Ayo, Selamatkan Plasma Nutfah Buah Endemik Kalimantan

1

LAMAT-lamat warga Banua, mungkin akan melupakan buah endemik Tanah Borneo akibat serbuan buah impor. Padahal, buah khas hutan belantara Kalimantan tak kalah kualitas dan khasiatnya bagi kesehatan tubuh. Sayang, kini buah-buah lokal seakan terlupakan, hingga kini terbilang langka di pasaran.

KOORDINATOR Forum Komunitas Hijau (FKH) Kota Banjarmasin, Hasan Zainuddin mengakui saat ini memang masih musim buah lokal khas rimba Kalimantan Selatan. Terutama di akses jalan yang menghubungkan Banjarmasin dengan kota-kota di Hulu Sungai.

“Ada beberapa pedagang yang masih menjual khas hutan rimba Kalimantan ini, seperti di kawasan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, serta kawasan lainnya. Untungnya, saat ini, kita masih menikmati buah lokal seperti tarap, gitaan, binjai, manggis, kalangkala, kapuk, ramania dan bundar,serta buah lainnya,” ucap Hasan Zainuddin yang dikontak jejakrekam.com, Sabtu (30/12/2017).

Wartawan senior ini mengakui harga buah lokal memang masih mahal, karena kelangkaannya di pasaran, seperti buah gitaan dijual Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu, sewadah ramania dan manggis juga cukup mahal di saat musim awal. “Begitupula buah tarap masih dijual Rp 10 ribu. Makanya, kalau buah-buah lokal berhasil dibudidayakan, tentu harganya bisa bersaing dengan buah impor atau buah-buahan yang didatangkan dari Pulau Jawa,” beber Hasan.

Yang menjadi keprihatinan aktivis Masyarakat Peduli Sungai (Melingai) Banjarmasin ini adalah ternyata buah-buah yang mudah dijumpai di perkampungan khususnya di kawasan Hulu Sungai, sekarang justru makin sulit. Mengapa hal itu terjadi? Hasan Zainuddin mengungkapkan kebanyakan batang pohon buah-buah lokal berdiameter besar, sehingga ditebang untuk dijadikan papan rumah. “Makanya, banyak pohon nangka yang ditebang, dibikin papan, akhirnya populasinya makin menurun, bahkan bisa hampir punah,” papar Hasan.

Pria yang akrab disapa Paman Anum ini juga mencontohkan seperti buah tandui, maritam yang merupakan buah rambutan hutan, buah kapul dan buah lainnya juga mulai langka. “Ya, seperti di Kabupaten Balangan, banyak pohon ini. Tapi ya itu tadi, kebanyakan batang pohonnya ditebang untuk dijadikan papan,” kata Hasan.

Agar bisa menjaga kelestarian buah-buah endemik Borneo ini, Hasan menyarankan setiap kabupaten dan kota memiliki semacam kebun raya yang di dalamnya terdapat spesies flora demi menyelamatkan plasma nutfah khas hutan Kalimantan. “Dengan adanya kebun raya, tentu juga dilakukan pengembangan dengan rekayasa genetika flora, sehingga hasilnya bisa luar biasa. Sebab, bagaimana pun buah-buah lokal khas Kalimantan itu punya keunggulan. Patut dicatat, jika kita tidak peduli dengan pohon dan buah-buah endemik, maka dampaknya akan dirasakan anak cucu kita nantinya. Mereka akhirnya tidak mengenal buah warisan leluhurnya,” cetus Hasan.

Ia pun yakin bahwa buah-buah lokal khas Kalimantan jika diteliti, tak hanya bernilai ekonomis, tapi juga bisa didorong menjadi sebuah industri serta bahan baku obat. “Sebab, khasiat buah lokal juga cukup banyak bagi kesehatan. Ini merupakan dari ciptaan Tuhan yang harus dipelihara,” kata Hasan.

Dia mencontohkan kekayaan hutan Kalimantan itu terbukti dengan adanya 40 spesies buah durian beraneka ragam. Seperti lahung, mahrawin, karapungan rumpat, pepaken, dan lainnya yang masuh dalam marga si raja buah, durian.

“Sangat disayangkan, jika plasma nutfah yang luar biasa ini justru punah seiring ketidakpedulian kita. Sebab, bagaimana pun, Kalimantan sangat kaya dengan berbagai buah lokal yang tak boleh dipandang sebelah mata,” imbuh Hasan.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Dok Paman Anum

 

 

1 Komentar
  1. Kuci berkata

    Setujuuuuuuuuu. Selamatkan semuanya.
    Kalo warga borneo gak mau, kasih ke DKI aja. Banyak yang nerima.

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.