Kebijakan Anti Tambang Bupati HST Harus Dikawal

0

BERADA dalam pusaran kasus suap fee proyek RSUD Damanhuri sebesar Rp 3,6 miliar, kini Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) tengah meringkuk di sel tahan Rutan KPK di Jakarta. Status sebagai tersangka yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akhirnya membuat Latif tak bisa lagi mengambil kebijakan prinsip, ada kekhawatiran dari beberapa kalangan aktivis lingkungan, Kabupaten HST yang menolak pertambangan, perkebunan sawit, melarang aktivitas angkutan semen Conch hingga gerai minimarket berjaringan nasional.

PLUS minus sosok Bupati HST Abdul Latif yang sebelumnya anggota DPRD Kalimantan Selatan asal Partai Golkar ini, dan kemudian ‘hijrah’ menjabat Ketua DPW Partai Berkarya Kalsel ini, menjadi topik hangat dalam diskusi baik di dunia maya maupun nyata.

Sebagai contoh, ketika Bupati HST Abdul Latif mengeluarkan surat bernomor 800/288/DLHP/2017 berisi penolakan tambang batubara, tertanggal 5 September 2017 kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta. Surat yang diteken Abdul Latif yang juga akrab dipanggil Majid ini mengatakan berdasar hasil rapat membahas PKP2B Blok Batu Tangga untuk PT Mantimin Coal Mining dan PKP2B PT Antang Gunung Meratus di Blok Haruyan, di Kabupaten HST pada 25 Agustus 2017.

Atas dasar itu, Latif menegaskan mengacu ke Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten HST secara potensi memang terhadap deposit batubara, namun peruntukkannya khusus eksploitasi tidak dimasukkan dalam RTRW HST.

Mantan Ketua DPRD HST ini juga menegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2006-2025, Kabupaten HST berada di rel pembangunan berbasis lingkungan berdasar Perda Nomor 4 Tahun 2010. Lalu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) HST periode 2016-2021 dalam Perda Nomor 5 Tahun 2016 bahwa sumber daya yang tidak diperbaharui tidak dieksploitasikan secara maksimal hanya demi kepentingan jangka pendek, sehingga untuk kegiatan eksploitasi tambang batubara di wilayah Kabupaten HST minimal tahun 2025.

Bupati HST Abdul Latif juga mengungkapkan adanya keberatan dari komponen masyarakat terhadap usaha pertambangan batubara.  Terlebih lagi, kawasan yang diajukan PT Mantimin Coal Mining Blok Batu Tangga merupakan daerah tangkapan air untuk Irigasi Batang Alai seluas 6.600 hektare, dan sumber air baku bagi PDAM HST dan masyarakat dengan investasi pembangunan lebih dari Rp 500 miliar.

Nah, kebijakan Bupati HST Abdul Latif ini didukung para aktivis dan masyarakat lingkungan hidup, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, Kisworo D Cahyono berharap agar Wakil Bupati HST Chairansyah menjaga dan meneruskan kebijakan sang bupati.

“Inilah yang ingin kami galang dan konsolidasi lagi dengan masyarakat HST dan aktivis lingkungan agar menjaga Kabupaten HST sebagai atap Kalimantan Selatan. Bagaimana pun, Pegunungan Meratus yang ada di Kabupaten HST adalah daerah perawan dan harus dijaga, termasuk keberadaan masyarakat adat yang menghuni di dalamnya,” tutur Kisworo kepada jejakrekam.com, Minggu (7/1/2018).

Dia mencontohkan kebijakan Bupati HST yang berani melarang angkutan semen Conch melintas di ruas jalan yang ada di kabupaten itu, termasuk menolaknya masuknya Alfamart dan Indomaret menjadi bukti keberpihakannya kepada masyarakat.

“Makanya, dalam hal penyelamatan lingkungan dan keselamatan rakyat, siapa pun yang memimpin Kabupaten HST. Kami juga mendorong agar Wakil Bupati HST Chairansyah yang memegang kendali pemerintahan untuk meneruskan kebijakan anti tambang, ketika nantinya ada putusan hukum final terhadap status Bupati HST Abdul Latif,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Imgrum

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.