IPPKH PT Sebuku Tak Diperpanjang, Inilah Alasannya

0

PEMPROV Kalsel, melalui Dinas Kehutanan, dipastikan tidak akan memperpanjang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik PT Sebuku, anak usaha PT SILO. IPPKH milik PT Sebuku akan berakhir pada November 2018 nanti.

ALASANNYA, PT Sebuku belum menyelesaikan kewajiban rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sudah ditetapkan. Kepala Dishut Kalsel Hanif Faisol Nurofiq menyatakan, pihaknya siap memberikan rekomendasi tersebut, asal PT Sebuku menyelesaikan kewajiban hutang rehabilitasi DAS sebelum November 2018, seluas 1.907,70 hektare.

“Mereka baru melakukan rehabiliyasi seluas 11,5 di Tahura Sultan Adam dan 636,4 hektare di Kotabaru. Mereka masih ada hutang seluas 1.257,8 hektare. Jika diuangkan sebesar Rp 37.710.000.000. IPPKH yang mereka miliki berlaku 2010 hinnha November 2018. Mereka sudah kami sudah surati,” kata Hanif.

Terkait informasi dari Ketua Forum Masyarakat Investasi Kotabaru, Sahidudin yang menyatakan PT Sebuku keberatan memberikan jaminan sebesar Rp 30 juta per hektare untuk rehabilitasi, karena menganggap tidak ada ketentuan tersebut, Hanif mengatakan hal itu hanya sebagai jaminan dalam pelaksanaan rehabilitasi.

Pihaknya tidak ingin rehabilitasi tersebut asal-asalan dan pohonnya tidak tumbuh. Untuk itu, dari penghitungan idealnya untuk rehabilitasi adalah Rp 30 juta per hektare. Dana yang dititipkan berada di rekening pihak perusahaan.

“Dana Rp 30 juta ini, mereka sendiri yang menggunakan. Dititipkan di rekening mereka dengan sepengetahuan kita. Bila rehabilitasi sudah siap maka dana bisa ditarik. Kalau belum melakukan rehabilitasi, dananya dikunci di rekening,” bebernya.

Dana Rp 30 per hektare itu, untuk pembersihan lahan, pengadaan bibit, penanaman, pupuk, dan perawatan selama tiga tahun.

“Untuk membersihkan lahan satu hektare saja sudah perlu dana Rp 5 juta. Kemudian, tiap satu hektare jumlah bibit yang dtanam 1.100 pohon dengan jarak per pohon 3 meter. Perawatan selama tiga tahun. Kami tidak mau setelah ditanam ditinggal begitu saja,” katanya.

Pihaknya tidak menghalangi atau mempersulit PT Sebuku dalam melakukan usaha. Namun, katanya, ada kewajiban yang harus dipenuhi. “Kalau sekarang mereka selesaikan rehabilitasinya, sekarang juga kami berikan rekomendasi IPPKH. Tapi kalau tidak, tidak akan kami beri rekomendasi,” tegas Hanif.

Selain keberatan dengan jaminan Rp 30 juta per hektare, PT Sebuku juga mengeluhkan lokasi rehabilitasi, yang sudah dikelola dan dikuasai masyarakat. Namun, tambah Kepala Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung DAS Barito Zainal Arifin, penentuan lokasi berdasarkan hasil verifikasi.

Apabila ada yang sudah dikelola masyarakat, lanjutnya, Hal itu karena lokasi yang sudah ditetapkan sejak lama, tidak direhabilitasi oleh perusahaan. “Kewajiban mereka ‘kam sejak 2010 lalu,” ujarnya.

Ia menyatakan, penetapan lokasi rehabilitasiDAS sesuai prioritas lahan kritis berdasarkan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTKRHL). Setelah masuk perencanaan, langkah selanjutnya adalah verifikasi oleh IPPKH dan pemangku kawasan. “Sebelum ditetapkan hasil verifikasi tersebut pemegang IPPKH harus dapat meyakinkan bahwa lokasi itu clear and clean, baru ditetapkan,” tuturnya.

Zainal menyebut penetapan rehabilitasi tersebut memerlukan tahapan yang cukup panjang. Sehingga, seharusnya wajib dilaksanakan dengan segala konsekuensi. “Seharusnya karena sudah diverifikasi sebelumnya ya pasti bisa dilaksanakan kalau sungguh-sungguh,” paparnya.

Kasus PT Sebuku yang belum diberikan rekomendasi perpanjangan IPPKH ini, berbeda dengan tiga anak perusahaan Silo lainnya.

PT Sebuku sudah dalam tahap produksi bijih besi dan memiliki karyawan atau pekerja. Sedangkan tiga perusahaan lainnya yang bergerak di bidang tambang batubara di Pulau Laut belum masuk tahap produksi. Sehingga, meskipun Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) tersebut dicabut, tidak ada karyawan yang terancam di-PHK.(jejakrekam)

Penulis : Wan Marley

Editor   : Andi Oktaviani

Foto    : Dokumentasi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.