke Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, tentu saja posisi yang paling menentukan adalah seorang walikota,” tutur Fikri.

Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance (Parang) Unlam ini mengungkapkan dalam Pasal 81 Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, bentuk pemanfaatan aset daerah seperti yang lazim berlaku di kota-kota besar dengan tujuan optimalisasi daya guna dan hasil guna berkaitan dengan pendapatan asli daerah (PAD).

“Jadi, secara normatif, memang bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga. Namun, semua itu harus transparan dan bisa mengukur dari butiran perjanjian Pemkot Banjarmasin dengan pihak ketiga dengan kontribusi yang didapat pemerintah kota,” paparnya.

Masih menurut Fikri, dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 telah dilimitasi bentuk kerjasama itu bisa melalui penunjukan langsung atau tender. Hanya saja, kata dia, ketika aset itu disewakan tentu ukurannya adalah pendapatan asli daerah (PAD). “Nah, jika ukurannya PAD tidak sesuai realitas, mengapa aset daerah itu harus disewakan,” cetus Fikri.

Dia juga mengeritik sikap DPRD Banjarmasin yang merupakan representasi suara rakyat justru terkesan tak aktif dalam persoalan pemanfaatan aset daerah. Menurut Fikri, sepatutnya DPRD Banjarmasin bisa melihat apa yang diinginkan masyarakat agar aset-aset daerah dikuasai pihak ketiga ditinjau ulang, ditindaklanjuti dengan sikap politik dan hukumnya. “Kalau misalkan, aset yang dikuasai pihak ketiga kurang bermanfaat bagi peningkatan PAD, tentu harus dievalusi,” ujarnya.

Fikri menegaskan DPRD Banjarmasin pun bisa membentuk panitia khusus (pansus) atau semacamnya dalam menelusuri aset-aset yang telah dikuasai pihak ketiga, sehingga kecurigaan publik selama ini bisa terjawab. “Fungsi dewan sebagai lembaga pengawas seharusnya lebih dipertajam. Nah, ketika publik mendesak agar dievaluasi bentuk kerjasama pengelolaan aset, maka DPRD Banjarmasin harusnya mengagendakan pemanggilan pejabat terkait serta penelusuran aset-aset yang telah dikerjasamakan itu,” tandasnya.

Seperti diketahui, duet mantan anggota DPRD Kalsel Anang Rosadi Adenansi dan Rakhmat Nopliardy mencatat  ada beberapa aset yang telah dikuasakan ke pihak ketiga seperti lahan SPBU di Jalan Jafri Zamzam yang dibayar sewa per tahun, status lahan Mitra Plaza berupa HGB di atas HPL yang akan berakhir pada 2018, bangunan Banjarmasin Trade Center (BTC) di Jalan Pramuka, kawasan Terminal Km 6 dengan status HGB berakir pada 2032.

Lalu, lahan berstatus HGB di atas HPL Hotel Nasa di Jalan Djok Mentaya (bekas bangunan SD Nagasari) berakhir pada 2030, Pasar Sentra Antasari di Jalan Pangeran Antasari berakhir kontrak HPL selama 30 tahun, ruko-ruko di kawasan Kayutangi, Jalan Brigjen H Hasan Basry Banjarmasin dengan HGB di atas HPL, Metro City Banjarmasin, data aset Pemkot Banjarmasin yang diserahkan kepada pengembang (developer), serta data aset yang dikerjasamakan lainnya.

Keduanya meminta agar Pemkot Banjarmasin membuka data soal pengelolaan aset yang patut diketahui publik sebagai bentuk pertanggungjawaban.  “Dengan data yang dibuka, tentu peluang untuk dugaan permainan di bawah meja akan bisa ditekan. Bagaimana pun, aset yang dimiliki Pemkot Banjarmasin pada hakikatnya adalah milik publik,” tandas Anang Rosadi Adenansi.(jejakrekam)

 

 

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.