Kasus Kekerasan Perempuan-Anak Naik di Banjarmasin

0

PADA Juli 2017,  Kota Banjarmasin meraih penghargaan kota layak anak dengan peringkat pratama. Namun, di sisi lain, ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini masih diwarnai banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

REGULASI pemerintah kota untuk bisa menekan angka kekerasaan terhadap perempuan dan anak, instansi yang sebelumnya berada di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, dibentuk khusus dan berdiri sendiri menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sejak Januari 2017 lalu agar lebih fokus dalam tugasnya.

“Memang gambaran pada 2016 lalu, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia cenderung meningkat. Termasuk di Banjarmasin, berdasar laporan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Banjarmasin,” ucap Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Banjarmasin, Iwan Fitriadi kepada wartawan, Senin (5/2/2018).

Menurut Fitriadi, trend peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2016, tercatat hanya 35 kasus justru meningkat di tahun 2017 sebanyak 37 aduan.

“Kenaikan ini adalah tren yang sama dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kami melihat dari dua. Sisi yang pertama, kami prihatin degan adanya kekerasan yang terjadi. Namun, ada juga rasa gembira karena masyarakat sudah semakin peduli untuk melaporkan dan mengadukan masalah itu ke dinas kami,” tutur Iwan Fitriadi.

Ia mengakui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banjarmasin seperti fenomena gunung es. “Ya, sedikit di permukaan, tapi lebih banyak kekerasan yang terjadi, namun tak dilaporkan. Ini yang menjadi fokus DP3A Banjarmasin untuk memininalisir kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tegas Iwan Fitriadi.

Dia menjelaskan dari 37 aduan yang masuk,  ada beberapa jenis macam kekerasan terjadi yakni kekerasan seksual, kekerasan psikis, kekerasan fisik dan kekerasan lainnya seperti pemalsuan identitas anak dalam  human trafficking (perdagangan manusia).

“Namun, yang terbesar adalah kasus kekerasan seksual. Pelaku utamanya adalah orang dewasa, ada pula anak di bawah umur. Umumnya, melibatkan orang terdekat yang dikenal korban. Kasus ini menjadi fokus dinasi kami untuk menyelesaikannya serta mencegah agar kasus serupa tak terulang lagi,” imbuh Iwan Fitriadi.(jejakrekam)

Penulis : Ahmad Husaini

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : CyberTokoh.com

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.