Notaris Itu Sebuah Jabatan yang Harus Berintegritas

0

KEGALAUAN tengah melanda perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan magister kenotariatan (MKn) dengan hadirnya Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi bernomor 257/M/KPT/2017 yang menyebutkan gelar lulusan program magister kenoktariatan (S2) disamakan dengan gelar magister hukum (MH).

STAF pengajar Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, DR Ichsan Anwary pun berpandangan bahwa pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan/atau pascasarjana yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tnggi membedakan jenis pendidikan tinggi yakni pendidikan akademik, pendidikan vokasi dan pendidikan profesi. Nah, dikaitkan dengan UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menjelaskan syarat untuk diangkat notaries adalah berijazah sarjanahukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan,” bebernya dalam Seminar Nasional Mengkaji Integritas Jabatan Notaris dan PPAT di Swissbell Hotel Borneo, Banjarmasin yang digelar Fakultas Hukum ULM dengan Pengurus Wilayah INI Kalsel, Kamis (30/11/2017).

Syarat lainnya, menurut Ichsan Anwary adalah menjalani magang atau nyata-nyata bekerja sebagai karyawan notaris selama 24 bulan atau dua tahun berturut-turut di kantor notaris atau prakarsa sendiri atas rekomendasi organisasi dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia (INI). “Berdasar AD/ART INI hasil rapat pleno pengurus pusat disebutkan syarat untuk menjadi anggota luar biasa adalah telah memiliki ijazah pendidikan kenotariatan,” paparnya.

Nah, beber Ichsan Anwary lagi, dengan adanya penyamaan gelar MH jelas perlu adanya sinkronisasi aturan hukum antara UU Pendidikan Tinggi dengan UU Jabatan Notaris.

Senada itu, Habib Adjie, notaris senior yang beraktivitas di Kota Surabaya ini mengingatkan pentingnya bagi seorang notaris meningkatkan integritasnya. “Coba Anda lihat, adakah negara atau pemerintah di luar struktur pemerintah yang memberi stempel jabatannya memakai lambang negara Burung Garuda selain notaris? Inilah mengapa notaris itu memiliki pribadi yang jujur dan berkarakter yang kuat,” ujarnya.

Guru besar yang juga Ketua Program Studi Magister Kenoktariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof DR Budi Santoso pentingnya para notaris untuk menjaga dan menjalankan kode etik dalam menjalankan tugas jabatannya. “Integritas seorang notaries itu tidak dapat diraih dengan uang, tetapi diraih dengan kesungguhan, ketulusan hati dan kejujuran. Ini berarti, paduny antara ucapan dengan tindakan,” kata Budi Santoso.

Sementara itu, Ketua Program Studi MKn Fakultas Hukum ULM, DR Rahmida Erliyani mengakui adanya penyamaan sebutan untuk MKn ke dalam MH untuk nomenklatur menjadi topik pembahasan yang hangat dari beberapa perguruan tinggi yang menggelar program S2 MKn.

“Tak ada lagi pembedaan antara pendidikan umum dan khusus. Padahal, jelas program MKn ini merupakan pendidikan tinggi bersifat khusus untuk melahirkan para lulusan menjadi seorang notaris,” ucapnya.

Dalam menyikapi lahirnya Keputusan Menristekdikti itu, Rahmida Erliyani mengungkapkan dari hasil kajian DR Ichsan Anwary justru bertentangan dengan Peraturan Menristekdikti sendiri, karena gelar akademik harus dilihat dari pohon ilmunya.

“Nah, gelar MKn sesuai dengan pohon ilmu kenotariatan. Dari segi kedudukan hukum, peraturan tentu lebih tinggi dibanding keputusan. Kebijakan Menristekdikti yang menyamakan dengan pendidikan profesi justru menurunkan level program studi MKn dari level 8 ke level 7. Ini tentu menjadi persoalan,” tuturnya.

Atas prakarsa Prof DR Budi Santoso dan Kemristekdikti Kalsel, akhirnya disepakati bagi calon notaris untuk magang selama dua tahun, plus satu tahun untuk mengisi pendidikan profesinya.

“Dari sini, disusun kurikulum, sehingga nantinya dalam proses pembelajaran di kampus para lulusan MKn akan menjalani program pendidikan profesi yang para pengajarnya akan didominasi dari INI. Jadi, ketika lulus, mereka sudah bisa siap pakai,” ucap Rahmida.

Titik terang ini diakui Rahmida juga berbarengan dengan pengurusan izin ke Menristekdikti untuk menjalankan program magister kenotariatan. “Kami beranggapan notaris itu adalah sebuah jabatan, bukan profesi seperti advokat. Sebab, ketika hendak menjadi notaris, terlebih dulu harus diangkat Kementerian Hukum dan HAM. Jelas, di sini, notaris itu sebuah jabatan, bukan profesi seperti dokter dan lainnya. Oleh sebab itu, syarat menjadi notaris tentu harus lulus program magister kenotariatan,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Didi GS

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.