Ibnu Sina dan Personal Branding

0

SAYA selalu ingat pengalaman pulang kampung. Saya selalu meneteskan air mata saat melihat hamparan sawah, sungai mengalir, ada pohoh rambutan di depan rumah, jambu di samping rumah, kebun limau dan para penjual sayur mayur. Saya katakan pada rekan saya “a romantic place, My Kampung”. Saya sudah sangat cocok dengan suasana kampung halaman, sehingga terbentuk a story connection secara lahir dan batin.

BAGAIMANA dengan pengalaman Anda? Ingatkah ketika memasuki hari Aidil Fitri dan Hari Raya Fitrah? Seperti apa ekspresi rekan dan keluarga Anda ? Bagaimana mereka mengekpresikan “Pulang Kampung”? Apakah pulang melepas penat ataukah akan membanyangkan kepenatan ? Romantis, jika kehadirannya selalu ditunggu dan jika berpisah, anda akan menangisinya. Itulah ledakan emosi yang kemudian disebut sebagai “branding yang oke punya”.

Bukan begitu, perkara branding tidak cukup dengan hanya terkenal. “Branding yang oke punya” adalah bagaimana anda memberi makna dalam kehidupan, lingkungan dan dunianya.

Ibnu Sina, Sang Walikota

Berseliweran spanduk di jalan utama Kota Banjarmasin, Banjarmasin Kota Baiman sebagai ungkapan bahawa Kota Banjarmasin Barasih wan Nyaman. Tepatnya, spanduk itu adalah ekspresi, warga kota ini peduli dengan kebersihan, kenyamanan dan menjaga keimanannya.

Setiap sudut kota pemasangan spanduk Kota Baiman, memunculkan spirit bahwa warga kota menuju cita-cita mulia dan sejahtera. Kota yang Baiman menyiratkan pembangunan manusia tidak hanya lahiriyah tetapi batiniyah.

Setiap pagi saya pergi ke Kampus ULM di Kayutangi, foto spanduk itu saya lihat di perempatan jalan di Banjarmasin, begitu juga ketika pulang mengajar di jejeran foto kota Baiman dengan macam-macam aktivitas warganya. Apakah walikota telah merebut hati warganya untuk bersama-sama membangun kebersihan dan kenyamanan ?

Where You Are?

Saya bertanya, di manakah Ibnu Sina. Di mana dia meletakkan branding personalnya ? Atau pertanyaan itu saya balik, apakah Ibnu Sina dengan sengaja menyembunyikan personal brandingnya di balik Banjarmasin Kota Baiman?

Ada banyak rekan yang coba membangun world view bahwa Kota Banjarmasin tidak punya branding. Banjarmasin Baiman itu bukan branding, tetapi ia adalah motto. Ia adalah apa yang ingin dicapai yang akan diperjuangan oleh Ibnu Sina dan juga sang wakilnya Hermansyah, serta jajaran pemerintahannya.

Bagi saya, persoalan branding Ibnu Sina sudah melekat di dalam Banjarmasin Baiman, dan dalam konteks personal ia tidak mau mencampur aduk dengan misi walikota dengan pribadinya. Sebab, jika demikian ia tidak akan menjadi bagian dari warga kota, sebab kalau demikian ia tetap hanya menjadi seorang birokrat pemegang kekuasaan pemerintahan kota.

Jadi kalau begitu, logika ilmu pengetahuan ethnografi saya mengatakan dan melihat Ibnu Sina sebagai warga kota dan juga seorang ustadz. Sebagai birokrat itu, hanya label dan kita yang menjadikan sebagai seorang dirigen pada paduan suara.

Wah, ini analisa tingkat tinggi? Bukan secara kebetulan, saya kenal Ibnu Sina yang punya kepribadian kuat dan tidak mudah terpengaruh dan berusaha untuk menyembunyikan dalam benaknya soal kesemrautan pembangunan di Kota Banjarmasin. Ya, dengan caranya sendiri. Bahkan Ibu PKK pun, mungkin tidak akan menjadi tempat untuk bercurhat. Bukan tersebab ia berjodiak Capricorn, tetapi setiap keputusan yang dambil selalu sudah dipikirkannya secara matang dan seksama.

Jika sebelumnya banyak orang merasa diperlukan kepemimpinannya, tetapi sekarang, menjadi ia menjadi sangat diperlukan. Angka kuantitatifnya melebihi kualifikasi B. Dan, dalam situasi seperti ini maka yang terpenting adalah bagaimana meneguhkan bahwa ia pantas diberikan predikat mempunyai personal branding yang patut jadi ingatan.

Ibnu Sina dan jajarannya, membuktikan hal itu dari survei Indonesia Most Livable City Index (MLCI) 2017 yang dilakukan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP). Mulai kualitas lingkungan, dukungan fungsi ekonomi, sosial, dan budaya kota, serta partisipasi masyarakat dalam pembangungan. Kota Banjarmasin termasuk kota paling nyaman dihuni di Indonesia, Seven Top Tier City. Wow, tujuh kota paling nyaman di Indonesia.

What Next ?

Ini cuma catatan pendahuluan saya, sebab jalan masih panjang dan mungkin saja berliku-liku. Banyak orang yang seolah penuh energi, ingin berlari cepat dan akan menggapai cita-citanya dengan mantap, tetapi energi itu tetap saja akan menguap manakala kepemimpinan kehilangan fokus.

Bekerja dengan bersinergi, meletakan diurutan kesepuluh ego sektoral, akan sangat membantu dalam tugas utama untuk menepati janji. Membenahi Kota Banjarmasin bukan persoalan sederhana seumpama dalam kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Bilqis.

Kompleksitas pekerjaan di Kota Banjarmasin tidak mungkin hanya dikerjakan dalam sehari semalam, kerja kebut semalam, tetapi ia bertahap, menyusunya bata demi bata.

Next Year, ketika mulai banyak Urang Banjar di perantauan ingin pulang kampung ke Kota Banjarmasin, dan merasa nyaman serta tenteram tinggal di kota ini untuk memulihkan ingatan masa lampaunya, itulah bahwa Ibnu Sina berhasil membangun personal branding, membangun ingatan warganya untuk “bulik kampung membangun banua. Kita tunggu saju langkah berikutnya.(jejakrekam)

Penulis : Setia Budhi, Ph.D

Ketua Prodi Sosiologi ULM, Ethnographer

 

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.