Ombudsman Catat Laporan Maladministrasi Masih Tinggi

0

INILAH catatan akhir tahun 2017 versi Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan. Ada 206 laporan yang masuk sepanjang 2017, dan lebih sedikit dibanding 2016 tercatat 309 laporan. Dari kategori laporan, Ombudsman mencatat masalah pertanahan sebanyak 35 laporan, pendidikan 23, infrastruktur 18, kepolisian 17, kepegawaian 16. Selebihnya laporan lain yang tersebar di berbagai instansi pelayanan publik. 

KEPALA Ombudsman Perwakilan Kalsel, Noorhalis Majid mengungkapkan domisili layanan publik terbanyak yang dilaporkan adalah Banjarmasin sebanyak 92 laporan, Banjarbaru 40, Batola 16, Banjar 15 dan sisanya kabupaten lainnya.

“Dugaan maladministrasi yang dilaporkan antara lain, tidak memberikan pelayanan 64 laporan, penundaan berlarut terdata 53 laporan, penyimpangan prosedur 37 laporan, tidak patut 20 laporan, dan permintaan uang tercatat ada 12 laporan,” ucap Noorhalis Majid kepada jejakrekam.com, Kamis (28/12/2017).

Dari 206 laporan yang disampaikan, berhasil diselesaikan Ombudsman hingga menjelang akhir Desember, terdata 151 laporan. Sisanya masih dalam proses, karena menyangkut koordinasi sejumlah instansi yang memang belum bisa diselesaikan. “Ada sejumlah laporan yang baru disampaikan pada Desember 2017, sehingga masih dalam proses penyelesaian dengan instansi yang dilaporkan. Ombudsman berkomitmen menyelesaikan seluruh laporan tersebut hingga awal 2018,” papar Majid.

Menurut dia, terdapat dua laporan yang berulang dari tahun ke tahun, yaitu persoalan pertanahan, baik menyangkut pelayanan di Badan Pertanahan Nasional (BPN), terutama menyangkut layanan pendaftaran tanah dan pengukuran ulang, ataupun layanan pertanahan yang dilakukan pemerintah daerah, seperti konflik tanah akibat kebijakan pemerintah daerah, ataupun akibat keluarnya perijinan perkebunan sawit yang ganti rugi tanahnya tidak tuntas.

“Laporan berulang lainnya adalah menyangkut pungutan liar di sekolah. Pemicunya adalah kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur offline. Setelah online dianggap tidak memenuhi kuota, dikeluarkan kebijakan PPDB off line. Saat itulah negosiasi tarif PPDB terjadi,” katanya.

Bahkan, beber Majid, sejumlah sekolah dilaporkan melakukan pungutan liar. Tim Saber Pungli melakukan operasi tangkap tangan (OTT) atas salah satu sekolah yang dilaporkan. Ombudsman meminta Dinas Pendidikan mengeluarkan surat edaran agar sekolah yang terlanjur melakukan pungutan liar mengembalikan pungutan tersebut kepada orangtua murid.

Atas dua laporan yang berulang tersebut, Ombudsman melakukan rapat koordinasi penyelesaian laporan bersama BPN Banjarbaru, Kabupaten Banjar dan Kanwil BPN. Serta untuk persoalan PPDB, rapat koordinasi bersama Diknas Pendidikan, Inspektorat, kepala sekolah, organisasi guru, organisasi sekolah swasta, perwakilan komite sekolah dan media massa.

“Kami berharap tahun 2018 ada perbaikan atas dua persoalan tersebut sehingga benar-benar menjadi perhatian bersama,” ujarnya.

Masih menurut Majid, Ombudsman juga melakukan pencegahan maladminsitrasi agar pelayanan publik semakin baik. Caranya dengan melakukan survei kepatuhan standar pelayanan publik.  Ada 6 daerah yang disurvei yakni Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Tengah, Tabalong, dan Kotabaru.

“Dari 11 instansi pelayanan publik di masing-masing kabupaten/kota tersebut. Hasilnya, semua kabupaten/kota yang disurvei tersebut belum mencapai kepatuhan tinggi atau zona hijau. Semuanya masih kepatuhan sedang, atau berada pada zona kuning. Berarti sejumlah pelayanan publik di kabupaten dan kota tersebut masih belum standar. Masih belum mematuhi UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Ahmad Husaini

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Iman Satria

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.