Politik Uang Rusak Demokrasi, Lahirkan Pemimpin Korup

0

SUDAH menjadi rahasia umum, jika dalam sebuah pesta demokrasi dari pemilihan pemimpin nasional maupun lokal dalam pemilu dihasilkan dari politik uang (money politics), maka akan melahirkan pemimpin yang cenderung korup.

GURU besar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Denny Indrayana mengungkapkan sebaik apapun sistem pemerintahan dan demokrasi, jika politik uang masih dianggap wajar, maka jangan berharap bisa melahirkan pemimpin yang berkualitas dan pro rakyat.

“Perdebatan apakah pemilihan kepala daerah atau presiden itu langsung atau tidak langsung, sebetulnya sama bagusnya. Jadi, bukan terletak pada sistemnya, tapi politik uang yang justru merusak demokrasi,” ucap Denny Indrayana, dalam diskusi Mati di Lumbung Energi di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kamis (2/11/2017).

Dia mencontohkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD, justru bukan sistemnya yang tak demokratis. Namun, kata Denny, terletak pada oknum anggota dewan yang mewakili suara rakyat jika masih menerima sogokan, jangan berharap pemimpin yang dipilih itu bagus.

“Nah, begitu pula, jika pemilihan langsung melalui suara rakyat. Jika rakyat masih mau menerima hak suaranya ditukar uang Rp 100 ribu, atau Rp 300 ribu, ya jangan berharap bisa melahirkan pemimpin yang pro rakyat. Malah, mereka yang dipilih condong akan korup,” kata doktor jebolan Universitas Melbourne Australia ini.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden SBY ini mengingatkan agar rakyat Indonesia, khususnya Kalsel yang menghadapi Pilkada 2018 sudah sepatutnya membangun kesadaran bersama pentingnya memilih pemimpin yang amanah, jujur, dan berintegritas.

“Di era desentralisasi seperti sekarang ini, maka pemimpin lokal tentu lebih berkuasa terhadap daerahnya. Jika sampai kita salah dalam memilih pemimpin, maka kita akan menikmati apa yang menjadi pilihan kita,” kata Denny.

Untuk itu, pendiri Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi UGM ini mengatakan perlu membangun kesadaran dengan menjunjung tinggi kejujuran. “Makanya, semboyan KPK itu sudah sangat bagus, jujur itu hebat. Ya, bisa dimulai dari kalangan kampus yang akan menjadi calon pemimpin untuk tak menyontek sewaktu ujian. Sebab, pengaruhnya sangat hebat, ketika dia terbiasa berbuat tak jujur di kampus,” ucap Denny.

Bagi dia, masalah sistem pemerintahan apakah presidensial atau parlementer sudah pernah diterapkan di Indonesia. Namun, tak semua bisa dianggap lebih unggul dari satu di antara yang lain. “Kalau mau mencontoh sistem parlementer, negara yang maju adalah Inggris. Sebaliknya, sistem presidensial adalah Amerika Serikat. Atau sistem campuran diterapkan oleh Prancis. Mengapa mereka bisa lebih baik? Ya, karena orang yang menjalankan, bukan terletak pada sistemnya,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Dokumentasi

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.