Novel Azimat Ungkap Sejarah Kelam Perhajian Indonesia

0

JATUHNYA pesawat DC Icelandic Airlines LL 001 di ambang landasan pacu Bandaranaike Sri lanka tahun 1978 kembali diingatkan Muhammad Bulkini dalam novel terbarunya berjudul Azimat. Novelis yang juga jurnalis ini kemudian menjadi salah satu pemenang lomba menulis Novel di Aruh Sastra Kalsel di Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) pada 17-19 November 2017.

TRAGEDI kelam perhajian Indonesia itu tergambar jelas di bagian awal novel yang mendeskripsikan keadaan genting, detik-detiknya jatuhnya pesawat. Pembaca diajak penulis turut berada di dalam pesawat, merasakan masa-masa mencekam itu, hingga petaka jatuhnya pesawat itu terjadi.

Novel yang menurut Muhammad Bulkini diselesaikan dalam waktu agak singkat itu ditulis berdasarkan banyak referensi, di antaranya buku Tragedi Kolombo 1978 karya Thamrin Yunus, wartawan senior Kalsel, yang kemudian difiksikan.

“Sekitar dua bulan terakhir, atau mungkin satu bulan terakhir. Saya lupa tepatnya. Yang jelas, lebih cepat dari proses penulisan novel yang terdahulu, berjudul Racun,” ucap Bulkini kepada jejakrekam.com, Rabu (13/12/2017).

Menurut dia, novel Azimat dibuat untuk menyampaikan informasi pada generasi sekarang dan ke depan bahwa Makam Syuhada Haji yang berada di Landasan Ulin Banjarmasin itu memiliki sejarah kelam.

“Orang-orang yang lahir di tahun 90-an ke atas, mungkin bertanya-tanya tentang makam syuhada itu. Dan mungkin saja ada yang mengira kalau mereka adalah pahlawan kemerdekaan,” kata Bulkini.

Dengan adanya novel ini, Bulkini berharap paling tidak dirinya sudah mengungkapkan sejarah itu di ranah fiksi, yang mudah-mudahan menarik para generasi sekarang untuk membacanya.

Mengenai kenapa diberi judul Azimat, Bulkini beralasan, di daerahnya, Martapura- yang menjadi setting lokasi dalam novel tersebut ada sebuah tradisi yang masih berjalan hingga sekarang. Tradisi itu motifnya sama, namun dalam praktiknya sedikit berbeda. Di antaranya ada yang mengucap Syahadatain ketika mau berangkat haji dan ada pula yang menuliskannya dalam sebuah kertas. Dalam hal ini, Bulkini memilih yang dituliskan dalam sebuah kertas. Kertas yang kemudian dibagi dua. Satu untuk yang berangkat haji, dan satu lagi untuk kerabat yang ditinggalkan.

“Menurut keyakinan orang muslim Banjar terutama para pelakunya, Syahadatain tidak akan terpisah. Dengan demikian, mereka berharap semoga orang yang berangkat haji bisa selamat, kembali ke kampung halaman,” jelas Bulkini.

Apakah orang yang berangkat di dalam novel ini diselamatkan? Bulkini hanya menjawab dengan tersenyum, “Baca saja.” Ya, tentu saja novel kaya sejarah seperti ini menarik untuk dibaca.(jejakrekam)

Penulis : Ahmad Husaini

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Istimewa

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.