Uang Pelicin Perda PDAM Rp 10 Juta Dikembalikan ke KPK

0

SIDANG kasus suap pemulusan perda penyertaan modal Pemkot Banjarmasin ke PDAM Bandarmasin sebesar Rp 50,7 miliar, justru menguak adanya uang fasilitasi hingga menyeret nama pejabat di Biro Hukum Setdaprov Kalimantan Selatan.

FAKTA itu terungkap ketika Kabag Hukum Setdakot Banjarmasin, Lukman Fadlun menjadi saksi untuk dua terdakwa kasus suap PDAM, Direktur Utama PDAM Bandarmasih Muslih bersama Manager Keuangannya, Trensis di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kamis (7/12/2017).

Ada namanya batang alias bantuan tidak langsung dari jumlah uang yang telah disiapkan Direktur Utama PDAM Bandarmasih Muslih sebesar Rp 12,5 juta agar fasilitasi Pemprov Kalsel bisa cepat tuntas, sebelum APBD Perubaan 2017 diketok DPRD. Permintaan uang itu berdasar perintah eks Ketua DPRD Banjarmasin, Iwan Rusmali yang kini jadi tersangka kasus suap operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Batang alias bantuan tidak langsung sebesar Rp 10 juta, setelah dipotong Rp 2,5 juta oleh Jefry, staf Kabag Hukum Setdakot Banjarmasin ke pegawai Biro Hukum Setdaprov Kalsel bernama Rita Aryani. Tentu saja, pengakuan Fadlan Fadlun langsung dibantah Rita Aryani. Ia mengaku tak tahu kalau ada istilah batang kepada dirinya, hingga jumlahnya mencapai Rp 10 juta.

“Saya tidak tahu istilah batang itu, karena tidak pernah komunikasi terkait uang pelicin. Ya, memang ada beberapa kali pihak Bagian Hukum Setdakot Banjarmasin melobi saya, tapi saya tolak,” ucap Rita Aryani kepada wartawan di Banjarbaru, Jumat (8/12/2017).

Ia bercerita pada 11 September 2017, staf Bagian Hukum Setdakot Banjarmasin, Jefry atas perintah sang kepala bagian, Lukman Fadlun pernah datang ke rumahnya, untuk nenyerahkan uang pelicin berasal dari PDAM Bandarmasih. “Tapi saya tolak secara tegas,” ucap Rita Aryani.

Hingga pada 14 September 2017, perda penyertaan modal PDAM Bandarmasin senilai Rp 50,7 miliar itu usai difasilitasi Biro Hukum Setdaprov Kalsel disetujui. Hingga akhirnya, diketuk dalam rapat paripurna DPRD Banjarmasin.

Lagi-lagi, diceritakan Rita Aryani, ternyata Jefry kembali datang untuk memberi amplop berisi uang puluhan juta. “Sudah saya tolak secara tegas, tapi setelah meletakkan amplop dan membawa hasil fasilitasi, Jefry pergi begitu saja tanpa membawa kembali uang tersebut,” beber Rita.

Takut itu uang suap, Rita pun melapor ke atasnnya, Kepala Biro Hukum Setdaprov Kalsel Akhmad Fiddayyen, hingga diputuskan dikembalikan ke Pemkot Banjarmasin atau lembaga berwenang. “Saya tidak pernah komunikasi soal uang dengan pihak Pemkot Banjarmasin. Baik komunikasi lewat telepon seluler atau secara langsung. Yang ada, komunikasi terkait proses fasilitasi raperda saja. Makanya, saya kaget ketika diberikan amplop. Saya bilang bawa aja tapi yang bersangkutan pergi menyelonong,” urai Rita.

Tanpa membuka amplop tersebut, pada 3 November 2017, Rita Aryani mengembalikan uang tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Saat itu, ujar Rita, dirinya dimintai keterangan terkait tahapan dan prosedur pembentukan raperda usulan PDAM Bandaramasih.

Menurutnya, dalam pemeriksaan itu tidak ada menyinggung terkait uang yang diberikan oleh Pemkot Banjarmasin. Namun, beber Rita, sebagaimana arahan Kepala Biro Hukum Setdaprov Kalsel, dirinya mengembalikan uang tersebut ke penyidik KPK. “Penyidik KPK pun kaget, begitu uang itu saya kembalikan. Ada bukti tanda terimanya,” ucapnya.

Ia menambahkan, hasil fasilitasi raperda penyertaan modal Pemkot Banjarmasin ke PDAM Bandarmaasih tersebut keluar pada 14 September 2017, yang harus selesai sebelum penyusunan RAPBD-Perubahan 2017. “Permohonan fasiltasi raperda ini masuk pada 5 September 2017, hingga 9 hari setelahnya keluar hasil. Rentan waktu penyelesaian normal saja, tidak ada dipercepat. Karena, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 80 Tahun 2015, maksimal fasilitasi produk hukum kabupaten/kota adaah 15 hari,” ucapnya.

Diuraikan Rita, dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) Lukman oleh penyidik KPK sudah dijelaskan bahwa Biro Hukum Pemprov menerima uang imbalan tersebut. Pernyataan ini, diperkuat lagi dengan pesan whatsapp Lukman kepada Rita. Dalam isi pesan tersebut, Rita mempertanyakan pernyataan Lukman yang menyeret-nyeret dirinya.

“Ini di pesan whatsapp Lukman menyatakan memberikan keterangan kepada penyidik bahwa Biro Hukum Setdaprov Kalsel tidak pernah meminta dan menolak imbalan fasilitasi raperda tersebut,” ujarnya seraya menunjukkan pesan melalui whatsapp dengan Lukman.

Menurut Rita, fasilitasi produk hukum daerah  ini sebagaimana pPermendagri, adalah untuk mempertimbangkan agar tidak bertentangan dengan tiga hal. Yaitu, bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, bertentangan dengan ketertiban umum, dan bertentangan dengan kesusilaan. Fasilitasi ini, tidak perlu dibawa ke Kemendagri. Karena, cukup persetujuan dari Pemprov Kalsel selaku wakil pemerintah pusat.

“ Yang harus dibawa ke Kemendagri itu adalah evaluasi rancangan produk hukum daerah. Evaluasi ini untuk produk hukum tentang pajak, retribusi, APBD, RTRW (rencana tata ruang wilayah), dan RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah). Kenapa harus difasilitasi dan dievaluasi? Karena gubernur atau menteri tidak berhak lagi mencabut produk hukum yang sudah disahkan. Makanya, sebelum disahkan dilakukan penelaahan terlebih dahulu,” bebernya.

Rita menyebut, pada tahun 2015 lalu, dirinya pernah menolak raperda penyertaan modal Pemkot Banjarmasin kepada PDAM Bandarmasih. Penolakan itu dikarenakan jumlah nominal dari Rp 40 miliar menjadi Rp 350 miliar. “Raperda yang sekarang ini rentetan dari raperda yang pernah kami tolak dulu,” urainya.

Sementara itu, Akhmad Fyddayeen  menambahkan, dirinya tidak pernah meminta komisi dalam fasilitasi atau evaluasi produk hukum daerah kabupaten/kota. Jajarannya, ujar Dayen, selalu ditekankan untuk bekerja sesuai prosedur tanpa memikirkan imbalan. “Kalau saya menerima sudah kaya raya saya. Sebab, tahun ini saja ada 200 lebih produk hukum kabupaten/kota yang masuk ke kami untuk difasilitasi dan dievaluasi. Dalam menelaah dan mengkaji kami berdasarkan ketentuan tiga hal tadi,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis : Wan Marley

Editor   :  Didi G Sanusi

Foto      : Didi GS

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.