Konflik Agraria, Potensi Lokal Digusur Kekuatan Korporasi

0

KELOMPOK Cipayung Plus Kalimantan Selatan terdiri organisasi mahasiswa ekstra kampus menggelar seminar bertajuk Dinamika Pertanahan : Antipasi Sengketa Batas Wilayah di Islamic Center Martapura, Sabtu (24/2/2018).

UNTUK membedah kasus itu, organisasi mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), GMNI, PMII, KAMMI, IMM, PMKRI, Hikmah Budhi dan GMKI Kalimantan Selatan menghadirkan Kasi Hubungan Hukum Pertanahan BPN Banjar Ardiansyah, Direktur Reskrimum Polda Kalsel Kombes Pol Sofyan Hidayat, serta Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono.

Ketua PMII Kalsel Muhammad Ramli Jauhari mengakui masalah agraria seakan tabu untuk dibahas kalangan mahasiswa, padahal masalah pertanahan seperti sengketa tanah serta perizinan yang dikeluarkan pemerintah justru mengakibatkan banyak konflik.

“Makanya, Kelompok Cipayung Plus bergerak secara kolektif  kolegial memberi manfaat bagi masyarakat Kalsel. Khususnya, ada tiga masalah yang dibahas yakni masalah agraria termasuk tambang. Kedua, sikap Cipayung Plus dalam menghadapi pilkada serentak 2018 serta UU MD3 yang baru-baru menjadi tranding topic,” ucap mahasiswa STAI Darussalam ini.

Sementara itu, Direskrimum Polda Kalsel Kombes Pol Sofyan Hidayat menjelaskan sebagian kasus yang ditangani pihak kepolisian berkaitan dengan masalah tanah, ada tiga pokok yakni sengketa,konflik dan perkara tanah dalam ranah pengadilan yang diharapkan dari RT, RW, lurah dan kepala desa yang mengetahui benar-benar mendata dalam proses administrasi kepemilikan tanah.

“Masyarakat yang ingin membuat surat keterangan tanah (SKT) merupakan syarat dari pembuatan sertifikat, sehingga benar teliti administrasinya, apakah  tanah bermasalah atau tidak, dan pengecekan ke lapangan serta disaksikan pihak terkait,” ucap Sofyan Hidayat.

Ia menegaskan pemberian sertifikat tanah, bukan sebuah proses di atas meja tanpa ada pengecekan lapangan, pasti akan terjadi tumpang tindih kepemilikan tanah. “Antara masyarakat dan perusahaan berkaitan masalah objek tanah, yang jelas masyarakat secara yuridis benar-benar menguasai yang dibuktikan dengan fakta yang jelas bisa dipertanggung jawaban,” cetusnya.

Perwira menengah Polda Kalsel ini berpendapat dalam menyelesaikan sengketa tanah, harus diajukan ke pengadilan guna menentukan siapa yang berhak atas tanah tersebut.

Sementara itu, Kisworo Dwi Cahyono mengungkapkan Walhi selalu mendorong adanya satuan tugas untuk menyelesaikan sengketa dan konflik agraria yang berkaitan dengan sumber daya alam dan lingkungan hidup terutama di Kalimantan Selatan.

“Untuk mengurangi konflik-konflik yang ada, bisa dengan pengajuan wilayah kelola rakyat dilegalkan. Jadi rakyat hidup di atas tanah sendiri baik masyarakat adat,rawa gambut dan lain-lain,” ujar Kisworo.

Aktivis yang akrab disapa Cak Kiss ini menuturkan bahwa masyarakat lokal, sejak dulu punya kearifan lokal,kepercayaan dan potensi alam yang besar.

“Potensi lokal tergusur dan digantikan hal yang baru, seperti pertambangan, perkebunan kelapa sawit dan monokultur skala besar. Akhirnya rakyat rentan terjerat masalah hukum, lingkungan sekitar semakin hancur, bencana ekologis dan bencana kemanusiaan akan semakin meningkat,” tegasnya.

Dia mendesak agar negara harus hadir dengan penegakan hukum yang berkeadilan. “Jangan sampai negara kalah dengan korporasi, karena semua dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat,” tandas Kisworo.(jejakrekam)

Penulis : Ahmad Husaini

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Indokampus.com

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.