Bandingkan Layanan BPJS, DPRD DKI Gali Data Kalsel

0

DITOPANG dana jumbo dan jumlah penduduk terpadat di Indonesia, ternyata DKI Jakarta masih perlu belajar dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ke Kalimantan Selatan. Saat ini, ibukota negara Republik Indonesia sedikitnya dihuni 17 juta jiwa dengan total APBD mencapai Rp 77 triliun, bandingkan APBD Kalsel hanya 5,7 triliun untuk 4 juta jiwa penduduknya.

MENGAPA Kalsel dijadikan objek perbandingan oleh DKI Jakarta? Pimpinan rombongan Komisi E DPRD DKI Jakarta, Muhammad Asraff Ali mengungkapkan layanan kesehatan masyarakat yang dikelola dan diawasi Pemprov Kalimantan Selatan cukup baik dan berhasil, sehingga bisa menjadi bahan perbandingan bagi Jakarta.

“Kami menilai Provinsi Kalimantan Selatan cukup bagus dalam layanan kesehatan melalui BPJS-nya.  Dari informasi yang kami dapat, ternyata pemerintah daerah di sini senantiasa konsisten memberi pelayanan kesehatan terbaik, meski wilayah Kalsel tak bisa dijangkau dengan akses darat, tapi bisa melalui udara, sungai dan laut,” beber Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI ini kepada wartawan, usai hearing dengan Komisi IV DPRD Kalsel di Banjarmasin, Jumat (2/2/2018).

Legislator Partai Golkar ini mengakui masalah pokok BPJS Kesehatan hampir sama di seluruh Indonesia, seperti ketatnya anggaran, data masyarakat serta insitutis pemberi pelayanan yang diupayakan sesuai ketentuan UU, terutama para penerima bantuan iran (PBI) dan non PBI. “Jadi, problematikanya sama, tapi tingkat kesulitannya yang berbeda. Hal ini yang menjadi fokus kami untuk belajar dan sharing dengan Kalsel,” kata Ashraff Ali.

Senada itu, Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, Yazidi Fauzie mengakui kunker koleganya dari DPRD DKI itu bertalian dengan saling sharing dalam substansi pelayanan kesehatan, terutama melalui layanan BPJS Kesehatan. “Memang, penduduk DKI sekarang mencapai 17 juta jiwa dengan APBD sebesar Rp 77 triliun, tentu mereka juga menginginkan pelayanan kesehatan yang terbaik. Tapi, faktanya, layanan kesehatan nasional melalui BPJS Kesehatan masih sama problematikanya. Terutama akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat PBI dan non PBI,” papar Yazidi.

Legislator PKB ini mencontohkan masalah yang sama dialami pasien PBI, meski memiliki kartu BPJS Kesehatan di kelas II, ketika meminta pelayanan di kelas yang lebih baik diharuskan membayar selisih kekurangan biaya. “Nah, umumnya, masyarakat di DKI Jakarta mau membayar itu. Namun, ya itu tadi, masalah BPJS Kesehatan itu hampir sama seluruh Indonesia, seperti keterlambatan klaim pembayaran di rumah sakit oleh BPJS Kesehatan. Hal itu juga terjadi di Kalsel, beberapa waktu lalu,” tutur Yazidi.

Namun, menurut dia, masalah semacam itu telah teratasi berkat koordinasi antara pihak rumah sakit, BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Kalsel dan DPRD.(jejakrekam)

Penulis : Ipik Gandamana

Editor  : Didi G Sanusi

Foto     : Ipik Gandamana

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.