Meneladani Semangat Tjilik, Generasi Muda Kalteng Gelar Workshop Musik

0

MENGENANG jasa dan semangat sang pahlawan nasional asal Kalimantan Tengah, Tjilik Riwut yang dilahirkan 100 tahun lalu, tepatnya pada 2 Februari 1918, bisa dengan beragam cara. Sosok pria yang disemati gelar Bapak Pembangunan Kalteng ini tak terlepas dar kiprahnya dalam masa revolusi kemerdekaan, hingga mengisinya dengan derap pembangunan di provinsi baru yang akhirnya berpisah dari induknya, Kalimantan Selatan.

DEDIKASI Tjilik Riwut terhadap perjuangan kemerdekaan, mempertahankan dan mengisinya tak perlu diragukan lagi. Pria kelahiran Kasongan mewakili 142 suku Dayak di pedalaman Kalimantan yang berikrar setia kepada Republik Indonesia di hadapan Presiden pertama, Soekarno di Gedung Agung Yogyakarta pada 17 Desember 1946.

Sebagai bukti kesetiaan Tjilik Riwut terhadap negeri ini, ketika ditugaskan Gubernur Kalimantan Pangeran M Noor dalam operasi bersandikan MN 1001 melakukan penetrasi ke jantung pertahanan NICA-Belanda di Kalimantan Tengah. Tjilik memimpin pasukan penerjun untuk menghimpun kekuataan suku pedalaman Kalimantan untum melawan Belanda, yang berambisi ingin kembali menjajah Indonesia yang telah merdeka sejak 17 Agustus 1945.

Tak mengherankan, aksi pasukan  payung Mohammad Noor (MN) 1001 di bawah komando Tjilik Riwut pada 17 Oktober 1947, diperingati sebagai Hari Pasukan Khas TNI AU. Atas jasanya, dari pangkat seorang mayor yang disandang Tjilik Riwut, akhirnya pria pertama asal Tanah Kalimantan ini pun meraih pangkat Marsekal Pertama Kehormatan TNI AU.

Tjilik Riwut pun sejak kecil sangat cinta dengan alam dan menjunjung tinggi budaya leluhurnya, terutama dari suku Dayak Ngaju. Bahkan, kecintaan Tjilik Riwut dibuktikan lewat aksinya yang tiga kali mengelilingi Pulau Kalimantan baik dengan berjalan kaki, naik perahu maupun rakit. Jiwa patriotism yang begitu kental, akhirnya Pemerintah RI menganugerahkan Tjilik Riwut sebagai Pahlawan Nasional pada 1998.

Semua itu tak terlepas dari pengabdiannya bagi negeri, khususnya Bumi Tambun Bungai. Ketika era kemerdekaan RI, Tjilik Riwut pun meniti karier birokratnya menjadi Wedana di Sampit pada 1950, hingga akhirnya ditunjuk sebagai Bupati Kotawaringin Timur pertama periode 1950-1951.

Lalu, berlanjut sebagai Bupati Kepala Daerah Swantra Tingkat II Kotawaringin Timur, pada 1951-1956. Hingga pada 1957, Tjiliki ditunjuk jadi Residen Kantor Persiapan/Pembentukan Daerah Swantara Tingkat II Kalimantan Tengah yang masih berkantor di Banjarmasin. Sempat duduk di parlemen, Tjilik Riwut akhirnya ditunjuk jadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi I Kalteng pada 1959-1967.

Dari tangan Tjilik Riwut pula, kemudian didesain Desa Pahadut yang semula hutan belantara di tepian Sungai Kahayan jadi ibukota Kalteng yang bernama Palangka Raya. Hubungan Soekarno dan Tjilik Riwut pun makin erat. Itu ketika Soekarno yang pertama meletakkan batu pembangunan Kota Palangkaraya pada 17 Juli 1957, ditandai dengan peresmian monumen atau Tugu Ibukota Kalimantan Tengah. Hingga wacana pemindahan ibukota dari Jakarta ke Palangkaraya juga dicetuskan sang proklamator tersebut.

Kepiawian Tjilik Riwut dalam dunia politik, birokrasi dan pemerintahan ternyata lahir dari sebuah kekritisannya. Tjilik Riwut juga berlatar belakang seorang wartaan. Pada 1936, Tjilik Riwut lulus kursus wartawan pada 1936, dan kemudian pada 1940 didampuk sebagai  Pemimpin Redaksi Majalah Organisasi Pakat Dayak yang bernama Suara Rakyat.

Lewat media ini pula perjuangan di Kalimantan disebar ke seantero nusantara, Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Bahkan, dengan mentor era Pujangga Baru, Sanusi Pane ketika bergabung di Harian Pembangunan dan Pemandangan, Tjilik Riwut pun menulis sejumlah buku seperti Makanan Dayak (1948), Sejarah Kalimantan (1952), Maneser Panatau Tatu Hiang (1965,stensilan, dalam bahasa Dayak Ngaju), hingga Kalimantan Membangun (1979).

Nah, semangat Tjilik Riwut yang memegang motto mahaga petak danum (menjaga tanah air) ingin diabadikan para generasi muda Kalimantan Tengah lewat musik. Pada 24 Maret 2018 nanti digelar workshop musik yang melibatkan maestro jazz Indonesia Dwiki Dharmawan bersama Namue’i Ensamble (Aat N. Andin), yang akan berkolaborasi dengan musisi tradisional dari Kalimantan Tengah di Aula Dinas Kehutanan Kota Palangka Raya.

“Workshop musik ini merupakan rangkaian dari peringatan 100 tahun Tjilik Riwut agar bisa membangun kreativitas bermusik melalui tradisi dan budaya. Jadi, karya-karya yang dihasilkan dalam bermusik bisa melalui tradisi dan budaya, sehingga menjadi bagian dari industri musik di tanah air dan dunia,” ucap Gorga Aryan dan Priscilla Riwut dalam siaran pers yang diterima jejakrekam.com, Kamis (15/3/2018).

Mereka mengungkapkan dalam workshop juga digelar pertunjukkan dari Dwiki Dharmawan dengan komposisi jazz etnicnya. Bahkan, peserta workshop juga dapat membawa alat musik akustik yang bisa digunakan untuk jam session bersama Dwiki di akhir acara. “Setelah itu, akan diadakan juga showcase bersama Dwiki Dharmawan di Jakarta sebagai rangkaian acara dalam memperkenalkan musik tradisional Dayak,” tulis Gorga Aryan dan Priscilla Riwut.

Untuk diketahui, Dwiki Dharmawan adalah pengelola Lembaga Pendidikan Musik Farabi serta Ketua Umum Yayasan Anugerah Musik Indonesia. Sebagai insan musik, Dwiki juga aktif pada organisasi seni dengan menjadi anggota Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) serta menjadi Ketua Bidang Luar Negeri Persatuan Artis, Penata Musik dan Pencipta Lagu Indonesia (PAPPRI) dan juga sebagai salah satu personel grup musik Krakatau.

“Dalam kunjungan ke Palangka Raya nanti, Dwiki akan didampingi sang istri, Ita Purnamasari, penyanyi era 1990-an yang melambung lewat tembang Cintaku Padamu pada tahun 1992,”  papar Gorga Aryans dan Priscilla Riwut.(jejakrekam)

 

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.