Aktivis Perempuan Kalsel Desak RUU PKS Disahkan

0

IRONIS. Catatan tahunan 2017, Komnas Perempuan menyebut kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi selama 2016 mencapai 259.150 kasus. Rinciannya, 245.538 kasus diperoleh dari 358 pengadilan agama dan 13.602 kasus yang ditangani 233 lembaga mitra pengadaan layanan yg tersebar di 34 provinsi di Indonesia.

DARI data tersebut, kekerasan di ranah personal atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menempati posisi tertinggi sebanyak 5.784 kasus. Disusul, kekerasan dalam pacaran 2.171 kasus, dan kekerasan terhadap anak perempuan tercatat 1.799 kasus.

Situasi ini tentu sangat mengkhawatirkan, apalagi perempuan dan anak Indonesia dari tahun ke taun, ternyata masih rentan menjadi korban kekerasan.

Menyikapi itu, dalam rangkaian kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Haktp), berbagai elemen perempuan yang tergabung dalam Komunitas Pelangi, Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3), STT-GKE, KPPer MS-GKE, Forum Perempuan Kalimantan Selatan, Alumni TOM GJ Banjarmasin, Wanita Theravada Indonesia, Wanita Hindu Dharma Indonesia Kalsel, Persatuan Wanita Mandiri, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan Sentra Advokasi Perempuan, Disabilitas dan Anak (SAPDA), menggelar diskusi film bertajuk Perempuan Bangkitlah di Aula Sinode GKE, Jalan Jenderal Sudirman, Senin (11/12/2017).

Dalam film berdurasi 1,5 jam itu tergambar aksi kekerasan yang dialami Wadley, karena kemiskinan dan ketidakadilan hingga termarginalkan. Film itu menjadi media bagi perempuan Kalsel yang tergabung dalam Jaringan Kerja Perempuan untuk Kesetaraan, Keadilan dan Kesejahteraan.

Mereka pun sepakat mengeluarkan pernyataan sikap agar mendesak segera menghentikan aksi kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta aparat berwajib harus cepat bertindak ketika mendapat laporan karena pelakunya bisa dihukum pidana.

Para perempuan lintas iman ini juga meminta seluruh lapisan masyarakat dan keluarga untuk terus menanamkan cinta kasih, sehingga bisa meminalisir aksi kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terkadang dilakukan orang dekat.

Mereka juga mendesak agar DPR RI dan pihak terkait segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang mengatur pencegahan, pemenuhan hak korban, pemulihan korban hingga peran serta masyarakat dan mengubah perspektif penegak hukum dalam menangani korban kekerasan. “Keberadaan penghapusan kekerasan seksual ini sangat mendesak di tengah tingginya angka kasus kekerasan perempuan dan anak,” ucap Mariatul Asiah, Koordinator Program GJ LK3 Banjarmasin kepada jejakrekam.com, Selasa (12/12/2017).

Para aktivis perempuan juga sepakat untuk melakukan gerakan dan mengadakan kegiatan yang bersifat mendidik dan pemahaman, khususnya moral dan budi pekerti bagi anak dan remaja, sehingga terhindar menjadi korban atau pelaku tindak pidana kekerasan terhadap perempuan atau sesama mereka.

“Perlunya peningkatan pengetahuan reproduksi kepada masyarakat, terutama anak dan remaja agar terhindar dari penularan HIV/AIDS yang saat ini menjadi momok di tengah masyarakat,” beber Mariatul Asiah.

Kemudian, acara yang juga diisi dengan baca puisi dan refleksi film itu dilanjutkan dengan kesepakatan membangun jaringan lintas isu, agama, lembaga dan komunitas untuk bersinergi dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Menjaga perempuan  sama dengan menjaga kehidupan dan kelangsungan seluruh umat manusia,” cetus Mariatul. (jejakrekam)

Penulis : Ahmad Husaini

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Dok LK3

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.