Puskopveri Pertanyakan Lahannya yang Dipakai Arutmin

0

PARA legiun veteran yang tergabung di Pusat Koperasi Veteran RI (Puskopveri) Kota Banjarmasin, meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera memberi kejelasan dan tindaklanjut penuntasan lahan tanah milik mereka seluas 500 hektare di Kecamatan Asam-Asam, Kabupaten Tanah Laut yang sempat diserobot pihak perusahaan, hingga luasnya pun menjadi berkurang.

TAK hanya itu, selain  penyusutan luas tanah, para veteran ini juga mengungkapkan pada 2012 lalu, telah membayar biaya pengukuran sebesar Rp 76 juta lebih. Namun, hingga memasuki tahun 2018, belum juga ada kejelasan dalam penuntasanya.

“ Inikan sudah 6 tahun lamanya, tapi belum ada kepastiannya, “ujar perwakilan veteran, H Kaspul Anwar, didampingi beberapa rekan sepuh lainnya kepada wartawan, di Banjarmasin, Minggu (18/2/2018).

Kaspul Anwar berharap BPN selaku instansi yang berwenang dapat memberikan kepastian secara hukum serta menetapkan jumlah luasan sesuai dalam surat segel tanah bernomor 25/KD-MAA/II/1984, berukuran panjang kiri-kanan 5.000 m dan lebar kiri-kana 1.000 m atau seluas 500 hektare.

Sedangkan kronologis lahan, dibeberkan Kaspul Anwar, awalnya sesuai segel tanah milik atas nama H Mustafa (Kabag Ek LVRI Banjarmasin), yang kemudian ditindaklanjuti dengan mempertanyakan kepada BPN apakah bisa dilakukan pengukuran untuk disertifikasi. Jawabannya, BPN pun mengatakan bisa.

“Makanya, usai membayar uang pengukuran sebesar 76,5 juta, kami bersama BPN pada tahun 2013 melakukan pengukuran di lapangan,” ucapnya.

Hanya saja, dari hasil pengukuran itu, diperoleh gambar yang tak sesuai. Kaspul Anwar menyebut berdasar gambar dalam segel tanah berbentuk per segi panjang dengan luas 500 hektare.  “Hasil gambar yang diberikan BPN mirip berbentuk limas dengan luasan sekitar 300 hektare. Setelah diselidiki, ternyata sekitar 2/3 lahan milik veteran yang hilang ini sudah digunakan PT Arutmin Indonesia,” paparnya.

Tak berselang waktu lama, pengurus veteran ini menanyakan hal itu Jhoni selaku wakil dari PT Arutmin dan mendapat jawaban bahwa tanah yang digunakan perusahaan itu diperoleh dari hasil membeli dari masyarakat setempat.

Pada Maret 2015, pengurus LVRI Banjarmasin kembali meminta pengukuran ulang atas tanah dimaksud. Ia yakin baik secara hukum berupa surat segel resmi yang ditandatangi kepala desa dan camat saat itu, juga ada perintah BPN membayar uang pengukuran serta dilaksanakanya pengukuran yang pertama. Sayangnya, sampai kini belum ada kepastiannya.

“Kami ini seperti jatuh ketiban tangga pula. Sebab, selain belum memperoleh tanah, uang bayar pengukuran Rp 76,5 juta tak jelas. Sampai sekarang, belum ada keputusan BPN apakah 500 atau hanya sisa tanah yang 300 hektare ,” cetus Kaspul Anwar.

Atas kondisi itu, dia meminta agar pemerintah daerah, baik gubernur, DPRD maupun BPN bisa segera membantu menuntaskannya. (jejakrekam)

Penulis  : Ipik Gandamana

Editor    : Andi Oktaviani

Foto       : Ipik Gandamana

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.