Ciri Masyarakat Digital Condong Susah Diatur

0

ERA digitalisasi melalui smartphone atau telepon pintar merupakan fenomena sosial yang patut dicermati. Kondisi ini membuat Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi  FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, menggelar kuliah terbuka dengan tema menguatkan identitas kebangsaan di tengah kegalauan demokrasi digital.

BAGI Lumban Arofah, dosen FKIP ULM yang sekaligus panitia pelaksana mengatakan tujuan diselenggarakan acara berformat kuliah umum berangkat dari keprihatinan melihat interaksi sosial yang semakin dinamis dalam panggung dunia.

“Salah satu ekses dari massifnya penggunaan media sosial adalah munculnya hoax dan ujaran kebencian,” ucap Lumban Arofah, di hadapan para peserta kuliah umum di aula lantai III Rektorat ULM, Selasa (7/11/2017).

Pemateri yang dihadirkan adalah sosiolog politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubeidillah Badrun. Dia menilai fenomena sekarang yang populer dengan istilah kids di zaman now, cenderung tidak memiliki pemahaman atas suatu masalah yang tidak mendalam.  “Akibatnya belum tuntas suatu persoalan, kemudian segera pindah ke masalah lain,” ucap Ketua Forkom Sosiologi Antropologi se-Indonesia ini.

Ciri lain, menurut akademisi yang sering tampil di berbagai talk show televisi swasta nasional ini, hadirnya internet dan inovasi teknologi informasi telah merubah wajah masyarakat dari konvensional ke masyarakat digital. “Ciri masyarakat digital  akrab dengan dunia digital, susah diatur, senang mengekspresikan diri, belajar lebih banyak dari mencari bukan dari instruksi,” tutur Ubeidillah.

Penyampaian materi yang sangat aktual di hadapan 200 mahasiswa program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, FKIP ULM mendapat berbagai tanggapan dari mahasiswa hingga dosen. Salah satu pertanyaan peserta adalah bagaimana menjadikan media sosial sebagai education society sehingga menjadi wadah yang diskursif positif.

Menanggapi hal tersebut, Ubeidilah menyampaikan, kalangan mahasiswa di Jakarta telah terjadi pergeseran dari kelompok antar angkatan kepada kelompok tematik. Nilai positifnya adalah mahasiswabisa  terfokus dalam diskusi tertentu. “Ada grup WA yang mendiskusikan khusus skripsi, mendiskusikan hoax, dan tema-tema ilmiah lainnya” terang Ubeidillah.

Di akhir paparannya, Ubedillah menyampaikan  antara lain, penguatan regulasi identitas kebangsaan Indonesia lewat regulasi perundang-undangan. Kemudian, beber dia, penguatan identitas kebangsaan melalui media digital. “Selanjutnya adalah membangun sistem politik berbasis identitas kebangsaan yang mampu menghadirkan pemerintahan yang efektif meski mempraktekkan digital demokrasi. Terkhusus lagi, melakukan pembinaan pada generasi milineal untuk merawat identitas kebangsaan kita sebagai Indonesia,” tandas Direktur Puspol Indonesia.(jejakrekam)

Penulis : Ahmad Husaini

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Istimewa

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.