Tuntutan Semu di Hari Perempuan

Oleh: Nurul Fadhilah, S.Pd

0

JIKA pria bisa maka wanita juga bisa! Begitulah kalimat yang sering kita dengar jika kaum wanita sudah mulai menuntut haknya. Tanggal 3 lalu, sejumlah wanita turut menghadiri Women’s Marchatau Pawai Perempuan yang diadakan di kawasan MH Thamrin, Jakarta. Aksi tersebut mengusung isu kekerasan terhadap kelompok LGBT, perlindungan atas pekerja rumah tangga dan buruh migran, pernikahan anak, kekerasan dalam pacaran, dan perlindungan terhadap pekerja seks (bbc.com3/3/2018).

DI TINGKAT kebijakan, aksi tersebutingin mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Pekerja Rumah Tangga,serta mengkritik Rancangan KUHP yang dinilai bermasalah dengan perluasan pasal soal zina dan larangan distribusi alat kontrasepsi atau pendidikan kesehatan reproduksi (bbc.com3/32018)

Aksi ini merupakan bentuk tuntutan kaum hawa yang ingin diperlakukan sesuai fitrahnya.Dimengerti, disayang bahkan untuk dimuliakan. women’s marchSayangnya banyak propaganda dibalik aksi tersebut. Jika kita melihat, bukan hanya isu feminisme, emansipasi wanita bahkan ada propaganda liberalisme dibalik aksi women’s march lalu.

Isu feminisme itu sendiri semakin menguat dengan maraknya aksi. Jargon mereka yang terkenal adalah the personal is political. Maksudnya adalah pengalaman-pengalaman perempuan dalam ketidakadilan oleh kaum laki-laki yang sering dianggap hanya sebagai masalah personal, pada kenyataannya merupakan masalah politik akibat ketidakseimbangan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki. Mereka juga memprotes eksploitasi perempuan dan peranannya sebagai istri, ibu, maupun pasangan seks laki-laki pada umumnya.

Di samping itu, paham tentang emansipasi wanita terus diluncurkan. Untuk melepaskan diri dari  kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan maju.  Inilah yang akhirnya membuat kaum hawa merasa harus keluar rumah bahkan keluar negeri menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk bekerja memenuhi kebutuhan ekonomi. Meninggalkan anak-anaknya yang harusnya lebih wajib untuk dia didik di rumah.

Padahal banyak dampak yang akan dirasakan anak jika seorang ibu sudah keluar dari ranahnya sebagai ibu rumah tangga. Dari segi pendidikan, sebagian besar anak-anak buruh migran mengalami ketertinggalan secara akademik setelah diasuh oleh dua generasi  lebih tua (bbc.com3/3/2017). Sementara dari segi mental, anak-anak yang ditinggal orangtuanya menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI), banyak mengalami masalah psikologis. Mereka kebanyakan mengalami gangguan emosional, masalah perilaku dan hiperaktif (DetikNews.27/11/2011).

Ditambah lagi paham liberalisme yang terus disuarakan. Liberalisme atau liberal adalah sebuah pandangan filsafat dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebabsan berppikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.

Dalam masyarakat modern,liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi seperti di Indonesia misalnya, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Padahal ketiga paham ini sejatinya menjadi sumber penderitaan bagi kehidupan perempuan. Mengapa demikian?

Paham-paham tersebut adalah paham yang tidak bersumber pada Islam, paham yang tidak menghendaki aturan Allah swt sebagai Pencipta. Allah yang menciptakan laki-laki dan perempuan, tentulah Allah juga yang tau letak potensi masing-masing makhlukNya. Setara tapi tak sama.

Pada hakikatnya laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Yang dengan hak dan kewajiban itupula sesungguhnya perempuan sudah dimuliakan dalam Islam. Tak perlu menuntut lebih!

Fitrahnya perempuan itu melahirkan dan menyusui, yang tidak melekat pada diri laki-laki. Begitu pula halnya kewajiban untuk mencari nafkah. Hanya diwajibkan untuk laki-laki dan sebatas mubah bagi seorang perempuan. Kewajiban menutup aurat misalnya yang selalu dianggap sebagai bentuk pengekangan oleh para aktivis feminis, sesungguhnya juga bentuk penjagaan terhadap seorang perempuan disamping hal tersebut adalah murni bagian dari syariat (perintah) Allah swt.

Kewajiban lain yang Allah berikan kepada perempuan adalah sebagai ummu wa rabbatu albaytyakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Seorang ibu berkewajiban mendidik dan mengurus anaknya. Anak adalah amanah yang diberikan Allah kepada orang tua. Bagaimana seorang anak akan tumbuh menjadi generasi yang akan memimpin peradaban kelak. Tentu menjadi seorang pemimpin haruslah memiliki kualitas diri yang dihasilkan dari seorang guru yang berkualitas pula. Dia lah ibu. Sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Bahkan untuk membekali dirinya, laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menuntut ilmu. Tidak membedakan ia dari golongan mana.

Tidak perlu perempuan menuntut hak lebih untuk menyaingi potensi laki-laki. Karena Allah telah menciptakan makhlukNya sesuai dengan fitrahnya. Yang kelak akan kita pertanggungjawabkan dihadapanNya bagaimana kita menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah Ia berikan. Dan kita tidak akan mempertanggungjwabkan yang tidak menjadi tanggungjawab kita. Maka jalankanlah fitrah kita sendiri.

Dalam sistem demokrasi wajar saja banyak paham yang mendorong kita untuk jauh dari aturanNya, disamping juga minimnya ilmu Islam yang dimiliki kaum muslimin.  Terbukti sistem demokrasi yang mengusung kebebasan tidak menjamin penjagaan terhadap perempuan. Justru semakin membuat jauh dari kemuliaannya sebagai perempuan.

Dari bebasnya ia berbusana, berprilaku dan lainnya.  Malah kriminalitas terhadap kaum hawa semakin meningkat. Pelecehan seksual, pemerkosaan dan pembunuhan terhadap perempuan semakin menjadi-jadi. Bahkan dari segi ekonomi berapa banyak perempuan yang rela banting tulang menggantikan kewajiban suaminya sebagai laki-laki. Padahal negara juga memiliki andil untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya seperti pendidikan dan kesehatan.

Maka sebagai perempuan kita tidak hanya butuh pengakuan bahwa perempuan itu bisa menyaingi laki-laki untuk berbuat sesuatu. Perempuan butuh untuk dijaga dan dimuliakan. Dan itu hanya di dapat dalam penerapan Islam secara sempurna. Menjadi wanita muslimah dengan segala hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya. Karena laki-laki dan perempuan itu setara tapi tak sama! Wallahu a’lam.(jejakrekam)

Penulis adalah Ibu Rumah Tangga/Warga Liang Anggang

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.