Atasi Macet, Banjarmasin Perlu Hidupkan Transportasi Sungai

0

TEORI klasik transportasi adalah sistem pergerakan yang terjadi sebagai akibat adanya sistem jaringan yang ditopang tersedianya jaringan transportasi serta dipengaruhi sistem kelembagaan yang ada. Dalam kasus sistem dan jaringan transportasi di Banjarmasin, meski ditambah ruas jalan di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ternyata problematika yang ada masih sama.

HAL ini mengacu pada hasil tesis Adhi Surya Said selama periode 2005-2011 terhadap pertumbuhan jaringan jalan dan masalah yang dihadapi di Kota Banjarmasin. Magister teknik program studi perencanaan wilayah dan kota Institut Teknologi Bandung (ITB) ini melakukan riset di beberapa ruas jalan yang ada di Banjarmasin, seperti Jalan Brigjen Hasan Basry, Jalan S Parman, Jalan Sudirman, Jalan Adhyaksa, Jalan Lambung Mangkurat, Jalan Kolonel Soegiono, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Soetoyo S, Jalan Achmad Yani dan Jalan Merdeka.

“Nah, ruas-ruas jalan kota yang ada di Banjarmasin ini memang terdampak ketika pembangunan jaringan jalan lingkar dan jalan poros. Ini artinya, ketika ruas jalan yang bertambah sejak 2005-2011, apalagi hingga sekarang, ternyata masalah yang dihadapi Banjarmasin tak pernah terpecahkan,” tutur Adhi Surya Said kepada jejakrekam.com, Jumat (2/2/2018).

Pada esensinya, beber dosen Fakultas Teknik Uniska Syekh Muhammad Arsyad AlBanjary Banjarmaisn ini, sistem kegiatan yang merupakan perwujudan dari ruang dengan isinya, terutama mengakomodir aktivitas manusia di dalamnya sebagai penghuni kota, sepertti bekerja, sekolah dan belanja untuk menuju kawasan guna lahan, apakah perkantoran, perumahan dan perdagangan.

“Untuk memenuhi kebutuhan, tentu manusia melakukan perjalanan antar guna lahan (landuse) dengan menggunakan sistem jaringan atau transportasi. Dari sini, akhirnya menimbulkan berbagai interaksi yang menghasilkan pergerakan lalu lintas,” papar Surya.

Dalam hasil kajian dosen muda ini, justru sistem jaringan yang merupakan sarana dan prasarana transportasi di Banjarmasin tidak mendukung terjadi pergerakan. “Ya, seperti jaringan jalan, moda transporasi seperrti mobil, motor, dan terminal, pelabuhan atau jetty dan sejenisnya. Mengapa? Ya, setiap kali jaringan jalan baru dibuat di Banjarmasin, sebut saja jalan layang (flyover) Gatot Subroto, Jalan Sultan Adam dan Jalan Pangeran Hidayatullah, penumpukan moda transportasi masih terjadi. Hal ini terjadi, karena selama ini, pemerintah daerah hanya berpikir untuk menghitung jumlah kendaraan bermotor berkaitan dengan pajak kendaraan bermotor,” paparnya.

Menurut Surya, dari pergerakan perkembangan jaringan jalan dari tahun ke tahun yang ada di Banjarmasin, justru malah menimbulkan berbagai masalah seperti munculnya titik-titik simpul kemacetan, kepadatan, hingga bisa memicu dampak psikologis bagi masyarakat kota.

“Jalan dibangun, namun ternyata tak ada pembatasan terhadap moda transportasi, khususnya truk-truk berbadan besar masih lalu lalang melintas di ruas jalan kota. Ini belum lagi, tiap tahun volume kendaraan bermotor terus tumbuh tanpa diiringi dengan perkembangan jaringan jalan. Makanya, kemacetan sekarang hampir merata di ruas-ruas jalan protokol dan jaringan jalan lainnya di Kota Banjarmasin,” papar Surya.

Untuk itu, pegiat Lembaga Adat Kebudayaan Banjar (Lakban) ini mengungkapkan Banjarmasin seperti sudah melupakan jati dirinya, ketika kebijakan tak lagi mengarah berbasi sungai. “Sekarang, Pemkot Banjarmasin ingin menerapkan konsep smart city (kota cerdas), namun jika masalah yang ada terus diulang, maka konsep ini akan sia-sia,” ucap Surya.

Menurutnya, konsep smart city itu seharusnya tak boleh melupakan kearifan lokal Banjarmasin sebagai Kota Seribu Sungai, sehingga konsep transportasi yang cukup ideal kembali dibangun adalah berbasis sungai sebagai perwujudkan river city. “Jangan moda transportasi itu hanya untuk kebutuhan pariwisata, sudah seharusnya menjadi moda transportasi massal. Konsep ini tentu akan membuat Banjarmasin memiliki ciri khas tersendiri, dan berbeda dengan kota-kota lain yang lebih menitikberatkan pada konsep jaringan jalan di darat,” tutur Surya.

Ia mengungkapkan dengan dihidupkan kembali moda transportasi sungai dengan fasilitas yang dibangun seperti dermaga di sungai, serta perahu yang representatif dan lainnya, maka setidaknya akan mengurangi volume kendaraan bermotor di jalan.Terlebih lagi, saat ini, jaringan sungai di Banjarmasin belum separah Jakarta atau kota-kota besar lainnya, sehingga masih bisa terkoneksi antar satu kawasan dengan kawasan lainnya.

“Semua itu juga bisa terwujud jika ada komitmen kuat dari Pemkot Banjarmasin dan didukung Pemprov Kalsel dengan mengeluarkan kebijakan dan regulasi, serta pembangunan fasilitas yang bisa menjadi pilihan warga kota untuk keperluan transportasi massalnya,” imbuh Surya.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Iman Satria

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.