Untuk Muslih-Trensis, KPK akan Ajukan Tuntutan Maksimal

0

PENGAKUAN dua terdakwa kasus suap, Direktur Utama PDAM Bandarmasih, Muslih bersama Manager Keuangan, Trensis sebagai orang lapangan pembagi uang Rp 100 juta untuk pemulusan perda penyertaan modal kepada dua tersangka, yakni mantan Ketua DPRD Banjarmasin, Iwan Rusmali dan Andi Effendi (ketua pansus). Uang itu pun dibagi dan mengalir ke kantong anggota dewan, kini jadi dasar bagi jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan surat tuntutan.

AWALNYA, dua jaksa KPK Ferdian Adi Nugroho dan Amir Nor Dianto mengejar aliran uang Rp 250 juta yang diserahkan Direktur Operasional PT Chindra Santi Pratama (CSP), Imam Purnama kepada Trensis atas perintah Muslih dalam persidangan keempat di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kamis (14/12/2017).

“Kami ingin tahu, ke mana uang Rp 100 juta yang diserahkan Iman Purnama kepada Anda?” cecar jaksa KPK, Amir Nor Dianto, sembari memutar rekaman percakapan telepon Muslih dengan Imam Purnama, dan Andi Effendi di hadapan majelis hakim yang diketuai Sihar Hamonangan Purba, didampingi dua hakim anggota, Afandi Widarijanto dan Dana Hanura.

Alasan Amir, kedua terdakwa itu sudah di atas sumpah dengan kitab suci Alqur’an, untuk tak berbohong selama persidangan. Baik Muslih maupun Trensis tetap bersikukuh hanya menerima Rp 150 juta, bukan Rp 250 juta. “Uang itu dalam satu bundelan Rp 100 ribu senilai Rp 100 juta. Dan, satunya lagi lembaran Rp 100 ribu, yang tebalnya hanya setengah. Jadi, saya taksir hanya Rp 50 juta,” ucap Trensis.

Selanjutnya, uang itu beralih tangan ke Andi Effendi sebagai pembagi uang Rp 45 juta untuk jatah koleganya di DPRD Banjarmasin, atas perintah Iwan Rusmali. Awalnya, Rp 50 juta diserahkan ke HA Rudiani, namun yang bersangkutan menolak. Akhirnya, Rp 95 juta dipegang Andi Effendi, usai dipotong Rp 5 juta sebagai uang panjar buat Iwan Rusmali, yang berasal dari kantong pribadi Muslih.

“Nah, uang sisanya Rp 50 juta itu saya bagi menjadi dua. Uang sebesar Rp 28 juta itu disimpan dalam brankas di ruang kerja saya. Sisanya, Rp 12 juta, saya simpan dikantong celana, untuk jaga-jaga kalau nantinya Pak Muslih memerintahkan untuk kembali dibagi,” ungkap Trensis, yang diakuri Muslih.

Dengan ngototnya dua terdakwa itu bahwa hanya menerima Rp 150 juta, bukan Rp 250 juta, membuat jaksa KPK Amir Nor Dianto tak terlalu memperpanjang cecarannya. Begitupula, tim penasihat hukum terdakwa dari kantor pengacara asal Jakarta, Aby Hartanto dan kawan-kawan pun, mengatakan bahwa kliennya itu berada dalam tekanan tersangka, Iwan Rusmali (kini mantan Ketua DPRD Banjarmasin), hingga akhirnya menyerahkan uang ratusan juta sebagai uang pelicin pemulusan perda.

Atas dasar keterangan para saksi, pengakuan terdakwa, fakta persidangan dan barang bukti, Amir Nor Dianto mengatakan pihaknya siap untuk mengajukan surat tuntutan. Namun, ketua majelis hakim, Sihar Hamonangan Purba yang juga Wakil Ketua PN Banjarmasin ini meminta agar agenda pembacaan surat tuntutan itu berlangsung dua pekan dari persidangan itu, yakni pada Kamis (28/12/2017) mendatang.

Berdasar surat dakwaan KPK, ada tiga dakwaan yang dipasang dengan tiga pasal berlapis yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Yang pasti, kami akan mengajukan ancaman hukuman yang maksimal dalam pasal 5 UU Tipikor. Ini semua agar kasus semacam ini sebagai shock therapy bagi yang lain agar tak berbuat hal serupa,” ucap Ferdian Adi Nugroho kepada wartawan, sesuai sidang.

Untuk diketahui, Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor,  ancaman pidana paling singkat satu tahun, dan paling lama lima tahun, dan atau denda minimal Rp 50 juta, dan maksimal Rp 250 juta, bagi para pemberi gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Dokumentasi

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.