Duh, Begitu Kayanya Bupati HST Non Aktif Abdul Latif

1

WARGA Barabai dibuat heboh dengan kedatangan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke rumah jabatan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP dan super VIP di RSUD Damahuri, Barabai, Minggu (11/3/2018).

TAMPAK ratusan warga mengerubungi rumah dinas Bupati HST di Jalan PHM Noor Nomor 62, RT 04 RW 02, Kelurahan Barabai Barat, Kecamatan Barabai. Penjagaan ketat pun dilakukan aparat kepolisian dalam proses penyitaan sekaligus membawa ke Jakarta sebagai barang bukti dalam kasus suap proyek RSUD Damanhuri yang menyerat Abdul Latif, Bupati HST non aktif.

Warga pun terperangah ketika menyaksikan truk trailer yang pertama kali keluar dari rumah dinas bupati yang mewah itu. Enam motor gede berbagai merek seperti Harley Davidson, Ducati, BMW dan dua trail merek Husqivarna dan KTM dibawa petugas KPK.

Tak seberapa lama, giliran konvoi mobil mewah seperti Lexus, Toyota Alphard Vellfire, sedan BMW, dua Hummer, dua Rubicon dan satu Cadilac, beriringan keluar dari rumah besar itu. Pengawalan ketat dari Brimob dan jajaran Polda Kalimantan Selatan, dibantu aparat TNI mengiringi tim penyidik KPK yang menempuh perjalanan sekitar 5 jam dari Barabai menuju Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin, Minggu (11/3/2018).

“Umai sugihnya (duh, kayanya) bupati kita ini,” komentar seorang warga Barabai, saat menyaksikan prosesi penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam kasus suap proyek RSUD Damanhuri Barabai.

Sementara itu, Kapolres HST AKBP Sabana Atmojo mengungkapkan total 23 kendaraan roda empat dan 8 kendaraan roda dua disita KPK. Aset milik Bupati HST non aktif Abdul Latif itu dibawa ke Rupbasan Kelas I Banjarmasin.

Hal senada juga diungkapkan Kabag Humas Polres HST, Bripka Ahmad Husaini mengakui pihaknya hanya mengamankan proses pergeseran dari Barabai menuju Banjarmasin. “Alhamdulilah, berjalan aman dan lacnar meninggalkan wilayah hukum Polres HST,” ucapnya.

Sedangkan, Direktur Institut Demokrasi dan Pemerintahan Daerah (Inde-Pemda) Muhammad Erfa Ridhani mengungkapkan KPK juga harus bisa membuktikan aset-aset yang disita, apakah sebelum atau sesudah Abdul Latif menjadi Bupati HST.

“Apalagi, kabarnya KPK juga menyasar aset yang dimiliki istrinya. Ya, ada kekhawatiran saat diperiksa dalam persidangan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) ternyata aset-aset tak berkaitan dengan kasus yang disangkakan kepada Bupati HST. Namun, kita tetap mendukung upaya pengusutan kasus suap yang dilakukan KPK,” ucap dosen Fakultas Hukum Uniska MAB Banjarmasin ini.

Sekadar mengingatkan, kasus yang menjadikan Bupati HST non aktif Abdul Latif  sebagai tersangka berkaitan dengan proyek pembangunan ruan perawatan kelas I, kelas II, VIP dan super VIP di RSUD Damanhuri Barabai. Dari proyek itu, dugaan komitmen fee proyek adalah 7,5 persen atau sekitar Rp 3,6 miliar yang diberikan Donny Witono dalam dua termin kepada Bupati HST, yakni September-Oktober 2017 sebesar Rp 1,8 miliar. Lalu, termin kedua ditransfer sebanyak Rp 1,8 miliar pada 3 Januari 2018.

Kemudian, uang itu diberikan melalui buku tabungan. Bahkan, rekening koran atas nama PT Sugriwa Agung disita KPK denga saldon Rp 1,825 miliar dan Rp 1,8 miliar telah diblokir KPK sebagai barang bukti. Termasuk, uang dalam brankas rumah dinas Abdul Latif sebesar Rp 65,65 miliar dan uang dari tas Latif sebanyak Rp 35 juta.(jejakrekam)

 

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi
1 Komentar
  1. Arief berkata

    Edaaaaan uang dalam berangkasnya aja 65M..
    Kl pengusaha gx mungkin nyimpan uang sebanyak itu dibrankas..
    Kecuali kl MALING uang rakyat itu mungkin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.