Salah Kaprah Konsep Pelangi Dipakai di Jembatan Merdeka

0

MEMPERMAK view Jembatan Merdeka dengan konsep cat warna-warni hingga bermotif sasirangan tempo dulu, terus mendapat sorotan publik. Versi Pemkot Banjarmasin melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata adalah ingin membangun citra Jembatan Merdeka sebagai aktivitas pendukung wisata susur sungai serta pasar terapung Siring Tendean di Sungai Martapura.

JUSTRU hal itu dinilai Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalimantan Selatan, Pakhri Anhar malah akan mengaburkan khazanah budaya lokal yang ingin ditonjolkan dari bangunan Jembatan Merdeka yang menghubungkan kawasan Jalan Lambung Mangkurat dengan Jalan Piere Tendean.

“Filosofis arstektur pelangi atau warna-warni terkait dengan upaya untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan permukiman kumuh sehingga dapat menjadi lngkungan yang menarik, sah-sah saja,” ucap Pakhri Anhar dalam postingannya di medsos yang dikutip jejakrekam.com, Senin (4/12/2017).

Hanya saja, menurut dosen Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini, justru penempatan untuk menciptakan Jembatan Merdeka yang warna-warni malah salah kaprah.

“Secara arsitektur Jembatan Merdeka itu dari desain pagarnya sudah menunjukkan identitas arsitektur Banjar dengan ciri kandang rasinya. Nah, ketika dicat pelangi, tentu akan menghilangkan budaya lokalnya,” kata Pakhri Anhar.

Sembari berseloroh, Pakhri Anhar pun menyarankan agar Balai Kota Banjarmasin bisa dicat warna-warni ala Jembatan Merdeka, sehingga semua sudut kota akan kehilangan identitas kelokalannya.

Seirama Pakhri Anhar, Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Muda Kalsel Tubagus Suryawikadi pun mengaku tak habis pikir dengan polesan warna-warni ala motif sasirangan. “Justru, nantinya ikon Kota Banjarmasin akan tercipta lagi tiada sudut kota tanpa warna sasirangan. Ketemu pojok sungai, ada warna sasirangan. Ketemu sudut padat atau pusat keramaian, ada lagi warna sasirangan. Jadi, tak ada lagi pembeda antar kawasan yang ada di Banjarmasin,” tutur Tubagus.

Ia menyarankan boleh-boleh saja, Banjarmasin meniru sebuah keberhasilan di kota lain dengan ikon kampung warna-warni. Namun, menurut Tubagus, tetap harus menerapkan konsep amati, tiru dan modifikasi (ATM), bukan ditelan mentah-mentah. “Tentu harus disesuaikan dengan karateristik kota. Okelah, motif sasirangan tapi jangan juga harus colorfull imagine atau warna-warni penuh pesona, malah kesan norak justru akan terlihat,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Asyikin

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.