Godok Perda Zonasi Pulau Terkecil Ada 1.204 Dokumen

0

DI ANTARA rancangan peraturan daerah (raperda) yang digodok DPRD Kalimantan Selatan, ternyata raperda zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau terkecil termasuk yang cukup rumit untuk dituntaskan. Buktinya, penggodokan produk hukum ini sudah berlangsung hampir tiga tahun, hingga akhirnya molor per Januari 2018.

WAKIL Ketua Badan Pembentukan Perda DPRD Kalsel, Zulfa Asma Vikra mengakui raperda zonasi dan pulau-pulau terkecil baru bisa dibahas pada Januari 2018, dikarenakan banyaknya dokumen yang harus diteliti kembali.

“Banyak bagian dan sektor-sektor lain yang ada di seluruh wilayah kabupaten di Kalimantan Selatan dengan 1.204 lembar lebih dokumen yang harus dibahas dan disinkronkan kembali,” ucap Zulfa Asma Vikra kepada wartawan di DPRD Kalsel, Kamis (7/12/2017).

Untuk itu, legislator Partai Demokrat ini mengatakan rapat bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel, Syaiful Azhari menindaklanjuti rapat sebelumnya yang batal. Hingga kedua belah pihak menyepakati untuk membentuk panitia khusus (pansus) membahas raperda zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. “Namun, raperda ini tetap masuk agenda 2017 di antara 26 raperda yang akan diparipurnakan pada Desember 2017 ini,” kata Zulfa.

Ia mengakui banyak data dan potensi dalam raperda tersebut yang harus dicermati, termasuk cantolan hukum adanya perubahan dari UU Nomor 26/2007 dan UU Nomor 27/2007 mengenai kewenangannya berada di kabupaten/kota untuk membentuk perdanya termasuk penyiapan segala dokumen terkait.

“Begitu lahir UU Pemerintah Daerah Nomor 23 Tahun 2014, maka kewenangannya dialihkan ke provinsi.  Hal inilah yang menjadikan tidak mudah karena meliputi 1.204 dokumen termasuk peta-peta pulau kecil  yang dilihat atau diukur sejauh 12 mil dari pantai. Ini yang harus dibahas dewan bersama Pemprov Kalsel,” tutur Zulfa.

Tak hanya itu, masih menurut dia, raperda ini juga dirancang agar tak berbenturan serta tumpah tindih dengan produk hukum di atasnya, seperti perda tata ruang maupun lainnya. “Segala dokumen yang dibuat pemerintah kabupaten dan kota juga disinergikan dengan dokumen provinsi, agar tak berbenturan dengan industri, perikanan dan kelautannya termasuk soal perizinannya. Jika raperda zonasi ini rampung, maka akan banyak perda ikutan yang akan dibuat sebagai acuan pelaksanaan di lapangan,” beber jebolan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat ini.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalsel, Syaiful Azhari mengatakan ketidakhadiran dirinya pada rapat sebelumnya hanya karena miskomunikasi.“ Raperda zonasi ini juga telah melalui tahapan kajian akademis, termasuk dalam Pasal 33 berada di level tanggapan dan saran dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Makanya, kami jgua menunggu hasil koreksi dan saran dari pemerintah pusat,” beber Syaiful Azhari.

Untuk itu, menurut dia, Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor kemudian mengirim surat ke DPRD agar segenap perbaikan dan koreksi dari pemerintah pusat segera ditindaklanjuti dalam penggodokan raperda zonasi dan pulau-pulau terkecil tersebut. “Langkah selanjutnya adalah menyampaikan kembali draf raperda ini ke Kemendagri guna mendapat koreksidalam pembahasan dan penyempurnaan rancangan akhir raperda,” tandas Syaiful Azhari.(jejakrekam)

Penulis : Ipik Gandamana

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Peta Tematik Indonesia

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.