Damarwulan Banjar, Kesenian Asli Banjarmasin Berada di Tepi Zaman

0

ALKISAH seorang pangeran nan rupawan  dibesarkan dan dididik punakawan Amut, Anglung, Anggasina dan Labay. Putra Prabu Bungsu dari Kerajaan Palinggam Cahaya bernama Raden Kasanmandi pun tampil sebagai sosok pemuda yang sakti mandraguna.

SYAHDAN dalam pengembaraannya berkeliling buana, Raden Kasanmandi pun meninggalkan kerajaan sang ayah yang damai, makmur dan sentosa. Pencarian sang pangeran adalah sang idaman hati.

Tiba sang pangeran di Kerajaan Masir Keraton yang dipimpin Raja Indrabayu. Saat itu, di kerajaan ini tengah menggelar karasminan atau pesta rakyat, yang dihadiri putri sang raja bernama Galuh Putri Jungmasari.

Rupanya, melihat paras ayu sang putri, Raden Kasanmandi pun terpikat. Ia ingin segera melamar Galuh Putri Jungmasari sebagai istrinya. Ternyata, di saat bersamaan, rupanya raja penguasa sebangsa jin dari Kerajaan Lautan Gandang Miring, bernama Sultan Aliudin juga terpesona. Dia juga ingin menyunting sang putri menjadi permaisurinya.

Akhirnya, dua kekuatan sang berhadapan. Bahkan, Sultan Aliudin menantang Raden Kasanmandi lewat perang besar antar kedua kerajaan. Namun, ditolak halus sang raden. Dia memilih jalan tengah dengan beradu kesaktian dalam duel satu lawan satu.

Rupanya, para pengawal sang sultan sebangsa jin itu takluk. Hingga puncaknya, adu kesaktian antara Raden Kasanmandi dan Sultan Aliudin terjadi. Duel hebat ini pun menggemparkan, hingga akhirnya sang raden memenangkan. Dia pun akhirnya berhak mempersunting putri sang raja, Galuh Putri Junmasari

Sepenggal cerita ini pun dilakoni sedikitnya 15 pemain dari Sanggar Badawa Banjarmasin saat mementaskan kesenian Damarwulan Banjar di Jalan Pengambangan RT 8, Kelurahan Pengambangan, Banjarmasin Timur, Senin (6/3/2018).

Hentakan gamelang, gesekan biola, pukulan gong dan tabuhan gendang benar-benar memukau para penonton yang rela duduk di atas jalan, menyaksikan lakon-lakon Damarwulan yang disuguhkan Sanggar Badawa Banjarmasin, dalam hajatan sebuah perkawinan di kampung tepian Sungai Martapura itu.

Kesenian khas Banjarmasin seakan memasuki masa senjanya. Hampir punah dan jarang dipentaskan. Bahkan, Sanggar Badawa termasuk satu-satunya sanggar yang ada di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan, mau mementaskan drama tempo dulu warisan era Kesultanan Banjar ini.

Berbeda dengan kesenian Mamanda, Damarwulan pun dengan pakem lakonnya menceritakan sebuah sayembara adu kesaktian untuk memperebutkan sang pujaan hati. Terlebih lagi, langgam atau syair pun sangat sebangun dengan kesenian Wayang Orang atau Damarwulan versi Jawa.

“Ya, memang dari lasam atau pembuka cerita Damarwulan itu menggunakan bahasa sanksekerta. Boleh dibilang hampir serupa dengan kesenian serupa di Pulau Jawa. Namun, dari bahasa percakapan menggunakan bahasa Banjar,” ucap Andin Zulkifli, pelakon Sultan Aliudin.

Ia mengakui kesenian Damarwulan seperti ditelan zaman. Sebab, para pemain lakon khas Banjar mulai berkurang, bahkan sanggar yang melestarikan kini tersisa hanya Sanggar Badawa di Komplek A Yani II Banjarmasin.

“Kesenian Damarwulan ini asli Banjarmasin. Beda dengan Mamanda atau musik panting, yang kebanyakan pengaruh dari kultur Hulu Sungai. Dulu, ada empat sanggar yang sering memainkan, yakni di Pekauman, Banyiur, Kampung Melayu dan Pengambangan. Sekarang, mungkin yang tersisa hanya di Pengambangan,” tutur Andin Zulkifli.

Mengikuti perkembangan zaman, jika dulu alur cerita Damarwulan dimainkan semalam suntuk, Andin Zulkifli pun mengakui kini durasinya hanya berkisar 2 hingga 3 jam.  “Jujur saja, mungkin terakhir tampil waktu Hari Jadi Banjarmasin pada 2015 lalu. Sampai sekarang, kami hanya sesekali manggung, termasuk pada malam ini untuk memeriahkan pesta perkawinan,” katanya.

Zulkifli tak memungkiri kemajuan teknologi serta pesatnya bisnis hiburan modern, turut menggerus keberadaan seni tradisional seperti Damarwulan Banjar.
“Untungnya, di Sanggar Badawa masih ada anak-anak muda yang mau meneruskan. Ya, setidaknya ada generasi penerus agar kesenian ini tak hilang ditelan zaman,” paparnya.

Jadilah, keseniaan Damarwulan tetap berada di hati para penggemarnya. Terbukti, meski tampil di tempat sederhana di lahan kosong di tengah padatnya rumah di Pengambangan, antusiasme penonton sangat terasa atmosfirnya.(jejakrekam)

 

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.