Pilkada Kalsel Sudah Mengarah ke Demokrasi Pasar Gelap

0

FENOMENA borong parpol yang dilakoni para calon petahana dalam menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2108 di empat kabupaten, makin membuktikan jika demokrasi di Kalimantan Selatan sudah tersandera kepentingan para pemilik modal. Ini ditambah munculnya calon jalur independen yang membuka akses tersumbat akibat banyaknya parpol bergabung dalam koalisi pengusung calon petahana.

FAKTA ini menggambarkan apa yang terjadi dalam pemilihan bupati-wakil bupati periode 2018-2023 di Kabupaten Tabalong, Tapin, Hulu Sungai Selatan serta Tanah Laut. Saat ini, Bupati Tabalong Anang Syakhfiani, Bupati Tapin Arifin Arpan, Bupati HSS HA Fikry serta Bupati Tanah Laut Bambang Alamsyah sudah menerapkan strategi untuk memborong parpol pengusung.

“Inilah fakta yang terjadi di Kalimantan Selatan bahwa parpol tak mampu menjadi instrusmen aspirasi pendidikan bagi masyarakat. Mereka condong mengakomodir kepentingan elit, bukan bicara kepentingan publik secara luas,” ucap pengamat politik asal FISIP Uniska Syekh Muhammad Arsyad Albanjary, DR M Uhaib As’ad kepada jejakrekam.com, Kamis (30/11/2017).

Menurut doktor jebolan Universitas Brawijaya Malang ini, munculnya calon independen karena sudah tertutup akses untuk mendapat sokongan parpol dalam Pilkada 2018 di empat kabupaten itu, makin mencerminkan jika selama ini demokrasi yang dijalankan bukan substantif, tapi hanya bisa tataran prosedural.

“Apalagi, jika nantinya ada calon tunggal di Pilkada 2018 di Kalsel, tentu makin menguatkan jika selama ini demokrasi sudah tersandera kepentingan pemilik modal,” cetus Uhaib.

Dia pun setuju dengan teori Wiliam Case dalam bukunya Money Politics: Patronage and Clientelism in Southeast Asia’, jika demokrasi yang berbasis politik uang serta hanya menjalankan aspek prosedural, bukan subtansi menjaga kedaulatan rakyat, maka demokrasi itu tak bisa diharapkan banyak sebagai jawaban untuk sebuah perubahan.

“Fakta ini bisa tergambar dalam jelang Pilkada 2018 di Kalsel, ketika sang calon memborong parpol pengusung. Patut disadari, di belakang para kandidat ini tentu ada kekuatan modal yang sangat mempengaruhinya,” papar peneliti politik internasional ini.

Uhaib pun memprediksi kehadiran calon independen, bisa jadi hanya semacam figur bayangan demi menghindari adanya calon tunggal. “Jujur saja, demokrasi di Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan sudah mengalami kapitalisasi demokrasi. Semua akhirnya akan berbicara uang, bukan lagi mencerminkan apa yang diinginkan publik,” ujarnya.

Dalam kesimpulan sementara Uhaib, apa yang terjadi di Kalimantan Selatan secara umumnya telah mengarah ke arah pasar gelap demokrasi, sehingga uang yang akan berbicara di atas segalanya. “Makanya, politik uang akan jadi pilihan dalam memenangkan sebuah pertarungan,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Didi GS

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.